Ternyata aku dapat dengan mudah melupakan keinginan kuat untuk memendam si Tengku (aku tidak ingat nama lainnya yang ia sebut tadi) ini ke dalam tanah. Mau bagaimana lagi, dia anaknya sok asyik banget. Dan dengan cepat dapat kurasakan bahwa aku cocok dengannya. Lagi pula dia juga bertingkah baik padaku dan memanggilku 'Bos'. Jadi kuanggap saja bualannya tadi adalah bercandaan orang goblok.
"Nah yang di sana itu gedung eksul," jelasnya sambil menunjuk sebuah gedung yang berada di belakang gedung sekolah kami. Tempat itu dihubungkan dengan bangunan utama melalui sebuah lorong panjang tanpa dinding. "Ayo kita ke sana, Bos."
Aku mengikuti Tengku berjalan ke gedung ekstrakurikuler. Di sepanjang lorong, ada beberapa papan mading yang diisi beraneka ragam pengumuman, artikel, gambar-gambar manga, puisi, dan hal-hal lainnya. Di kanan-kiri sekitar lantai lorong yang seperti jalan setapak, terdapat rerumputan, juga pepohonan dan bangku-bangku panjang. Tempat ini sangat sejuk dan terkesan menyenangkan. Tapi lumayan sepi meski sedang jam istirahat.
"Eh, Tengku."
Tengku menoleh dengan muka bingung. "Manggil saya?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.
Aku berdecak. "Ya iyalah, siapa lagi. Masa Jin Tomang."
"Maaf, Bos. Gak biasanya ada yang manggil kayak gitu. Tapi boleh deh Bos manggil gue Tengku."
Ya, memang harus begitu kalau bicara pada Bos. Mau dipanggil apa pun harus terima. Bahkan kalau aku mau memanggilnya Bagong sekalipun, juga terserah aku kan.
Namun aku hanya mengangguk saja, dan menanyakan apa yang ada di pikiranku, "Kok sepi banget sih di sini?"
Wajah Tengku yang senantiasa cerah mendadak berubah keruh. "Bos liat pohon beringin di sana itu!"
Pohon beringin? Seram amat.
Aku mengikuti arah telunjuk Tengku dan melihat pohon beringin ukuran mini yang tidak ada kesan seram-seramnya sama sekali. Ketakutanku tadi rasanya sia-sia. "Ya, liat," sahutku mendadak malas.
"Dulu di tempat yang sama dengan pohon beringin kerdil itu tumbuh pohon beringin yang besar banget. Katanya dihuni sama arwah perempuan yang meninggal gantung diri di sana. Bertahun-tahun cerita itu ganggu murid-murid yang sekolah di SMA Gajah Mada ini. Akhirnya pihak sekolah milih menebang pohon itu sebab ingin mematahkan statement bahwa pohon itu ditunggui. Tapi sejak saat itu malah banyak murid yang kerasukan. Akhirnya, dengan saran orang pintar, ditanam pohon baru. Tapi ya gitu deh, karena cerita sebelumnya yang menyeramkan sampe sekarang banyak anak-anak yang males nongkrong di sekitar sini. Dan..." Tengku melihat serius padaku, "ada yang bilang kalau mayat perempuan yang gantung diri itu kepalanya putus."
"Putus?" Aku mengernyit ragu. "Masa gantung diri bisa sampe putus?"
"Entahlah gue gak tau. Ada yang bilang dia gantung diri, tapi ada yang bilang dia ditebas waktu mau jalan ke sekolah. Lo sendiri taulah, orang-orang hobi banget ngarang cerita kalo ada kejadian aneh dikit.
"Terus dari cerita yang beredar, kalau kita ngeliat hantu tanpa kepala, gak lama bakal muncul kepala manusia yang bakal ngikutin ke mana pun tubuhnya pergi. Jadi kalau nanti elo nampak kepalanya doang, dan ngikutin elo, Bos. Hati-hati, mungkin badannya ada di deket lo."
Oke. Sebenarnya aku lumayan bergidik mendengarnya. Tapi gengsiku terlalu tinggi untuk menunjukkan hal tersebut. "Kan itu cuma kata orang doang. Gue sih gak percaya."
Mata Tengku berbinar mendengarnya. "Lo berani ternyata. Keren. Keren."
Aku menyembunyikan senyum jemawa. Lalu berpura-pura tak peduli dengan pujian itu, dan melanjutkan perjalanan kami ke gedung ekstrakurikuler. Di perjalanan Tengku terus mengoceh, "Oh iya, kalau dari versi cerita yang ditebas, katanya tubuh dan kepala cewek itu di kubur di bawah pohon beringin. Bisa dibilang pohon beringin itu ditanam buat nutupin tanah yang bekas digali sama si pembunuh..."
Tak pernah sekalipun terbersit di pikiranku bahwa kisah pohon itu akan membawa dampak besar ke depannya.
Tepatnya tiga bulan kemudian. Saat di mana seorang siswi kelas sepuluh meninggal gantung diri di dalam kamarnya. Aku tak tahu menahu sama sekali tentang gadis itu. Namun menurut kabar selentingan yang ada, dia gantung diri sebab tak tahan di-bully oleh anak-anak di sini. Yah, bullying selalu menjadi momok menakutkan bagi sebagian murid culun bermental lemah di mana-mana.
Aku sendiri tak menyangkal dulunya aku juga menjadi bully di sekolah lamaku, meski tak sekalipun aku mendengar bahwa ada yang sampai gantung diri. Kini aku bersyukur hal itu tak pernah terjadi, juga sedikit banyaknya jadi introspeksi diri.
Namun, sepertinya kejadian ini menjadi kesempatan bagi para tukang sebar berita bohong untuk membuat kisah-kisah seram baru. Setelah beberapa hari sejak pemakaman gadis bernama Anne yang gantung diri itu, muncul kabar bahwa gadis itu dirasuki arwah perempuan dari pohon beringin. Katanya karena Anne sangat lemah ia jadi mudah dibisiki sugesti-sugesti negatif dari makhluk tak kasat mata.
Aku sama sekali tidak percaya. Meski turut berduka cita, sebisa mungkin aku tak memedulikan hal tersebut. Jika jadi Anne aku tak akan suka jika setelah kematianku banyak mulut menggosipkan diriku yang bukan-bukan.
Tanpa terasa, beberapa bulan kembali berlalu. Kasak-kusuk tentang kematian Anne telah lama dilupakan. Hari-hari berjalan tenang, sebagai mana mestinya hari anak-anak sekolah pada umumnya. Berjalan normal kecuali kebiasaan baruku. Benar, siapa sangka kini aku menjadi penggemar novel-novel thriller.
Mau bagaimana lagi. Setiap hari disodorkan buku yang itu-itu saja membuatku muak. Sempat kubuang buku-buku itu ke tempat sampah. Namun dengan gaibnya benda itu sudah tertata rapi kembali di atas meja belajarku. Selain jadi culun, aku sempat curiga Randall juga mengambil ilmu tertentu di sini.
Akhirnya, begitulah, aku mencoba membaca novelnya dan ketagihan.
Sekarang bahkan aku bukan hanya mengincar novel-novelnya, tapi juga penulis thriller lain. Novel-novel di rak buku Randall sudah raib dan bermigrasi ke kamarku. Bahkan aku juga mulai mengoleksi secara pribadi novel-novel tertentu.
Perlahan tapi pasti, penampilanku juga ikut berubah. Aku jadi anak baik-baik sekarang. Dasiku terpasang rapi, rambutku dipangkas rapi, seragamku dimasukkan rapi. Semuanya serbarapi. Bahkan hidupku pun mulai teratur dan jauh dari sumber masalah. Hasilnya, raporku bersih dari ceramah guru, nilaiku juga cukup baik karena terkadang aku punya niat belajar yang tak terduga. Memang sangat mengherankan, terutama untuk diriku sendiri. Namun aku menolak dipanggil nerd, sebab tampangku masih kece abis.
Nah itulah yang terjadi selama semester satu, yang sangat bertolak belakang dengan kehidupanku setelah kembali lagi ke sekolah di semester berikutnya.
Padahal itu hanya hari biasa yang kukira normal seperti sebelum-sebelumnya. Hari saat aku menghabiskan waktu dengan membaca novel di bangku tak jauh dari pohon beringin yang pernah kubahas. Sudah kubilang kan aku tak percaya dengan kabar-kabar seram yang disebarluaskan.
Aku membalik lembar novel menuju lembar berikutnya, menghayati setiap kata demi kata, terbawa dalam kalimat-kalimat yang diuntai sang penulis menuju dunia imajinasi miliknya. Saat sang pembunuh sudah siap dengan senjatanya dan berniat untuk menghujamkan benda itu dengan brutal ke tubuh si korban, tiba-tiba saja aku merasa penjahat itu keluar dan menyergapku duluan. Mataku tertutup, aku sedikit kelabakan dengan bayangan hitam yang menangkapku itu. Akhirnya kusadari tidak terjadi apa-apa. Aku masih bernapas dan tak merasakan rasa sakit yang selalu kubayangkan setiap membaca adegan sadis.
Di situ kusadari aku telah bertingkah konyol. Lalu dengan sedikit malu aku membuka mata.
Di sana, tepat di depanku berdiri seorang gadis cantik berambut bob yang dibuat bergelombang pada ujung-ujungnya. Dialah orang yang telah menakutiku dengan bayangannya. Tak seharusnya ia tiba-tiba berdiri di depan seseorang dengan membelakangi matahari begitu.
Aku melihatnya dengan pandangan kesal. Matanya juga menatap padaku, tapi sorot itu tampak kosong tanpa jiwa.
Susah payah aku meneguk ludah yang terasa sudah bercampur dengan semen. Angin dingin berembus menggoda tengkukku yang mendadak sensitif. Seluruh bulu di tubuhku meremang.
Saat dia membuka mulut kukira aku akan melihat berbagai macam ular akan berloncatan dari sana, tapi lagi-lagi aku salah. Dia hanya berusaha untuk berbicara.
"Aku bisa membuat hidupmu lebih menarik dibanding kisah dari novel thriller yang kamu baca. Mau main bareng aku?" Dengan gerakan kaku sudut kiri bibirnya terangkat ke atas, menampilkan senyum yang tak wajar, apalagi melihat fokus matanya yang entah berada di mana.
Tanpa diminta ia pergi tanpa menunggu jawaban apa aku mau bermain dengannya atau tidak.
Kupandangi punggung gadis itu yang berjalan lurus dengan ritme gerak yang lambat. Kemudian menghilang di balik gedung ekstrakurikuler.
🥀🥀🥀
Gimana menurut kalian sampai sejauh ini?
Sincerely,
Dark Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
atmaranii
pnsaran
2021-09-24
0
novita setya
baca disiang hr ketika senggang/boss ga ada ditempat😁yg ke 2 baca ketika ada teman..nah ni dia penakut penggemar thriller#saia
2021-08-14
1
mbemndut
mau ngalnjutin tapi kok aku dah gemeteran dulu pegang hp nya
2021-07-01
1