Cewek kemarin kabur. Dia langsung lari pontang-panting setelah tertangkap basah membakar papan ouija.
Lalu sekolah pun libur sebagai bentuk duka cita. Tapi, akibat Tengku yang ternyata memiliki kenalan di mana-mana, termasuk anak-anak yang berteman dengan Nixie---yang ternyata bernama asli Ningsih Sri Wahyuni---cowok itu merasa berkewajiban untuk hadir di pemakamannya. Aku tak menduga ia merasa begitu, dan lebih tak menduga lagi bahwa aku harus ikut menemaninya melayat. Bukan karena cowok itu tak berani pergi sendiri, melainkan karena aku sempat bercerita padanya tentang apa yang aku alami. Di situ aku merutuki mulut emberku. Siapa yang sangka sekarang aku jadi cowok hobi tebar curhatan ke orang-orang.
Tapi aku tidak menyesal sih ikut ke sana. Selain karena itu adalah bentuk tindakan terpuji---yang selama ini aku jauh banget dari sifat itu---sedikit banyaknya aku jadi mendapat beberapa informasi baru mengenai kematian Nixie.
"Jadi keluarganya gak mau jenazah Nixie diautopsi?" tanya Tengku dengan wajah sendu pada salah satu teman dekat korban, Cynthia, saat kami baru keluar dari rumah duka dan memutuskan duduk sebentar di kursi-kursi yang disediakan di halaman rumah.
"Iya, katanya mereka ikhlas. Lagi pula dari pemeriksaan dokter sama tim... apis-apis apa gitu."
"Inafis," ralatku pada cewek berambut panjang dan indah itu.
"Iya itu," sahutnya cepat lalu kembali melanjutkan, "katanya Nixie bener bunuh diri. Gak ada tanda kekerasan sama sekali."
"Terus kenapa Nixie bunuh diri? Aku bener-bener masih gak percaya loh. Apalagi kemarin Nixie keliatan masih baik-baik aja waktu aku liat di kantin. Dia masih senyumin aku, siapa sangka sekarang dia udah gak ada." Lagi-lagi Tengku berbicara dengan kepiluan yang tidak dibuat-buat, tapi tak sedikit pun menutupi kobaran api kepo di manik matanya.
Air mata Cynthia mengucur kembali. "Kayaknya dia patah hati. Kami nemuin chat Nixie gak terima diputusin pacarnya, dan merengek-rengek minta balikan."
"Dimas mutusin dia?" pekik teman semejaku itu dengan kekagetan yang agak berlebihan. Sudah kutahu sejak lama, walau cowok, Tengku memang termasuk orang yang hobi gosip. Namun aku tetap heran sendiri melihatnya. Apa yang salah dari diputusin si Dimas-Dimas ini. Apa Nixie cinta mati padanya?
"Bukan." Cynthia mengecilkan suaranya. "Bukan Dimas, tapi Dieter."
"Dieter siapa?"
Cynthia berdecak. "Yang anak baru itu loh, yang bule ganteng itu."
Tengku tampak berusaha mengingat-ingat sesuatu, sementara aku tak berusaha sedikit pun, pasalnya aku tahu betul aku tak mengenal orang itu. Aku sangat jauh berbeda dengan Tengku. Aku tidak suka mengurusi kehidupan orang lain, akibatnya ya begini, aku sangat jarang mengenal orang-orang di luar teman sekelasku. Tapi kuakui sekarang aku memang lagi kepo banget perihal si Nixie.
"Lebih ganteng dari gue?"
Cynthia menampilkan raut wajah malas. "Sok kegantengan situ," sahutnya. Aku cukup kagum dengan gadis ini yang tidak terpengaruh sama sekali dengan pesona Tengku. Atau bisa saja dia sudah cukup mengenal Tengku, dan tahu semua kejelekannya yang bikin ilfil.
Tengku malah cengengesan. "Aku gak kenal, tapi bukannya Nixie pacaran sama Dimas? Mereka udah putus?"
"Kamu kayak gak tau Nixie aja."
"Jadi dia macarin dua-duanya?"
"Gitu deh."
Mereka berdua terdiam lama. Entah sebab apa. Mungkin karena merasa tak enak karena telah membahas aib seseorang yang telah meninggal, atau karena tak ada lagi bahan untuk digosipkan.
Namun ternyata aku salah. Tengku masih banyak memiliki amunisi pertanyaan. "Terus Dimas gimana? Dia tau?"
"Kayaknya. Dieter juga tau makanya dia mutusin Nixie."
"Gimana mereka bisa tau?"
Kedua orang itu terdiam. Tengku memasang wajah geli, menatapku yang mungkin tidak ia sangka telah menguping pembicaraannya. Benar, yang bertanya tadi adalah aku.
"Aku juga gak tau."
Aku cukup kecewa mendengarnya, tapi kekecewaanku itu langsung lenyap saat melihat si gadis berambut sepinggang. Matanya sembab dan ia masih gemetaran. Ketika melewati kami bertiga, ia tersenyum pada Cynthia, yang dibalas pula oleh gadis itu.
"Nixie benar-benar dekat sama Fitri?"
"Entahlah. Kata Nixie sih enggak. Tapi kamu tau sendiri kan cewek itu sering banget ngintilin Nixie."
"Fitri itu siapa?"
Lagi-lagi mereka berdua diam dan memandangiku.
"Yang barusan lewat." Tengku tersenyum. "Tapi aneh gak sih. Nixie kan gak suka temenan sama cewek kayak dia. Maksudku, cewek itu kayak anak-anak pendiam dan gak banyak omong."
"Kami juga berpikir kayak gitu. Tapi Nixie gak pernah mau cerita yang sebenarnya. Dari gerak-gerik mereka kayaknya dekat. Tapi Nixie selalu membantah."
Itu kata-kata terakhir dari cewek itu yang kuingat, karena setelahnya kami langsung memutuskan untuk pulang tanpa menunggu jenazah Nixie dikuburkan pada sore harinya.
🥀🥀🥀
Sincerely,
Dark Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Amel Altaire
dr sini alur.a udah mulai jelas....Q dah agak paham....
2020-05-03
7