Aku menatap aneh orang-orang yang berlarian di koridor penghubung gedung sekolah dengan gedung ekstrakurikuler. Selepas menaruh tas di kelas aku langsung bergegas pergi ke tempat kemarin, berharap bisa bertemu gadis itu lagi. Namun saat tengah memerhatikan keadaan sekitar pohon beringin yang terasa lebih dingin dibanding pagi-pagi sebelumnya, fokusku beralih pada seorang pemuda yang berlari keluar dari gedung ekstrakurikuler, lalu kembali lagi bersama dengan lebih banyak orang. Salah satunya yang kulihat berlari bersama pemuda itu adalah Pak Andrew, Wakil Kepala Sekolah, dan Pak Wawan, penjaga sekolah.
Kepo, aku pun ikut berlari bersama orang-orang itu. Saat langkahku sudah berhasil menyamai mereka, aku bertanya, "Ada apa?"
"Ada yang gantung diri di perpus," jawab seorang laki-laki berambut hitam pekat yang berlari di sampingku.
Gantung diri? Pikiran jelekku berkelakar ke mana-mana. Tapi sebisa mungkin kuredam sebab tak ingin berasumsi yang bukan-bukan. Kami semua bergerak terburu-buru menuju perpustakaan yang berada di lantai tiga. Perpustakaan sendiri adalah salah satu tempat yang memiliki ruangan paling luas---setelah aula---di sekolah kami. Memiliki beraneka ragam buku yang terbilang cukup lengkap dan bervariasi untuk ukuran perpustakaan di sekolah menengah atas. Meski bukan tempat favorit kebanyakan siswa, tapi pihak sekolah benar-benar tak pernah main-main dalam menggelontorkan dana untuk tempat itu.
Selepas sampai di lantai tiga, sudah dapat kulihat pintu perpustakaan yang terbuka. Di depannya, Bu Bertha dan seorang siswi berdiri mematung dengan wajah memias. Kami masuk ke dalam dan di sana, di atas sebuah meja paling besar yang terletak di tengah-tengah ruangan, seorang gadis tengah tergantung dengan leher yang dipasangi tali putih. Matanya membelalak mengerikan dengan wajah membiru dan lidar terjulur akibat jeratan tali yang menutup jalur pernapasan. Pada meja di bawahnya terdapat cairan menjijikkan yang kutahu sebagai air seni yang menetes keluar dari tubuh korban. Seisi ruangan pun dipenuhi bau tidak sedap. Selain dari cairan tersebut, kuasumsikan juga berasal dari feses yang juga ikut keluar.
Beberapa dari kalian mungkin bingung kenapa kotoran tersebut bisa ada di sana, makanya aku akan sedikit memberi penjelasan. Pada saat seseorang meninggal, otomatis otot-otot pada tubuhnya juga ikut mati. Dub*r dan kandung kemih sendiri memiliki otot yang berfungsi menahan kotoran. Jadi saat seseorang meninggal gantung diri, akibat dari gaya gravitasi, maka otot-otot yang sudah mati dan mengendur akan membuat kotoran tersebut keluar sebab tak ada lagi yang bisa menahannya.
Tanpa diminta kejadian ini menarik murid-murid lain ikut berdatangan. Perpustakaan mulai ramai dengan orang-orang kepo yang langsung menunjukkan wajah shock saat melihat jenazah gadis yang meninggal gantung diri tersebut. Kulihat pula Pak Andrew yang kini tengah berbicara melalui telepon selular, terlihat keras dan depresi sekali. Entah siapa yang ia hubungi, tapi kutebak mungkin polisi atau paramedis.
Orang-orang yang semakin banyak memaksaku bergeser mundur, merapat pada meja administrasi. Kakiku seakan menginjak sesuatu. Aku menunduk, dan melihat sebuah ponsel. Kuraih ponsel bersarung merah muda itu.
Mawar?
Agaknya sang pemilik terobsesi dengan wewangian. Bahkan ponsel pun ia semprotkan parfum.
"Eh, hape siapa tuh?" tanya seorang pemuda yang tadi kulihat berlari-lari.
"Gak tau. Gue nemu di bawah tadi."
Ia sedikit mengernyit. Mungkin heran dengan cara bicaraku. "Bisa kuambil?"
"Emangnya lo siapa?"
"Kamu gak kenal aku? Aku Yadi, Ketua OSIS."
Masa sih ini ketua OSIS kami?
"Dia emang ketua OSIS," serobot seseorang di dekatku. Laki-laki berambut hitam pekat yang tadi kutanyai. "Kasih aja ke dia."
"Oh." Aku pun mengangguk dan memberikan benda itu.
🥀🥀🥀
Sincerely,
Dark Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Dwi Sari
ini kya mode hipnots untk bnh dri. apa penganut ajrn sesat??
2021-02-27
3