.
.
.
Kulihat sebuah bayangan hitam melintas dari luar jendela. Dengan cepat aku segera menuju ke sana, yang juga diikuti oleh Grisel.
"Woi!" teriakku pada sebuah sosok yang perlahan menjauh. Seseorang berjaket hoodie abu-abu yang berjalan menunduk sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket.
"Itu pasti penjahatnya!" cetus Grisel dengan wajah panik. "Kita harus keluar dari sini!" Gadis itu berusaha membuka jendela di depan kami. Ah, benar juga. Semua jendela di sini terkunci. Aku menjerit-jerit tadi pasti tidak akan kedengaran dari luar. Dasar bodoh. Meski dengar pun, tak mungkin juga orang itu akan berbalik dan dengan senang hati membuka pintu lalu mempersilakan kami keluar dengan baik-baik.
Aku mencoba membantu Grisel. Namun benda itu sepertinya sudah rusak. Macet saat hendak dibuka.
"Argh!" pekik Grisel yang kini memegangi jarinya yang mengeluarkan cairan merah segar.
"Aduh, lo harusnya hati-hati." Refleks aku menarik dan memeriksa tangannya yang terluka.
Namun ia kembali menarik tangannya. "Aku gak apa-apa. Mending kamu periksa jendela lain."
"Lo ini ambisius banget ya buat nangkep penjahat. Padahal darahnya sampe netes-netes gitu loh."
"Aku kan memang gak apa-apa, cuma luka kecil doang." Luka kecil katanya? "Sementara kita udah dekat banget tadi sama penjahatnya. Gimana kalo ternyata sekarang dia lagi nyari korban berikutnya?"
Aku menghela napas, dan mulai memeriksa jendela yang lain, tapi tak ada yang bisa dibuka. Meski bisa pun sebenarnya kami tak akan bisa keluar dari sana. Namun setidaknya kami bisa menjerit-jerit dan kemungkinan terdengar dari luar.
"Semuanya macet."
"Aku udah duga sih." Kini gantian Grisel yang menghela napas. "Kalau dia sengaja jebak kita ke sini, dia pasti udah tau kondisi gudang ini gimana agar bisa mastiin kita gak bisa keluar dengan gampang."
"Kayaknya kita gak berurusan dengan orang sembarangan." Aku memikirkan sesuatu. "Apa... menurut lo itu Jay?"
Grisel menatapku dengan keningnya yang penuh dengan kerutan. "Mungkin... Eh..." Tiba-tiba Grisel menepuk jidatnya. "Cepat hubungi Ali! Suruh dia nyari seseorang berjaket hoodie abu-abu terus datang ke gudang."
Ah, iya. Dasar goblok. "Astaga, gue gak mikir sampe ke situ."
Buru-buru aku mencari-cari ponselku dan mengirimi Tengku pesan seperti yang dikehendaki oleh Grisel.
"Gak dibales. Masuk juga enggak," ujarku setelah beberapa saat, melihat pada pesanku yang tidak terkirim. Apa pulsaku habis? Tapi tidak mungkin, aku ini selalu berlimpah pulsa. Atau di sini tidak ada sinyal. Aku mencoba lagi, dan berhasil, tapi setelah beberapa saat tetap tidak ada balasan.
"Aduh, Ali gimana sih? Kenapa di saat-saat begini dia ngilang? Tadi hapenya gak mati, kan?" keluh Grisel pada akhirnya.
"Kayaknya enggak. Tadi dia SMS lo juga, kan?"
"Iya. Mudah-mudahan dia cepat balas. Aku gak mau di sini semalaman."
"Tenang aja. Tengku pasti sadar kita gak balik-balik, dan ngecek hapenya. Sekarang kita obati luka lo aja."
Beberapa menit berikutnya luka Grisel sudah kubalut menggunakan saputangan yang ia bawa. Sejujurnya aku tak pandai membalut luka. Namun tak mungkin ia bisa membalut jari tangannya sendiri. Mungkin bisa, tapi pasti ia akan kesulitan. Makanya aku berinisiatif untuk membantu walau hasilnya jelek banget. "Sorry ya, gue gak pinter masalah beginian."
Grisel tersenyum menenangkan. "Gak masalah. Ini udah lebih dari cukup kok." Ia membawa tangannya ke samping kepala, menunjuk bundelan jelek hasil karyaku pada jari telunjuknya.
Aku meringis. Lain kali aku akan belajar cara menangani luka.
"Udah ada balasan dari Ali, belum?"
Segera aku mengecek ponselku mendengar pertanyaannya. "Belum ada."
"Astaga, dia ke mana sih?" cemas Grisel sambil mengeluarkan ponselnya. "Coba aku yang kirim pesan ke dia."
Sebenarnya itu akan sama saja. Tapi tak apalah. Tak ada salahnya mencoba segala hal di saat-saat begini. Omong-omong tentang mencoba segala hal, sepertinya aku memikirkan sesuatu. "Apa gue coba dobrak pintunya, ya?"
Grisel menoleh padaku. "Apa benar dobrak pintu itu segampang di film-film? Aku dulu pernah coba-coba dobrak pintu tapi gak berhasil."
"Gue gak tau." Aku berjalan menuju pintu dan mulai mengambil ancang-ancang. "Tapi gue kan cowok, siapa tau pintu ini lebih gampang dirusak." Lalu mulai berlari dan mendobraknya dengan bahuku seperti di film-film.
Hanya satu kata yang tercetus di kepalaku saat melakukannya. Hell. Pintu ini keras banget. Aku mencoba berkali-kali. Namun tetap saja tak berhasil. Aku mulai curiga kalau sebenarnya aku ini termasuk cowok letoy. Akhirnya aku menyerah. Dan kulihat Grisel tersenyum seolah menyabarkan.
Ah, malu banget! Aku pasti kelihatan gagal keren deh.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
novita setya
antara jay & ali..antara dijebak & menjebak..antara diumpankan & menangkap umpan..heleeee kebanyakan antara anyer jkt njuut lanjuut
2021-08-15
1
Nengsih Nengsih
iya aku juga curiga ma Ali soalnya dari awal Hansel masuk sekolah terus cerita keadaan sekolah dan pohon beringin dan Hansel bilang nggak takut si Ali kaya gimana gitu ke Hansel nya
2020-11-24
0
Milamocca
kok gw curiga sm si ali ini ya..di kebnyakan buku yg gw baca ataupun film misteri rata² pelaku'y org yg di sekitar kita..terdekat malah..
2020-04-28
1