NovelToon NovelToon

Your Heart Is My Home

Episode 1 Tentang Raka

“Kamu cinta nggak sama aku?” tanya seorang wanita dengan tatapan sedihnya.

“Cinta dong masa nggak, pokoknya kamu harus nunggu aku pulang ya, aku bakal nikahin kamu.” Lelaki yang di depannya kini mulai melangkah pergi memasuki mobil yang ingin di naikinya.

Dia hanya bisa melambaikan tangannya dengan senyuman palsu terukir di bibirnya, tak bisa membohongi perasaan kehilangan dan rindu yang akan datang.

**

Lagi-lagi itu semua hanya kenangan tiga tahun lalu yang selalu Naya ingat. Kenangan itu membuatnya menetap hati yang tak pasti kehadirannya.

Pandangannya tertuju pada sekumpulan koran yang tertata rapi di rak buku, koran itu berisi berita kematian Raka pacarnya yang hilang tiga tahun lalu akibat kecelakaan pesawat. Naya masih tak menerima berita itu karena dia belum menemukan jasad Raka hingga saat ini.

**

Naya menuruni anak tangga dengan tas yang digendongnya dan tumpukan buku yang ada di tangannya.

Pagi-pagi sekali dirinya akan pergi ke kampus, mengerjakan skripsi bersama Airin sahabatnya.

Terlihat bagaskara tersenyum dengan sinarnya, angin sejuk menemani pengendara mobil dan motor yang berlalu lalang di jalan raya. Sekumpulan anak geng motor melajukan motornya menuju ke sekolah.

Naya telah sampai di kampus, menuju ruangan dosen pembimbing adalah ketakutannya, bagaimana tidak hari ini adalah hasil apakah dia akan diterima skripsi atau malah di tolak.

Dosen itu melihat hasil skripsi Naya dengan sangat teliti. Naya meremas kedua tangannya dengan wajah cemas ia berharap hasil yang memuaskan.

15 menit sudah, Dosen itu kini menatap Naya dengan tatapannya yang tak bisa diartikan.

“Maaf Naya, kamu tidak akan mengulang Skripsi kamu lagi, karena kamu lulus,” seru Dosen itu.

*

Katanya masa-masa SMA adalah masa yang sangat indah bukan? Ya benar sekali. Tetapi Naya berpandangan lain, katanya masa SMA adalah masa yang menyebalkan dan malu jika di kenang.

“Lo ya yang naruh permen karet di kursi gue!” Naya mencengkram kerah baju lelaki blasteran inggris itu.

“Enak aja kalau ngomong, jangan fitnah ya, kurang kerjaan banget gue naruh permen karet di kursi lo,” gumam lelaki itu.

Kenangan itu muncul lagi di memori otaknya. Bagaimana tidak lelaki blasteran yang menjadi musuh bebuyutannya itu membuat memori otaknya penuh akan hal konyol tentang dia.

SMA Darma Bangsa

Naya menatap nama SMA itu yang dulu menjadi sekolahnya dan kini ditempati adik perempuannya yang duduk di bangku kelas 12 Mipa 3.

“Kak Naya!” Suara itu membuyarkan lamunan Naya.

Pandangannya tertuju pada gadis cantik mengenakan seragam putih abu dengan jepitan rambut kupu-kupu terpasang rapi samping telinga.

Kayra Florence Mardani

“Kayra, kamu ngagetin Kakak aja deh.”

“Lagian Kak Naya diam aja, lagi mikirin apa sih?” tanya Kayra.

“Kepo. Udah ayo masuk mobil.”

**

“APA DIJODOHIN!!”

Bagaimana tidak terkejut, Naya yang baru kehilangan cintanya, harus memulai dengan cinta yang baru, itu bukan hal yang mudah. Tiga tahun menunggu bukan waktu yang cepat untuk melupakan seseorang.

“Ma, Pa. Tapi Naya kan masih punya Raka,” tolak Naya.

“Naya dengerin Papa. Raka itu sudah meninggal, kamu harus ikhlas untuk dia, kamu berhak bahagia,” desis sang Papa

“Pa, Raka itu belum meninggal buktinya jasadnya aja belum ditemukan, itu artinya kemungkinan masih ada kesempatan buat dia,” bantah Naya.

Nisa hanya bisa mengusap lembut bahu putrinya sebagai penguat. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa bahkan melakukan apapun, karena percuma Naya tidak akan mendengar ucapannya.

“Mama, percayakan kalau Raka itu masih hidup, dia nggak meninggal Ma, dia cuma hilang.” Naya meminta pembelaan kepada Mamanya.

Nisa hanya tersenyum tak bisa menahan kesedihan putrinya.

Kabar kecelakaan pesawat itu memang tiga tahun yang lalu, namun Naya masih menganggap bahwa Raka masih hidup. Tidak mungkin bisa Naya melupakan itu dengan sangat singkat dan mulai dengan orang baru.

Kayra hanya bisa menangis, ia tak kuasa melihat Kakaknya tersiksa seperti ini.

**

Pertemuan itu akan tetap terjadi kepada kedua keluarga yang sudah merencanakan makan malam bersama. Malam ini Naya harus mengenakan gaun yang sangat cantik. Pertemuan antara kedua keluarga Mardani dan keluarga Abikara akan dimulai pada jam 20.00 wib.

Setelah sepuluh menit menunggu, keluarga Abikara yang di nantikan keluarga Mardani akhirnya sampai di meja yang sudah di siapkan.

“Selamat malam Pak Aldan Mardani!” sapa Pak Abikara.

“Malam Pak Abikara.”

Pak Aldan mempersilakan duduk Pak Abikara, begitu juga dengan lelaki bertubuh tinggi dengan kemeja abu-abu yang dia kenakan.

Tatapan Naya tertuju pada lelaki yang duduk di hadapannya. Mata mereka saling bertemu, rasa rindu, kesal dan kesan ada pada mata itu. Keduanya saling memperlihat ekspresi terkejut mereka.

“Naya!”

“Naufal!”

Naufal Putra Abikara

Naya langsung mengalihkan pandangannya.

“Kalian saling kenal?” tanya Pak Abikara.

Naya beranjak pergi meninggalkan makan malam itu. Naufal lalu mengikuti langkah Naya pergi.

Dengan perasaan kesal dan campur aduk itu, Naya berjalan tanpa tujuan, menembus udara malam yang begitu dingin.

“Naya … Naya!” Suara itu Naya hiraukan bahkan menengok kebelakang pun dia tak akan mau.

Tin!tin!

Bunyi klakson mobil membuyarkan lamunannya, tanpa sadar dirinya sudah ada di tengah-tengah jalan raya dengan mobil motor yang berlalu lalang. Suara klakson saling bersahutan, Naya membuat kemacetan para pengendara. Seseorang langsung menarik lengan tangan Naya, membawa Naya dari kerumunan jalan raya.

“Lo gila atau gimana sih, kalau mau mati jangan nyusahin orang!” sentak Naufal.

Naya mendorong tubuh kekar Naufal. “ Lo ngapain sih dateng ke hidup gue!”

Lelaki berwajah blasteran inggris itu menatap Naya dalam, tak pedulikan pukulan yang Naya berikan tidak membuat dirinya sakit, justru dia malah menarik Naya untuk masuk ke dalam pelukannya. Semakin Naya melawan, semakin erat pelukan yang dia berikan.

**

“Ngapain lo datang ke hidup gue lagi Naufal?” Naya menanyakan hal itu lagi.

Tempat mereka berbeda bukan di pinggir jalan lagi. Naufal menghantarkan Naya pulang dan kini mereka tengah mengobrol di depan teras rumah.

“Hidup itu penuh plot twist, Naya. Mungkin kita dipertemukan lagi karena ada sesuatu hal yang belum kita selesaikan.”

“Semuanya sudah selesai Naufal, cerita gue sama lo itu udah selesai lama. Nggak ada manfaatnya gue ketemu lagi sama lo,” gumam Naya.

Hembusan angin malam semakin membuat keduanya larut dalam pikiran masing-masing.

“Ada manfaatnya, gue bisa ngobatin orang sakit.”

Ya jelas karena Naufal sekarang sudah menjadi seorang dokter di rumah sakit milik papanya.

“Nggak usah banyak cincong lo, sana pergi!” Naya beranjak masuk meninggalkan Naufal yang masih berdiam diri di teras rumah.

**

Naya sudah berpakaian rapih, ia ingin berniat pergi ke rumah Raka bertemu dengan keluarganya.

Tok!tok!

Suasana rumah yang terlihat sepi dan dedaunan pohon yang berserakan membuat rumah ini seperti tidak berpenghuni. Terakhir kali Naya datang tiga tahun lalu, saat tau kabar hilangnya Raka.

episode 2 Hah Menikah!

RS. Mitra Medikal

Hari ini sangat melelahkan bagi Naufal, dirinya harus menangani banyaknya pasien yang datang. Naufal memesan secangkir kopi untuk mengisi kepenatannya.

Menatap layar handphone berisi chat dirinya masih ceklis dua abu-abu. Naya belum melihat chatnya, padahal dirinya chat lima jam yang lalu dan Naya terakhir online dua puluh menit yang lalu.

“Sebenci itu dia sama gue, padahal kan itu masa SMA masa-masa remaja?” monolognya.

**

“Hah! Kok bisa sih lo di jodohin sama Naufal?” Airin sekaligus sahabatnya Naya sejak SMA hingga saat ini masih tak percaya dengan penjelasan Naya.

“Iya beneran.”

“Hahaha …” Lalu Airin tertawa.

Naya mengangkat satu alisnya, aneh dengan kelakuan Airin yang tiba-tiba tertawa tidak jelas.

“Kenapa ketawa? Ada yang lucu emang?”

“Ada. Lucunya karena lo dijodohin sama musuh Lo pas SMA.”

“Jadi bener ya apa kata orang-orang jaman dulu, kalau orang berantem terus lama-lama jodoh.” Airin mengingat perkataan ibu-ibu di komplek rumahnya.

“Ngaco lo, nggak mungkin lah gue kan sama Naufal musuh banget mana mungkin bisa akur apalagi jodoh, ogah banget,” gumam Naya.

“Mungkin saat ini lo nggak mau, tapi nanti lo bakal mau sama dia entah itu kapan, tunggu aja,” ucap Airin penuh keyakinan.

**

Malam ini jalanan begitu terasa sepi, tidak ada pengendara yang berlalu lalang. Naya mempercepat langkahnya, dirinya merasa ada seseorang yang mengikuti dari belakang.

Sepulang bertemu dengan Airin tadi, Naya pulang dengan berjalan kaki karena saat turun hujan waktu menjelang magrib, taxi online dan ojol tidak mengcancel pesanan mereka, menyebabkan Naya susah mencari transportasi untuk pulang.

Tap!tap!

Suara langkah kaki yang Naya dengar itu semakin mendekat ke arahnya. Sesekali dirinya menengok ke belakang namun tidak ada siapa-siapa.

“Ayok, dari mana mana, Neng?” Kemunculan dua pria dari hadapan Naya.

Berbadan besar dan berpenampilan acak-acakan, Naya sudah menebak bahwa kini yang ada di hadapannya adalah preman.

“Ayok Abang antar pulang.” Preman itu mencengkram lengan tangan Naya.

“Nggak mau, lepasin!” Naya berusaha melepas cengkraman itu, namun preman itu semakin menguat cengkeramannya.

“Lepasin, tolong … tolong!” teriak Naya.

Preman itu tertawa kemenangan. Naya tak berhentinya menangis, berharap ada seseorang yang menolongnya.

“Ya Allah, tolong Hamba. Hamba, janji jika ada yang menolong Hamba, Hamba akan memberi satu permintaan kepada orang yang menolong Hamba itu,” monolog Naya dalam hatinya.

Tak berselang lama, terdengar suara motor KLX dari kejauhan. Pengendara itu memberhentikan motornya tepat di depan mereka. Naya bernafas lega, seseorang ingin menyelamatkannya.

Pengendara itu membuka helmnya menampakan wajah tampan blasteran dengan potongan rambut curtain hair menambah pesona ketampanannya meningkat.

“Naufal!”

Lelaki dengan motor KLX itu Naufal Putra Abikara, lelaki yang Naya benci.

Naufal mencengkram kerah baju preman itu.

Bugh

Bugh

Bugh

Tinjuan melayang pas mengenai rahang kedua preman itu, tanpa ampun Naufal menghajar mereka secara bersamaan hingga bibir mereka mengeluarkan banyak darah segar. Naufal meraih tangan kedua preman itu dan melintirnya, ia lumpuhkan dengan menendang persendian kedua preman itu.

Preman itu tergeletak lemah di tanah tak sadarkan diri. Naufal membersihkan tangannya yang berumuran dara segar itu dengan botol minumnya. Naya mendekati Naufal, menjulurkan sapu tangan miliknya. Tak ada kata apapun yang keluar dari mulut lelaki itu, ia tengah fokus membersihkan darah itu, lalu mengelapnya dengan sapu tangan pemberian Naya.

Lagi-lagi dia tak mengeluarkan kata-kata. Naufal memakaikan helm itu di kepala Naya, ajaibnya Naya tidak memberikan penolakan, mungkin karena syok dan masih ketakutan.

Naufal menurunkan footstep motornya satu persatu, kemudian mempersilahkan Naya untuk menaiki motor.

“Ya Allah, tolong Hamba. Hamba, janji jika ada yang menolong Hamba, Hamba akan memberi satu permintaan kepada orang yang menolong Hamba itu,” monolog Naya dalam hatinya.

Kalimat itu masih saja teringat dalam pikiran Naya. Naya mondar-mandir di dalam kamarnya, ia tak menduga bahwa yang menolongnya adalah Naufal. Naya harus mengabulkan janjinya itu, tetapi di satu sisi dirinya benci dengan Naufal.

Tanpa pertimbangan, Naya membuka tombol panggilan mencari nama cowok yang tengah di carinya.

Naufal Musuh Gue

Naya memencet tombol panggilan, dan terdengar suara deringan pertanda dia sedang aktif.

Naufal Musuh Gue.

Hallo.

Naya Aja

Oh

Hallo, Naufal.

Naufal Musuh Gue

Kenapa, Nay.

Naya Aja

Gue besok kau ketemu saja lo, bisa?

Naufal Musuh Gue

Di kafe dekat SMA kita dulu.

Naya Aja

Okey, by.

Naya mematikan sambungan telepon itu sepihak, lalu melemparkan Handphonenya di kasur.

“Ada hal penting apa?” tanya Naufal.

Keduanya tengah berada di kafe tepat mereka bertemu, sembari ada secangkir teh yang menjadi penengah pembicaraan mereka.

Naya pun mulai menceritakan maksud ucapannya tadi malam.

“Jadi apa mau lo sekarang?” Naya langsung to the point.

Naufal menatap Naya dalam, bibirnya mengukir sebuah senyuman yang tak bisa diartikan.

“Nikah,” kata Naufal Putra Abikara.

“Hah!” Naya mengangkat satu alisnya.

Permintaan Naufal di luar dugaannya. Naya memijat pelipisnya, seketika wajahnya menjadi pucat menampilkan ekspresi cemasnya.

“Maksud lo apa sih?”

“Lo budeg atau gimana? Ya gue mau nikah sama lo,”terang Naufal lagi.

“Tapi kenapa harus nikah? Kan bisa barang kek atau makanan?”

“Kalau itu gue bisa beli sendiri, yang gue butuhkan saat ini ya nikah sama lo,” jawabnya.

“Alasannya?”

“Oma, oma gue selalu nyuruh gue buat cepet nikah makannya bokap gue jodohin gue sama lo. Oma gue punya penyakit , gue cuma mau liat oma gue sembuh dan bahagia dengan liat gue menikah, jadi lo harus menerima perjodohan itu,” terang Naufal.

Ada rasa kasihan, namun ada rasa tak rela di hati. Naya masih berharap jika Raka kembali dan menikahinya pasti sekarang dia sudah bahagia. Menikah dengan orang yang tidak dia cintai bukan hal yang Naya inginkan apalagi orang itu musuhnya waktu SMA.

“Tenang, ini nggak berlaku selamanya, ini berlaku pas oma gue benar-benar sembuh dari sakitnya, terus gue bakal cerein lo. Lagi pula gue nggak mau kali nikah seumur hidup sama lo.”

Lagi-lagi Naya berpikir keras, ini bukanlah hal yang mudah. Menikah adalah ibadah, namun apakah menikah dengan orang yang tidak saling mencintai itu termasuk ibadah?

“Oke gue mau, tapi lo juga harus bantu gue.” Naya mulai angkat bicara.

“Apa?”

“Lo harus bantuin gue cari Raka, pacar gue yang hilang akibat kecelakaan pesawat,” ungkap Naya.

“Gue yakin banget dia masih hidup, dia cuma hilang,” lanjutnya. Naufal mengangguk paham dan setuju akan kesepakatan mereka berdua.

***

Tap!tap!tap!

Suara langkah kaki seseorang membuat satu ruang kelas 12 Mipa 3 berubah menjadi hening. Guru mapel Biologi memasuki kelas dengan langkah seorang lelaki di belakangnya.

“Selamat pagi anak-anak!”

“Pagi Ibu!”

Mata para murid tertuju kepada seorang lelaki tampan bertubuh tinggi, dengan tas yang di gendong di bahu kanan nya. Lelaki itu berwajah blasteran inggris.

“Kita kedatangan murid baru, silahkan kamu memperkenalkan diri!”

“Nama gue Alvero Putra Abikara, panggil aja Vero.”

“Baik, kamu boleh duduk di barisan sana!” Bu Mia menunjukan tempat duduk Vero.

Vero beranjak ke tempat duduknya, ekor mata nya melirik ke arah tempat duduk seorang wanita yang tengah membaca buku.

“Baik kita mulai pembelajaran nya!”

**

Bel istirahat sudah berbunyi, para murid berhamburan keluar kelas mereka, mereka harus mendinginkan kepala mereka akibat perangnya mapel di jam pertama. Begitu juga dengan Kyara dan sahabatnya bernama Luna, dengan datang ke kantin untuk mengisi perut mereka.

“Kyara, katanya di kelas lo ada anak baru ya?” tanya Luna, tangannya memainkan sumpit mie ayam.

“Iya.”

“Katanya ganteng ya?” tanyanya lagi.

“Lumayan.”

“Tadi gue dengar dari Siska, dia ikut ekskul basket.”

Kayra tak mempedulikan cerita Luna tentang anak baru di kelasnya itu.

“Ih ganteng banget!”

“Siapa sih dia?”

“Dia anak baru ya, namanya Alvaro.”

Kayra mendengar obrolan para murid di kantin tentang anak baru. Baru sempat menjadi bahan perbincangan para murid, lelaki itu kini memasuki kantin.

Semua pandangan mata tertuju pada objek yang tengah dibicarakan. Mata Kayra dan Luna juga ikut melihat lelaki yang tengah mengantri di barisan para siswa.

“Tuh kan Kayra, ganteng banget.” Luna menunjuk ke arah Varo.

“B aja.”

episode 3 Menikah

Brug!

Alvaro melempar tasnya ke sembarang arah, lalu beranjak menuju kamarnya.

“Vero!” Langkah kakinya berhenti mendengar namanya dipanggil.

“Ada apa Bang?” tanya Vero membalikan badannya menghadap orang yang memanggilnya.

“Gue mau nikah,” katanya tepat di hadapan Alvaro.

“Sama siapa, Bang?” tanya Alvaro wajahnya seketika berubah menjadi serius.

“Sama cewek lah.”

“Iya, tau maksudnya ceweknya siapa, Bang Naufal?”

Lelaki itu Naufal Putra Abikara kakak dari Alvaro Putra Abikara.

“Nanti lo juga tau, Ro,” sahut Naufal beranjak menaiki tangga.

“Sok misterius lo Bang, nggak asik,” ketua Vero mengikuti langkah Naufal.

***

Di ruangan yang begitu mewah, aneka bunga mawar menghiasi seisi kamar dengan cat biru muda dan campuran merah jambu. Terlihat Naya tengah duduk di depan cermin dengan gaun pengantin, memperlihatkan kecantikan nya dan balutan mahkota yang terpasang indah di atas kepalanya.

Penampilan cantiknya itu seakan tak bersahabat dengan dirinya. Tak ada senyuman yang terukir manis di bibirnya, hanya lamunan yang terpantul oleh cermin di hadapannya.

“Senyum dong, ini kan hari pernikahanmu.” Ucapan Mamanya mampu membuyarkan lamunan Naya.

Naya membalas dengan senyuman, pertanda ia bahagia di depan Mamanya.

.

Kayra ingin mengambil minuman untuk dirinya dan Luna, namun seseorang menabraknya dari belakang akibatnya minuman itu tumpah mengenai gaun yang di pakainya.

Sorot mata yang tak asing itu saling bertemu, menampilkan ekspresi terkejut keduanya.

“Vero!”

“Kayra!”

“Ngapain lo disini?” tanya Vero.

“Seharusnya gue yang tanya sama lo, ngapain lo disini. Ini tuh acara pernikahan kakak gue,” terang Kayra, dirinya sibuk mempersilakan gaun yang ketumpahan air minum itu.

“Hah! Kakak!” Alvero terkejut.

“Berarti yang nikah sama abang gue itu, kakak lo?”

Keduanya saling terkejut. Dunia begitu sempit, sampai-sampai mempertemukan mereka kembali, cerita kehidupan bagaikan cerita novel yang memiliki banyak plot twist di akhir cerita. Seperti pertemuan kedua mereka berdua.

Siang berganti menjadi malam. Acara pernikahan Naya dan Naufal sudah berakhir sejak dua jam yang lalu, kini mereka tengah membersihkan diri.

“Barang lo banyak banget sih,” gumam Naufal membawa barang-barang Naya ke kamarnya.

“Ya namanya juga perempuan, pasti barang- barangnya itu banyak banget, ada makeup, alat mandi, baju, novel, dan masih banyak lagi,” terang Naya.

Naufal hanya bisa memijat pelipisnya, ia tak bisa membayangkan sebanyak apa barang-barang Naya di kamarnya.

Naya membuka lemari, melihat tumpukan baju Naufal yang begitu rapih. Sedikit kagum dengan lelaki yang kini menjadi suaminya, walaupun lelaki dia mampu menata kamarnya begitu rapih. Naya mulai menempatkan baju-bajunya di lemari yang kini sudah menjadi miliknya juga.

Naya meluruskan kedua kakinya di ranjang kasur dengan pandangan mata tertuju pada laptop yang menampilkan drakor kesukaannya.

Clek

Pintu kamar mandi terbuka, menampakan Naufal tengah mengeringkan rambutnya yang acak-acakan dengan handuk. Naufal menatap Naya yang tengah menatapnya.

“Terpesona? Memang gue tuh ganteng, tapi nggak gitu juga kali ngeliatnya,” ucap Naufal.

Naya memutar bola matanya malas, dan kembali menatap layar laptop dihadapannya.

Naufal beranjak menaiki ranjang berniat untuk duduk disamping Naya, namun Naya buru-buru langsung menendangnya, sehingga Naufal tersungkur ke shofa.

“Apa-apaan sih lo, enak aja mau seranjang sama gue,” gumam Naya.

“Ini kan kamar gue, hak-hak gue dong mau tidur dimana,” protes Naufal mengelus sikutnya akibat benturan sofa.

“Ngga! Pokoknya yang tidur di kasur itu gue, dan lo tidur di sofa!” Naya menarik selimutnya dan mulai memejamkan mata.

Naufal menarik selimut Naya kembali, berusaha mengambilnya. Semua tenaga Naya menariknya kembali, jadilah mereka saling tarik-menarik selimut.

“Buat gue!”

“Ini punya gue!”

Tenaga Naufal lebih kuat dari Naya, tarikan Naufal yang begitu kuat hingga membuat Naya ikut terserah ke selimut dan ia terjatuh ke bawah.

“Aduh, sakit,” rengek Naya memegang pinggangnya.

Naufal tertawa kemenangan. Keduanya sama-sama impas, saling sakit karena ulah mereka berdua.

Naufal mengambil selimut tak lupa mengambil bantal dan ia mulai membaringkan tubuhnya ke sofa yang tak jauh berbeda empuknya dengan kasur. Dengan wajah kesal, Naya mengambil selimut miliknya di lemari dan mulai berbaring di kasur.

**

Suara ayam berkokok yang saling bersahutan menandakan matahari mulai terbit dengan sinarnya, dan suara kicauan menjadi melengkap suasana di pagi hari pukul 06.00 wib.

Bertepatan dengan bangunnya Naya dari tidur nyenyak semalam. Naya mengucek kedua mata, tidak melihat keberadaan Naufal.

“Tikus!” teriak Naya.

Panggilan itu adalah panggilan khusus Naya beri untuk Naufal sejak SMA.

Berharap ada sahutan dari dalam kamar mandi, namun tak ada jawaban. Selimut dan bantal di sofa pun sudah ditaruh semula kedalam rancak.

*

“Good morning, sayang!” sapaan dari Oma Yuma di meja makan yang tengah menyiapkan sarapan.

“Morning, Oma.”

Naya melihat sekeliling rumah begitu sepi hanya ada Oma Yuma. Sebenarnya Naya tengah mencari keberadaan Naufal yang menghilang entah kemana.

“Kok sepi Oma, yang lain pada kemana?” tanya Naya.

“Abikara sudah berangkat ke kantor, Vero masih tidur, kalau Naufal habis sholat subuh langsung joging,” terang Oma.

“Oh, Naya bantuin nyiapin yang Oma.” Naya membantu mengoleskan selai roti.

“Pagi!” Suara Naufal yang masuk melalui pintu belakang.

“Naufal, kamu joging nya lama banget sih, kasian istri kamu nyariin,” ujar Oma.

Seketika Naya membulatkan matanya, padahal dirinya tidak menanyakan Naufal. Naufal hanya mengangguk paham.

“Iyalah Oma, istri aku kan nggak mau jauh-jauh dari aku, tadi malam aja tidurnya minta di peluk,” kata Naufal, tangannya merangkul Naya.

Naya hanya tersenyum pasrah, sebenarnya di dalam hati rasanya ingin muntah mendengar perkataan Naufal barusan.

“Iya, kamu kemana aja sih, aku nyariin kamu?” Naya membalas rangkulan Naufal, sesekali mencubit pinggangnya.

“Aduh, kamu tuh gemes banget sih Baby.” Naufal mencubit pipi Naya, sebagai balasan karena Naya mencubit pinggangnya.

“Aduh kalian berdua pagi-pagi udah romantis aja sih, Oma jadi iri.”

“Selamat pagi wahai penghuni rumah ini!” teriak Vero berjalan menuruni tangga, yang sudah siap ingin berangkat ke sekolah.

“Pagi Oma!” Vero mencium pipi Oma.

“Pagi cucu Oma.”

“Pagi pasutri baru!” Vero ingin memberi ciuman untuk Naufal, namun Naufal segerah menarik bibirnya itu.

“Main nyosor aja lo,” celetuk Naufal.

“Yakan gue mau beri lo ciuman pagi.”

Naufal bergelidik geli melihat tingkah adiknya.

**

Hari ini Naufal tidak berangkat kerja, dirinya sudah berjanji membantu Naya untuk mencari informasi Raka. Tujuan mereka ke rumah keluarganya Raka yang kemarin Naya sempat kesana namun tidak ada informasi yang ia dapat.

“Ini bener nggak sih rumahnya?” tanya Naufal melihat rumah yang seperti tak berpenghuni.

“Bener, gue terakhir kesini tiga tahun lalu.”

Naufal mengecek ke jendela, hanya kegelapan yang ia lihat tak ada apapun di dalam.

“Kayaknya pindah rumah deh, Naya,” tebak Naufal, jari telunjuknya meraba jendela.

“Liat deh, berdebu. Itu artinya rumah ini nggak ada penghuninya.” Naufal menyimpulkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!