"Kita tinggal nunggu kabar saja sayang." Seorang pria paruh baya tertawa puas sambil menghisap rokok di tangan kanannya.
"Iya Pah, aku uda ga sabar melihat Clara mentalnya terganggu, karena masadepannya hancur," ucap Yuna tersenyum penuh kemenangan.
Dari depan tiga orang pria bertubuh kekar berlari sempoyongan, badannya babak belur wajahnya benjol semua, dengan langkah yang dikuat-kuatkan mereka menemui tuannya, dan tak lama kemudian di susul oleh yang dua orang lagi karena ketinggalan, tapi ketiganya tidak sadar kalau dua dari mereka berhasil Clara tangkap sebelumnya.
"Bos, ampun bos, kami gagal mengerjai target," ucap salah satu dari mereka.
Yuna dan Heru sangat kaget, bagaimana orang pilihan yang sudah terlatih suruhannya bisa gagal.
"Hey, kalian berlima kenapa? Siapa yang hajar kalian?" tanya Yuna.
"Dia sendiri bos, mengalahkan kami berlima." dengan mapas tengah-engah mereka sangat malu mengakui fakta.
Bertambah syok Heru dan Yuna, mana bisa? Apakah mereka tidak salah?
"Memang ada yang bantu dia buat hajar kalian?" tanya Heru.
"Tidak ada bos, ga tau dia itu asli wanita, apa banci Thailand, cantik lembut tapi aduh, ... "
"Kalian saja yang tidak pecus, pokoknya aku tidak mau tau, kalian harus bisa mengerjai gadis liar itu!" bentak Heru pada kelima suruhannya itu.
Suasana hening, tinggal ada Yuna dan Heru saja di dalam ruangan itu, Heru menghisap rokoknya dalam-dalam, berfikir keras mencari cara untuk bisa menyingkirkan Clara.
Begitupun Yuna, dia nampak mondar mandir tidak tenang, dia sadar, dengan adanya Clara yang selalu mengganggu bagaikan parasit, dia akan tidak berguna bagi Vano, dan bagi Andran dan Vivian dia sosok menantu yang payah.
"Pah, apakah aku nyerah saja, ya?" keluh Yuna kepada Heru.
"Kamu bilang apa? Itu artinya kamu kalah sebelum berperang, Yun,"
"Habis, mau gimana lagi, Pah? Clara sangat licik dan kuat, bagaimana bisa dia mengalahkan lima orang pilihan papah?"
"Berperanglah melawan Clara dengan tujuan untuk kita, dan bonusnya, Yuna bersuamikan Vano yang tampan, dan mapan," ucap Heru memotifasi putrinya.
"Iya, Papa benar, Vano memang tampan, Pah," jawab Yuna sambil tersenyum mengingat wajah Vano.
"Yuna, kan ada Papah yang mendukung dan bantu kamu, tapi Clara sendiri, ibarat pribahasa sepandai-pandainya tupai meloncat, dia akan jatuh pula," ucap Heru menyemangati sambil menepuk bahu putrinya.
"Iya, Papa benar, terimakasih, ya Pah," ucap Yuna memeluk Heru.
Siang itu Clara, Selly dan Eren sedang berkumpul di Cafe milik Reza, mereka sudah terbiasa nongkrong di sana, menjadikannya base camp.
Mereka berempat asik bercanda ria menceritakan masalah pribadi masing-masing, kejengkelan dengan dosen kiler lah, teman yang konyol dan ada aja, yang jelas mereka tidak akan pernah kehilangan bahan bicara kalau hanya sekedar untuk tertawa.
"Eh, by the way, kabar mantannya Reza gimana, ya?" ucap Erem memulai.
"Hah, Mantannya Reza? Siapa, Ren?" tanya Clara, bingung dan penasaran.
"Ciye... TTM nya kepo nih, Sel, kepo dia, hahaha," Eren tertawa.
"Za, emang kamu punya mantan? Siapa, sih? Kok aku ga tau," tak hanya Clara, rupanya Selly ga kalah keponya.
"Tau, tuh Eren, ngarang gaya bebas kayaknya," ucap Reza juga bingung.
"Erwin, hahaha haeee gaees ayke ada sayembara buat yeeyyy," ucap Eren sambil meniru cara khas bicara Erwin yang merupakan sebuah kutukan bagi Clara.
Karena dia, Clara jadi bahan ejekan pula di kelas, sebagai saudara kembar yang terpisah.
"Erlin, kali ya, mantannya Reza, Rat," ucap Selly.
"Permisi," ucap seorang wanita menenagkan kegaduhan yang keempat geng itu buat.
Sontak keempatnya menoleh ke arah sumber suara itu, Para lady's saling berpandangan karena tidak kenal, tapi Reza, dia menyapa wanita itu dengan Ramah dan mempersilahkan untuk duduk.
"Eh, Kamu, ayo sini duduk!" ucap Reza.
"Kenalin, mereka ini sahabat dari semasa SMA yang bagiku sudah seperti saudara, ini Eren, ini Selly dan itu Clara," kata Reza mengenalkan.
"Kalian, kenalin, ini Lusi, dokter yang ngerawat aku pas di RS beberapa hari yang lalu,"
Mereka saling berkenalan dan saling mengobrol, "kalau tidak salah, mereka bertiga yang nemenin kamu itu, kan Rez?" tanya Lusi.
"Iya, makanya aku bilang mereka dah aku anggap saudara, kamu mau minum apa, Lus? Kopi, ekspereso capucino atau .... "
"Capucino saja." Gadis itu dudul di depan Clara, dan berusaha mendekatkan dirindemgan 3 gadis di depannya.
"Ok, aku buatkan sendiri, spesial for you," kata Reza lalu beranjak.
Lusi memandangi Clara dengan tatapan kagum, selain anak ini cantik, ceria, dia juga supel, bahkan ketika mereka ngobrol berlima, Lusi merasa Clara memiliki posisi penting di hati Reza.
Pantas saja, Reza menyukainya, pria mana yang tidak menyukai Clara, dia Cantik, tinggi ramah supel, dan tidak sombong sama sekali, ucap Lusi dalam hati.
"Di Trisakti kamu ambil jurusan apa, Ra?" tanya Lusi.
"Jurusan bisnis."
"Oo suka dengan dunia bisnis, ya?"
"Begitulah, awalnya aku pengen jadi dokter, tapi, berhubung papaku sering ajak aku ke kantornya dan minta bantuan untuk pembukuan, aku jadi tertarik."
"Oh, bagus, kalau aku, memang ayahku adalah seorang dokter, ibuku bidan, dan aku mengikuti jejak mereka, bergelut di dunia kesehatan."
"Iya, bagus, Lus nanti enak, kalau Reza sakit pas kamu tugas darurat, kan ada nyokap dan bokap kamu, ya," kata Clara asal nyeplos. Membuat Lusi malu dan wajahnya bersemu kemerahan.
Baru satu jam kenal Clara, Lusi merasa nyaman dan suka bergaul dengan dia, hal itu juga diutarakan kepada Reza setelah ketiga sahabat Reza pulang.
"Clara, baguslah kalau kamu sudah pulang, ada yang pelu Mama dan Papa omongin ke kamu."
"Apa, Ma?" tanya Clara menebak-nebak.
"Bulan depan, setelah ujian semester, kamu siap-siap untuk melanjutkan pendidikanmu 2 tahun di USA,"
"Oh, iya, itu saja, Ma?" tanya Clara dengan ekpresi tenang dan datar.
Vivian mengangguk pelan, dilihatnya Andrean sekilas oleh Clara, lalu dia langsung naik tangga menuju kamarnya.
"Clara!"
Clara menoleh ke sumber suara yang memanggilnya itu, dia tersenyum ketika melihatnya.
"Kakak, uda pulang juga?"
"Iya, mama barusan ngomong, apa?"
"Perihal bulan depan aku dipaketin ke USA, untuk kuliah di sana."
"Dan kamu masih bisa tenang?"
Clara mengankat kedua pundaknya, "Lalu aku bisa apa? Ya sudahlah itu maunya, aku ikutin saja, asal di iyakan dan aku nurut nanti juga dia bahagia."
"Ra, .... "
"Sudahlah kak, ikuti saja alurnya, ini permainanku,"
Vano mengangguk, namun hatinya was-was, dia tidak tau apa yang akan dilakukan Clara.
Apa yang akan dilakukan Clara memang tidak ada yang tahu, termasuk Vano dan Vivian, yang mereka tau, Clara sering bikin spot jantung dengan prilaku di luar dugaan.
Tapi kali ini apa sungguh tidak bisa ditebak, dia menolak ke USA, tapi masih aja berlaku santai.
Seiring berjalannya waktu, Reza menjadi dekat dengan dokter Lusi, mereka sering keluar untuk kencan bersama.
"Za, kamu tu sayang banget, ya sama ketiga sahabatmu itu," tanya Lusi ketika mereka jalan-jalan.
"Iya, Lus mereka itu tulus." Mata Reza tidak teralihkan dari jalanan di depannya.
"Tapi sepertinya kalau ke Clara kamu beda, sepertinya dia memiliki tempat khusus di hati kamu, Za."
Reza bergeming.
"Sorry, Za."
"Iya, gapapa, memang aku lebih ver ke dia ketimbang dengan yang lain."
"Kalian pernah pacaran?"
"Tidak, sama sekali tidak."
"Lalu, .... " Lusi tidak mau melanjutkan meski sebenarnya sangat ingin menanyakan sesuatu yang menjanggal hatinya.
Bagaimana ada pria dan wanita kencan bareng, berciuman bahkan sempat tidur bersama tanpa pacaran, jika memang gadis itu bukan gadis nakal, tapi tidak pernah bergonta-ganti.
Lusi mengetahui semuanya tentang Clara dan Reza, tapi menanyakanya dia tidak berani, takut menyinggung Reza.
"Lus, mungkin kamu tau semuanya, tapi percayalah, kami tidak melakukan sesuatu yang terlarang meski kami berada dalam satu kamar, Clara itu prustasi, semua dia lampiaskan ke aku." Mata Reza memandang Lusi mengucap dengan sungguh-sungguh.
"Mau sampai kapan kalian begitu, Za?"
Reza meraih kedua tangan Lusi, "Sampai aku mengatakan kalau aku mencintaimu, dan kita jadian di hadapan para sahabatku." Reza tersenyum tipis dan mengecup kening Lusi.
Lusi membalas senyuman itu lalu memeluk Reza dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Reza.
"Makasih, Za, selama ini aku mencoba untuk tidak cemburu pada Clara, tapi aku yakin, dia sebenarnya anak, baik."
"Iya dia memang anak baik, berubah hanya karena sebuah keadaan yang membuat hatinya terluka."
Lusi diam sejenak, mungkin jika belum mengenal Clara dia akan tidak menyukainya, lebih jelasnya cemburu, tapi melihat Clara yang menganggap Reza tidak lebih dari seorang sahabat, dia terus berusaha membuang semua fikiran negatif itu.
"Za," Panggil Lusi lembut, Reza menoleh, dan memahami sinyal yang diberikan oleh Lusi.
"Kamu pernah pacaran sebelumnya?"
"Tidak."
"Kamu bisa melakukan ciuman belajar dari mana?"
"Dari Clara."
Lusi tersenyum mendengar kejujuran Reza, tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting Reza hanya menyanginya, sedang terhadap Clara hanya rasa kagum dan iba saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 417 Episodes
Comments
Parti ❤ ☕🌹
sahabat kok ciuman gitu
2019-12-15
2
Nais Putriismanah
mnding sama lusi za,kalau sm clara cuma dbuat pelarian.
2019-09-09
3
YUYANSHE
entah kenapa aq yg sakit saat reza kayak gitu ke luzi.
2019-06-27
4