Pukul 18.15 Yuna bersama keluarga besar Vano makan malam bersama, banyak candaan yang dilontarkan oleh Andrean kepada Vano dan Yuna, termasuk pada Clara, sekilas memang sangat hangat, seolah Yuna sudah diterima baik dalam keluarga itu, tapi sebenarnya Clara justru memeranginya agar Yuna mundur.
"Wah, hidangan malam ini, benar-benar spesial, ya," ucap Andrean, sambil mengambil piring.
"Calon mantu Pah, yang masak," ucap Clara sambil melirik Yuna dan menyeringai.
"Oh, Yuna yang masak? Terus dibantuin Clara?"
Hadewh, yang ada aku keles, Yuna bisa apa, coba? Batin Clara.
Clara mengambil stik ayam panggang, menawari Vano lalu mengambilkannya sepotong untuk nya.
Sudah bisa ditebak, ini stik ayam favorit Vano, buatan Clara, Vano hafal benar dengan rasanya.
"Bagaimana, kak? Enak?" tanya Clara setelah Vano mencicipinya.
"Iya, enak. Buatan kamu?" Clara mengangguk, hampir saja Vano mencium kening Clara, untung dia masih bisa mengendalikan diri, karena mereka berda di tengah-tengah orang tuanya.
Hal yang paling disukai Clara adalah dicium keningnya oleh Vano ketika dia berhasil membuat makanan yang enak untuknya.
"Van, ini aku spesial masakin kamu," ucap Yuna sambil menyodorkan tumis jamur.
Vano bergeming.
"Yuna, maaf ya sebelumnya, Vano tidak makan jamur, dia elergi," ucap Andrean.
"Berapa lama sih kenal dengan Kak Vano? Masih saja tidak tau mana makanan yang dia sukai, yang bikin dia elergi, atau apalah .... " ucap Clara blak-blakan.
"Sttt Clara, jangan gitu!" ucap Vivian lirih sambil menendang kaki Clara di bawah meja.
"Ngomong-ngomong, kalian cepat akrab sekali, ya, dan ini siapa yang masak? Mirip dengan masakan Clara," ucap Vivian, ketika mencicipi salah satu masakan.
Semuanya diam, makan malam yang bagi Clara asik untuk terus menyerang Yuna, tapi benar-benar neraka bagi Yuna.
Terakhir ketika Yuna dan Clara berada di dapur untuk membereskan piring-piring, Clara mengucapkan kalimat yang begitu pedas dan tajam bagaikan pisau yang merobek hatinya.
"Kamu lihat itu?" di hadapan Cermin."Tinggi tidak standar, cantik tidak, skil tidak ada, mimpi mau nikah sama Vano? Hah, mimpimu terlalu tinggi!" Clara menyeringai puas lalu meninggalkan Yuna yang masih terpaku di depan cermin.
"Jangan fikir kau anak orang kaya lalu bisa mendapatkan segalanya, Vano bukan benda yang bisa kau beli, dan ya, bukannya harta yang dimiliki papamu tidak ada separuh dari milik papaku, ya?" tambah Clara lagi saat kembali dari dapur untk membereskan sisa makan malam di ruang makan.
"Heh, Ra, kamu sadar, kau ini siapa? Kau memang adiknya, tapi hanyalah adik tiri!" ucap Yuna jengkel dan penuh emosi.
Dengan tenang dan tersenyum Clara menjawab, " Itu kamu tau, justru aku adik tirinya, karena aku yang lebih tau dan mengerti dia lebih baik daripada siapapun termasuk kamu, apa kamu tidak takut, nikahnya sama kamu, tapi tidur di kamarku, dan melakukan aktifitas malam bersama, karena jika kami menikahpun tidak ada larangan, apa kau tidak melihat bagaimana cara Vano menatapku tadi? Tatapan penuh cinta dan kasih sayang, kalau kami hanya berdua dia sudah mengecup keningku."
Kata-kata itu sungguh sukses membuat Yuna terbakar emosi, dia yang berencana masih ingin menghabiskan malam bersama Vano, dan diantarkan pulang, dia lebih pilih pulang duluan.
Clara berjalan menaiki tangga, dia bermaksut langsung ke kamar, tapi melihat pintu kamar Vano terbuka, dia mengurungkannya, dan masuk ke kamar Vano.
"Bagaimana makan malamnya tadi, sayang?" tanya Clara.
Vano menoleh ke arah sumber suara, dia tersenyum melihat Clara di ambang pintu kamarnya, Vano berjalan mendekati Clara.
"Gadis licik," bisiknya di telinga Clara, sambil meraih pinggang Clara.
"Kalau tidak begini kau akan jadi suaminya, lalu melupakanku," ucap Clarandan berniay pergi, tapi sebelumnya ia sempat berpesan kepada Vano.
"Besok siang ajak saja Yuna ke apartemen, tunggu aku pulang dari kampus," jawab Clara.
Ini adalah hari yang buruk bagi Yuna, sedikitpun dia tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi, dengan kesal dia masuk kerumah, dan membanting pintu keras-keras.
"Yuna, sudah pulang kamu sayang? Bagaimana harimu seharian di rumah Vano, menyenangkan?" tanya Heru.
"Iya pah, awalnya begitu, tapi setelah Clara datang, .... "
"Memang kenapa dia? Bukannya dia anak baik dan ramah? Mama senang sekali dengan dia,"
"Ma, dia tidak seperti itu," keluh Yuna.
Heru dan isterinya saling pandang lalu tersenyum, "Kamu tidak suka karena dia manja sama Vano ya? Wajarkan kalau seorang adik seperti itu pada kakaknya," ucap Mama Yuna dengan lembut.
"Hah, terserah Mamalah," ucap Yuna kesal lalu pergi.
Siang itu, Vano sedang nonton tv berdua dengan Yuna di apartemen, keduanya asik ngobrol, meski tidak ada candaan, ini lebih rilex bagi Yuna, karena sejak awal Yuna kenal Vano dia memang tipikal orang serius, kaku dan susah diajak bercanda.
Di tenga-tengah keasikan mereka berbincang-buncang, pintu utama apartemen terbuka lebar.
Seorang gadis bertubuh proposional bak model kelas dunia berdiri di ambang pintu dengan celana jens panjang ketat serta pakaian rajut motif hitam putih. Kecantikannya makin sempurna dengan kata mata hitam putih membungkai wajahnya. Meski tanpa polesan mekap.
Pandangan Vano dan Yuna tertuju ke aah pintu.
"Sudah pulang kamu, Ra?" tanya Vano.
Yuna mendengus kesal, tapi tiba-tiba dirinya begitu minder dengan penampilan Clara, serta apa yang diucapkan Clara kemarin.
Memang benar, Clara sangat jenjang, tinggi badanya 175cm sedangkan Yuna, dia hanya 156cm saja, jelas jauh.
Soal rupa, benar Yuna hanya menang di mekap saja.
Dengan langkah ringan Clara berjalan mendekati Vano dan Yuna, "Permisi, saya mau duduk, bisakah anda sedikit bergeser?" ucap Clara menyela keduanya.
Dengan jengkel Yuna bergeser dari tempat duduknya, yang semula berdekatan dengan Vano, kini tidak lagi, Clara meminta duduk di antara Yuna dan Vano.
"Pleace, kasih tempat buat aku menaruh tas," ucap Clara lagi, dan mau tidak mau, Yuna kembali bergeser.
"Van, kamu uda makan siang belum?" tanya Clara sengaja hanya memanggil nama saja pada kakak tirinya. Clara berfikir toh kalau mereka sudah nikah nanti ga akan memanggil Vano kakak lagi.
Vano hanya mengelengkan kepalanya, memang faktanya dia juga belum makan siang.
"Astaga! Van, kamu itu punya sakit maag, makan jangan suka telat, ini uda jam 13.00 loh, terus yang nemenin kamu sedari tadi ngapain saja diam? Kok ga perhatin," ucapan Clara sungguh menampar Yuna, memang, sebenarnya Clara sengaja mematahkan mental dan kepercayaan diri Yuna, sukur kalau bisa sampai gila.
Dengan cekatan Clara menuju dapur apartemen, dibukanya kulkas, dilihatnya bahan-baham yang ada.
Tidak menunggu lama sekitar 20 menit Clara sudah menyajikan telur omelet dan tumis sayurp dan udang untuk Vano.
"Kalian makan saja, berdua, aku akan pulang, tenang ini banyak kok, Vano tidak akan habis jika memakan semuanya sendiri," ucap Clara di hadapan Yuna, lalu dia menenteng tasnya dan pergi meninggalkan apartemen.
"Van, Clara sepertinya tidak suka sama aku," ucap Yuna.
"Kenapa kamu berfikir demikian? Sudahlah biarkan saja, dia memang seperti itu."
"Tapi, Van, sikapnya itu loh, .... "
"Sudah jangan difikirkan, memang dia ga ingin aku sakit, jadi anggap saja wajar seorang adik perhatian pada Kakaknya."
Kamu mau, Vano nikahnya sama kamu tapi tiap malam tidurnya di kamarku, dan kami beraktifitas malam bersama? Justru karena aku adek tiri dia, meskipun kami nikah, tidak ada masalah.
Kembali kalimat yang diucapkan Clara kemarin terngiang di telinga Yuna, baru beberapa hari kenal dan bertemu Clara, Yuna sudah begitu membencinya.
Tidak cuma itu, semua ucapan yang dilontarkan Clara sungguh mengikis rasa percaya diri yang dimiliki Yuna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 417 Episodes
Comments
Parti ❤ ☕🌹
wow tinggi banget
2019-12-15
2
Nais Putriismanah
kasian juga tuhsi yuna
2019-09-09
3