Tanpa terasa kini Vano dan Clara sudah tiga tahun berkakak adik, dan keduanya selalu rukun, bahkan kompak, tak nampak lah kalau saudara tiri.
Clara juga sudah lulus SMA, dan kini dia kuliah dan masuk di salah satu Universitas ternama di Jakarta.
Awalnya dia bercita-cita sebagai dokter, tapi cita-citanya hilang ketika sang Ayah sering mengajak ke kantor dan meminta bantuan Clara, itung-itung belajar.
Semakin hari Clara dan Vano semakin dekat saja, mereka tidak seperti seorang kakak beradik lagi, tapi seperti sahabat, Clara sering kelepasan memanggil kakaknya hanya nama saja, bahkan keduanya sering curhat ... Hemmph, semua di omongin, terlebih Clara tanpa tudu aling-aling langsung saja to the point.
Mereka seperti best friend saja. Tidak ada rahasia di antara mereka, termasuk kenakalan Vano yang terjadi baru-baru ini. Hanya Clara lah yang tau.
Hal itu berawal ketika Clara pulang dari kampus menuju apartemen Vano. Dia bermaksut meminjam carger dan seperti biasanya, langsung masuk ke dalam kamar Vano.
Apartemen Vao terdiri dari 2 kamar dengan kamar mandi dalam, dapur dan ruang tamu. Sangat minimalis, hanya tempat untuk Vano beristirahat ketika lembur dan Clara harus kuliah pagi. Karena kebetulan letanya berdekatan dengan kantor dan Kampus Clara.
"Van, hp ku lowbet nih, pinjam chargernya, ya?" ucapnya sambil menyambar charger di atas nakas.
"O o, sory. Ini milik siapa, ya?" Clara menarik sebuah benda dari bawah bantal Vano.
"Eh, apa-apaan kamu, Ra." Vano nampak gugup dan mukanya juga memerah.
Hal itu membuat Clara menjadi semakin iseng, dan tersenyum jail kepada Vano, "Apakah barusan ada wanita di sini? Jujur saja, aku gak akan bilang pada papa dan mama kok, lagian aku juga tau kemarin kamu cek in di hotel dengan Imelda." Clara tersenyum penuh kemenangan, dan meletakan BH itu asal ke atas ranjang Vano.
Vano diam, dia nampak kaget dengan apa yang didengar dari Clara.
Clara seolah tidak apa-apa tapi dalam hati nya dia merasa sakit dan kehilangan, seoalah tak rela Vano memberi perhatian kepada wanita lain selain dirinya, terlebih perhatian dan kasih sayangnya sungguh Clara tidak rela.
Clara merasa tidak fokus dengan tugas yang ia kerjakan, dia menelfon Reza memintanya datang ke apartemen Vano.
Reza memang sejak lama menyukai Clara, tapi masih saja Clara menganggapnya sebgai sahabat dan pilihan dikala ia merasa sepi.
Tak lama kemudian Reza datang. Di ruang tamu Clara menemuinya bersantai bercanda bersama sambil menyandarkan kepalanya di bahu Reza.
Vano keluar dari dalam kamar bermaksut kembali ke kantor karena jam istirahat sudah tinggal 10 menit.
Melihat Clara dan Reza nampak mesra. Vano mengira keduanya berpacaran dan dia tidak menyukainya.
Dengan emosi tertahan Vano kembali ke kantor, seperti Clara. Dia juga tidak fokus dengan pekerjaannya.
"Permisi pak, ini ada beberapa berkas yang perlu anda tandatangani," ucap seorang staf. Sambil menyerahkan beberapa lembaran kertas.
"Na, berapa kali ku ingatkan? Kalau mau masuk ruanganku ketuk pintu dulu!" bentak Vano emosi.
"Tapi, kan .... "
"Ok di luar sama kau mungkin teman kencanku, tapi ingat di sini aku tetap bosmu. Sekarang pergilah!" ucap Vano tanpa menoleh ke arah Reyna.
Tak lama kemudian pintu di ketuk, datang seseorang begitu Vano menyuruhnya masuk.
"Pak, satu jam lagi akan ada rapat, semua berkas untuk persentasi sudah saya siapkan,"
"Batalkan semua rapat hari ini, aku akan pulang!" ucap Vano, dingin.
"Tapi Pak, para Client .... "
"Kau tidak dengar Raisha? Batalkan semuanya!" bentak Vano. Lalu dia pergi meninggalkan ruangan meninggalkan Asisten pribadinya itu.
Vano memutuskan untuk kembali ke apartemennya. Melihat apa yang dilakukan Clara dan Reza di sana, selama di kantor dia selalu berfikir yang bukan-bukan tentang mereka.
Ternyata benar saja, masih di sofa ruang tamu,Vano melihat Clara beradu lidah, bahkan Clara juga nampak menikmatinya.
"Ehem." Vano berdehem berlalu melewati mereka tanpa melihatnya dan terus menuju kamarnya.
"Kakakmu kok sudah pulang, Ra?"
"Mana kutahu, mungkin tidak banyak kerjaan."
"Ya sudah, aku pulang dulu, ya?"
"Kenapa? Aku masih ingin denganmu." Manja Clara sambil memegangi lengan Reza
"Kita bisa bertemu nanti," ucap Reza mencium kening Clara.
Clara menghampiri Vano yang sedang nonton film barat, dengan membawa setoples kacang mede dia duduk di sebalah kakaknya, "Seru banget kayanya, aku sampe dikacangin." Gadis itu memandqng wajah pria di sebelahnya sambil menggeser duduknya menyentuh tubuh Vano.
Dengan ekspresi masih sama, Vano hanya membisu, menolehpun tidak.
"Mau?" ucap Clara sambil menyodorkan toples kepada Vano.
Karena tidak di respon Clara meletakan toples itu ke atas meja, dia mendekati Vano dan melakukan sesuatu di luar dugaan.
Clara mencium lama pipi kiri Vano, serta meninggalkan bekas lipstik merah di pipinya.
Vano terperanjat menoleh memandang Clara tak percaya.
Dengan cepat dia menoleh ke arah sang adik.
"Jangan marah gitu," ucap Clara sambil bergelandut manja memeluk lengan Vano.
Masih diam, "Aku ada janji sama Yuna." ucapnya lalu pergi meninggalkan apartemen.
'Memang aku salah apa sama dia?' batin Clara.
Merasa sepi di apartemen sendiri dia keluar bermaksut menemui Farel, kekasihnya, sudah 3 bulan mereka jadian.
Baru 30 menit jalan dengan Farel, Clara merasa tidak nyaman, tak ada lagi chemestry di antara mereka, lagian selama bersama kekasih kepalanya sibuk dengan Vano.
Bahkan Reza yang baginya teman mesra yang menyenangkan kini sudah tak lagi.
Clara memutuskan pulang ke rumah, sesampai di sana terjadi sesuatu yang tak biasa, dilihatnya wajah sang kakak penuh lebam, sang ayah emosi serta mama yang menangis melindungi Vano.
"Ada apa, ini?" Clara meluhaybletiganyabdan berjalan mendekati Vivian dan Vano.
"Selama ini apa yang sudah kalian sembunyikan dari kami Ra?" bentak Vivian pada Clara di tengah isakannya.
Clara diam seribu bahasa, dia sungguh tak tahu apa-apa.
"Apa benar kau dan Vano berpacaran selama ini? Ingat kalian ini adik kakak, jangan lakukan ini!" ucap Vivian lagi.
Clara kini mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Dia memandang iba ke arah Vano, "Aku mencintai kakak," lirih Clara. Beberapa langkah dia berusaha me dekat, Vivian menarik lengan Clara kasar. "Ma lepaskan aku."
"Ayo ikut mama, kamu pergi saja dari sini, jangan menganggu kakakku lagi," ucap Vivian. masuk kedalam mobil. Dengan kecepatan tinggi vivian melajukan kendaraannya, berhenti di sebuah rumah besar dan megah.
"Ini rumah siapa, Ma?"
"Ini rumah kakek Wijaya, kamu tinggal di sini bersamanya. Kau boleh kembali kalau sudah benar-benar melupakan Vano."
Sejak kejadian itu Vano menunjukan kenakalannya kepada orang tunya, dia tak sungkan pulang dalam keadaan mabuk atau membawa wanita ke apartemen. Reputasinya sangat buruk, tak jarang Andrean dan Vivian memergoki Vano berbuat macam-macam dengan seorang wanita, entah itu staf kantor atau wanita yang sengaja ia undang.
Satu tahun kemudian Clara kembali tinggal bersama, keduanya sling bersikap wajar. Bukannya tak lagi cinta, tapi lelah melawan kehendak orang tua.
-----------
Saat itu Vano sedang bersantai dengan Andran di ruang tengah membahas pembangunan proyek baru, keduanya dikejutkan oleh kedatngan Clara, dia berlari menaiki tangga tanpa menyapa mereka dan membanting keras pintu kamar.
"Ada apa dengan adikmu, Van?"
"Tidak tahu, Pah."
"Coba samperin dulu, kenapa dia."
Tanpa buang-buang waktu lagi, Vano menaiki tangga menuju kamar Clara. Sampai di sana ternyata pintunya tidak terkunci, dia mendengar sura isakan tangis dan gemricik suara air shower dari kamar mandinya.
"Ra, kamu di mana?" ucapnya sambil melangkah mendekati kamar mandi yang pintunya tak tertutup.
Vano mendapti Clara tertunduk di bawah guyuran air dengan kaki terlipat. Dimatikannya kran air, "Ra, kamu kenapa?"
Clara masih terisak dan enggan menjawab.
"Kamu ada masalah?" merasa diabaikan, Vano menggendong tubuh Clara membawa keluar. "Kamu basah, cepat ganti baju nanti masuk angin."
Suasana hening Clara mengambil mini dres berbahan kaus dari lemarinya tanpa sungkan berganti pakaian di depan Vano.
Vano merasa canggung, mengalihkan pandangan dari Clara.
"Aku putus sama Farel," ucapnya sambil duduk di samping kakaknya.
"Kenapa?"
"Dia menghianatiku, aku tadi menangkap basah dia tidur dengan wanita,"
Vano bergeming, menatap adiknya yang terlihat frustasi.
"Kenapa mencintai itu sesakit ini, Kak? Ada yang baik kata mereka terlarang, yang dibolehkan malah .... " kata-kata Clara terhenti, dia mengusap kasar air mata yang membasahi pipinya.
"Aku akan hajar Farel," ucap Vano meninggalkan Clara.
Dengan cepat Clara mengejar dan memegangi lengannya, "Sudah, biarkan dia, aku sudah memutuskannya tadi."
Akhirnya Vano hanya menuruti keinginan adiknya saja. Mereka duduk bersama di balkon memandangi bintang, keduanya sangat dekat dan nampak rindu.
Entah siapa yang memulai, kini keduanya sudah saling dekat dan menyatukan bibir mereka, tidak berlangsung lama, Vivian memanggil-manggil nama mereka.
Dengam cepat kilat keduanya membuat jarak, agar tak terlihat.
"Kalian di sini rupanya? Bi Narsih sudah memanggil kalian sejak tadi, ayo turun makan malam dulu!" ajak Vivian.
Sepanjang jalan menuju tempat makan di lantai bawah, Vivian terus ngedumel kepada dua anaknya yang masih harus dipanggil-panggil di jam makan.
Tapi satupun dari mereka tidak ada yang menggubris, terlebih Clara. Dia banyak bengongnya di meja makan.
Bukan Farel yang dia pikirkan, tapi Vano. Ia merasa sudah berhasil move on dari kakak tirinya setela lama tidak berjumpa. Namun benih-benih cinta itu tidak sepenuhnya musnah. Masih ada sisa yang kemungkinan besar akan berkembang pesat memenuhi hatinya.
'Kenapa aku masih mencintai kakak?' batin Clara.
"Ra, mikirin apa, sih? Tenang besok kakak bantu kamu nyleseaikan tugas!" seru Vano membuyarkan lamunan adiknya.
Sepatah pun Clara tak menjawab, dia cuma melihat sebentar kearahnya, lalu menunduk menghadap piringnya. "Aku sudah kenyang Ma, Pa. Clara ke kamar dulu." Dia pergi meninggalkan meja makan.
Andrean dan Vivian memandang aneh terhadap Clara, "Ada apa dengan adikmu?"
"Putus sama Farel," ucap Vano singkat. Dia mulai beranjak menyusul Clara di atas, tapi Vivian menghentikannya.
"Jangan ikuti dia Van, kamu di sini saja! Kecuali kamu mau ke kamarmu gapapa," tegasnya.
"Gak kok Mah, Vano mau ambil Laptop, kita terusin bahas yang tadi ya Pah," ucap Vano lalu menaki tangga. Memang kamar keduanya berjajar di lantai atas.
Keduanya bertemu di depan kamar, Clara menatap Vano dengan tatapan sayu. Vano tak berkutik, dia tak mampu berbuat apa-apa meski ia sangat ingin memeluknya untuk sekedar memberi ketenangan.
Masih dengan saling menatap tanpa mampu bicara, kembali Vano turun dengan membawa laptopnya. Bibir keduanya seolah terpatri rapat tak mampu berucap meski hanya sekedar menyapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 417 Episodes
Comments
Raihaan Fitra
kok d ulang" gini bikin pusing aja baca y
2020-10-14
1
Triyani Muafa
malah mumet Aku ceritanya kok jadi ribet
2020-03-03
0
Anita Anwar
bingung dgn alur ceritanya
2020-01-19
3