“Kau pikir, saat kau kuat, kau bisa memerintah orang sesukamu? Nyadar diri, kau tak ada bedanya denganku. Narapidana juga...” desis Fatur yang di pegang oleh dua orang polisi. Begitupun sang pria berotot itu.
Pria berotot itu menatap Fatur tajam, dia mendengus kasar. Dia tidak terima Fatur mempermalukannya seperti ini. Walaupun sama-sama narapidana, dia tetap menganggap dirinya lebih tinggi.
Tindakkan kriminalnya tidak main-main, membuatnya dia terus keluar masuk penjara. Jadi, setiap dia kembali masuk jeruji, dia selalu di hormati oleh para tahanan lainnya.
Berbeda dengan Fatur, malah melawan dan mempermalukannya seperti ini.
“Kau dan aku itu jelas berbeda. Aku sudah lama disini. Sementara kau, hanya bocah yang sok jago. Bahkan kau belum tahu cara bertahan hidup ditempat neraka ini.” desis sang pria.
Fatur terkekeh, “Dan kau bangga dengan itu hah? Kok bangga dengan keburukan? Waras?”
Pria itu, nampak kesal dan hendak menyerang Fatur. Tetapi para polisi segera menahan tubuh sang pria.
“Cukup, tidak ada yang boleh bertindak di luar batas disini.”
“Lihat saja nanti, akan kubuat kau tidak berkutik lagi...” pria itu memberontak, dia hendak menyerang Fatur. Tapi, dihalangi para polisi.
Fatur tertawa. “Siapa yang berani membuatku tunduk pada manusia dungu sepertimu? Seharusnya kau berkaca. Jika ingin dihormati, belajar menghormati orang lain...”
Akhirnya para polisi membawa keluar sang pria itu, membawanya dia kekamar sel lain.
Fatur menyeringai saat melihat sang pria keluar dari penjara. Dia kembali bersandar di dinding sel.
Tubuhnya memar akibat pukulan sang pria. Namun dia tidak peduli. Baginya sang pria hanyalah pecundang.
Hari-harinya semakin sulit. Dia dihadapkan dengan orang-orang yang gila kuasa dan validasi. Setiap harinya dipenjara, dia selalu dihadapkan dengan berbagai masalah.
Seperti pagi ini, dia sedang mengambil jatah makanannya, tiba-tiba sang pria bernama Guntur itu menyenggol nampannya, membuat makanan itu jatuh kelantai.
Setelah dengan sengaja menjatuhkan makanan Fatur, dia berlalu dengan santai. Fatur hanya diam. Dia menghela napas kasar.
Dia membersihkan makanan dilantai, tiba-tiba seseorang menginjak tangannya dengan cukup keras. Fatur meringis, menatap sang pria yang menginjak tangannya. Sang pria hanya tersenyum dingin padanya.
“Jangan sok jagoan disini. Hormat pada senior!” ujarnya.
Dengan geram Fatur menendang kaki sang pria, hingga tersungkur kelantai, bersama makanan yang dia bawa. Fatur cepat berdiri dengan tatapan dingin.
Kawan sang pria yang bernama Tito itu segera mengelilingi Fatur dengan tatapan tajam.
Fatur menatap orang-orang tersebut, dengan dingin. Dia mengambil ancang-ancang hendak menyerang.
Detik kemudian terjadi perkelahian sengit di kantin penjara itu. Satu orang lawan sepuluh orang. Yang lain hanya sibuk menonton tanpa mau melerai. Fatur terus menyerang orang-orang itu.
Dia sempat kewalahan karena kalah jumlah. Namun dia tidak kalah dalam kekuataan. Perkelahian sengit terjadi cukup lama, sehingga perkelahian itu terhenti saat beberapa polisi datang melerai.
“Dasar pengecut, beraninya hanya keroyokan...” desis Fatur.
Para polisi memisahkan mereka dan membawa Fatur masuk kedalam kamar selnya. Tidak lama kemudian, seorang petugas polisi yang berumur empat puluh tahun bernama pak Rudy, membawa nampan berisi makanan dan segelas minuman. Dia mendorong nampan itu dari celah bawah besi jeruji.
“Ini makan untukmu. Saya tahu, kamu belum makan kan?” ujarnya sebelum meninggalkan kamar sel Fatur.
Fatur melirik makanan itu, dan perlahan meraihnya. Dia memakannya dengan pelan, sesekali dia meringis saat mengunyah nasi tersebut, karena disudut bibirnya pecah karena pukulan, dari Tito, Guntur dan kawan lainnya.
Sesekali airmatanya luruh. Dia sedih, karena penderitaannya belum juga berakhir. Dia juga ingin merasakan bahagia. Seperti orang-orang diluar sana.
Tapi, kenapa kehidupannya berbeda?
Kenapa hidup begitu kejam padanya?
Dosa apa yang dilakukannya dimasa lalu, sehingga dia harus mendapatkan karma seberat ini?
Dia hanya mendengus, saat otaknya mulai membuat sebuah skenario di pikirannya dengan alur yang komplek.
Dia mulai membayangkan dia berada disuatu kondisi, dia memiliki banyak uang, memiliki rumah yang besar, dan disayangi oleh semua orang.
Dia tersenyum, saat alur demi alur semakin berkembang di pikirannya.
Dia bersandar di dinding sel, menatap kosong kamar selnya. Dia dengan tersenyum mulai merangkai alur demi alur, untuk pelarian kesedihannya.
Kini dia tidak berada didalam penjara lagi, melainkan disebuah tempat. Dimana disana banyak bunga berwarna warni tumbuh di sekitar taman. Dia melihat sosok wanita cantik dengan gaun putih yang membalut tubuhnya.
Fatur tersenyum, lalu berlari mendekati wanita itu, lalu memeluknya dari belakang. Terlihat Fatur yang memakai kemeja putih dan celana jins putih tersenyum bahagia saat memeluk wanita tersebut.
“As, aku merindukanmu... Akhirnya kita bisa bertemu...” ujarnya dengan senyum bahagia yang terus terukir dari wajahnya.
Wanita itu hanya tersenyum bahagia, dia melirik bunga-bunga dihadapan mereka.
“Sama, aku sangat rindu padamu Fat... Teruslah seperti ini. Aku suka seperti ini...” jawabnya menyandarkan kepalanya di dada bidang Fatur.
Fatur mengeratkan pelukannya, seolah-olah takut akan kehilangan wanita itu. Hatinya berdegup kencang. Aroma rambut, dan bau tubuh Astuti sangat menenangkan, membuat Fatur nyaman berlama-lama memeluk Astuti.
Fatur menarik napas dalam. “Aku akan selalu ada untukmu. Aku akan menjagamu. Kita akan tetap bersama-sama.”
Namun tiba-tiba angin berhembus kencang, bersamaan dengan munculnya kabut tipis yang menenggelamkan taman itu, bersama dengan hilangnya tubuh Astuti di pelukannya.
Fatur seketika menegang. “As...” panggilnya dengan nada panik.
Airmatanya luruh saat dipelukannya tidak ada lagi Astuti. Dia cepat mengusap airmatanya. Dia tersenyum pilu. Fatur telah kembali, kembali pada kenyataan yang menyakitkan. Begitulah hari-hari yang di lalui oleh Fatur didalam penjara.
Sorenya dia keluar dari kamar sel, dia mengerjakan kegiatan di penjara, seperti membersihkan area penjara, bermain bola bersama rekan-rekannya dan juga kegiataan lainnya.
Saat sedang menyapu, kembali Fatur mengkhayal. Pikirannya terus membayangkan hal-hal yang indah, membuatnya tersenyum, bahkan sesekali juga dia terlihat kesal.
Seorang pria menyeper kakinya, hingga Fatur terhuyung jatuh ke tanah. Dia menatap orang yang menyeper nya, ternyata pelakunya tidak lain adalah Guntur.
Fatur menatap nanar sang pria. “Begitu fokusnya kau menyapu, sehingga tidak sadar orang ada didekatmu.” cibir guntur.
Dengan tatapan sinis, Fatur bangkir dan menghadiahkan sebuah tinju pada wajah Guntur. Guntur terhuyung, kawan-kawannya mulai berdatangan mengkeroyok Fatur.
Beberapa orang narapidana langsung melaporkan kejadian itu pada petugas. Tidak lama kemudian, beberapa orang polisi datang memisahkan keduanya.
“Bisa tidak, sehari saja kalian tidak ribut?” tanya Polisi dengan kesal.
“Dia yang mulai memukulku, dan kawan-kawanku hanya ingin membantuku...” ujar Guntur.
“Kau yang dulu menyeper kakiku. Apa aku harus diam, jika diperlakukan tidak baik? Ini bukan kandang binatang, suka-suka kalian mau bersikap dan menguasai tempat ini...” ketus Fatur.
Hari demi hari begitu sulit di lalui oleh Fatur. Apalagi selama di penjara, keluarganya tidak ada datang menyenguk.
Beberapa tahun kemudian...
Fatur hanya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, atas permintaan Halimah ibu Vino. Selama di penjara, Fatur juga menjalani rehabilitas atas permintaan Halimah.
Selama di penjara, dia juga melanjutkan sekolah di lembaga permasyarakatan. Selama di penjara, dia harus bertahan dengan berbagai kekerasan dan aturan tidak tertulis.
Namun semuanya bisa di laluinya. Kini dia mulai bebas. Namun tidak ada wajah kebahagian yang terpancar dari wajahnya.
Apa yang dia harapkan setelah keluar dari penjara?
Semua tidak ada yang peduli dengannya...
Kini usianya telah menginjak 21 tahun. Fatur melangkah keluar dari penjara dengan wajah datar tanpa ekpresi sedikit pun. Dia tidak bahagia,dan dia juga tidak lagi bersedih.
Hukuman yang dia dapat dari penjara, tidak membuatnya sadar dan mengubahnya, malah membuat amarah dan rasa benci semakin mengelora di dadanya.
Tidak ada penyesalan. Yang ada hanyalah dendam yang kian membara. Siang itu, dia tidak tahu mau melangkah kemana. Dia sudah tidak memiliki rumah. Rumahnya sudah dijual, sementara adik-adiknya telah menghilang tidak tahu rimbanya.
Dia berjalan tanpa arah. Detik kemudian hujan turun dengan deras. Seketika hujan membasahi pakaiannya. Fatur hanya tersenyum senang, merasakan setiap rintikan hujan. Dia mulai berputar-putar dengan bahagia. Seperti anak kecil.
Fatur berdiri di pinggir jalan yang sepi. Dia merentangkan tangannya, mengadah ke langit.
“Aku suka hujan. Hujan bisa menenangkan jiwaku. Hujan mampu membuatku nyaman.”
Orang-orang yang melihatnya mengangapnya gila, bahkan ada anak-anak meneriaki dia dengan kata gila. Namun Fatur tidak peduli. Dia hanya peduli dengan ketenangan yang barusaja dia dapat.
Senyum terukir dari wajah Fatur, saat melihat sesosok wanita memeluknya dari belakang. Fatur tersenyum bahagia, mencoba merasa kehangatan pelukan yang diberikan oleh wanita itu. Mereka berdua mulai menari dibawah guyuran hujan.
Diujung jalan, seorang pria muda nampak menghela napas berat sambil memayungi dirinya sendiri dari derasnya hujan. Perlahan dia mendekati Fatur. Dia sangat prihatin melihat keadaan Fatur yang sekarang.
Perlahan dia mendekati Fatur yang sedang menari sendirian di tengah derasnya hujan. Perlahan dia menepuk punggung Fatur dan segera memayungi Fatur. Fatur seketika terdiam dan berhenti menari. Dia menoleh ke belakang.
Agus...
Sahabat kecilnya...
“Kita pulang yuk... Nggak baik main hujan terus, nanti kamu demam...” ajak Agus dengan nada lirih.
Fatur hanya mengeleng pelan. “Tidak ada rumah untuk aku pulang...” ujarnya pelan.
Agus tersenyum. “Rumahku. Kau akan tinggal sementara di rumahku, sampai kau bisa memiliki rumah sendiri...”
“Apa boleh?” tanya Fatur dengan nada tidak yakin.
Agus hanya menganguk menyakinkan Fatur. Kedua sahabat itu berjalan menuju rumah Agus. Beberapa menit kemudian, keduanya sampai kerumah Agus. Didepan pintu, mereka di sambut ramah oleh Bu Nisa.
“Ayo masuk...” ajak Bu Nisa ramah.
“Terima kasih bu...” ujar Fatur pelan. Sesampainya di dalam rumah, Fatur di hadiahi tatapan tajam oleh Ayah Agus.
“Kenapa membawa narapidana di rumah ini?” tanya Pak Galang dengan nada sinis. Bu Nisa menghela napas berat.
“Biarkan sementara waktu Fatur dirumah ini Bang. Dia tidak memiliki rumah untuk ditinggali.” jelas Bu Nisa.
“Emang rumah ini tempat penampungan?” tanya Pak Galang dengan nada ketus.
“Fatur hanya menumpang untuk tidur Yah, jika soal makan dia kan bisa bekerja, bantu-bantu Agus di ladang...” jelas Agus.
“Tapi tetap saja dia beban. Dia hanya bisa bantu saja, tapi tidak bisa menghasilkan uang. Nanti buat kita susah saja...”
“Dia anak laki-laki yang kuat, pasti dia bisa bekerja dengan keras. Tugas kita hanya memberi dia kesempatan.” tegas Bu Nisa.
Setelah sekian lama berdebat, akhirnya Agus membawa Fatur masuk ke dalam kamarnya dan berganti pakaian. Sedangkan Bu Nisa sibuk memasak makan siang di dapur.
Beberapa menit kemudian, Bu Nisa telah siap memasak. Dia mengelar tikar anyaman, dan meletakkan semua makanan yang telah di masak di atasnya.
Setelah itu Bu Nisa memanggil sang suami untuk makan, dan memanggil Agus dan Fatur.
“Makan jangan banyak-banyak, beras mahal...” sindir Pak Galang. Bu Nisa berdehem dengan keras, untuk menegur Pak Galang.
“Makan saja nak... Anggap saja seperti rumahmu sendiri...” sela Bu Nisa. Dia menatap tajam sang suami.
Fatur makan dengan pelan. Ada rasa kesal mengelora di dadanya. Jika tidak memikirkan Pak Galang adalah Ayahnya Agus, mungkin dia sudah meninju Pak Galang.
Fatur hanya makan sedikit. Dia tidak sanggup makan banyak, dan mendengar semua sindiran yang di lontarkan oleh Pak Galang.
Setelah makan, keduanya mengobrol diruang tengah. Pak Galang berdehem dengan cukup keras.
“Fatur, jika kau mau tinggal lebih lama di rumah ini, kau harus bekerja jangan berdiam diri saja. Bantu Nisa di dapur, nyuci piring, kalau perlu kerjakan semua pekerjaan rumah ini. Jangan mau enak nya saja...” ucap Pak Galang.
“Ayah...” sela Agus tidak suka dengan perkataan sang ayah.
“Kamu diam Agus. Dia harus tahu diri. Dia hanya menumpang, dan dia harus bekerja dengan keras...” lanjutnya lagi.
“Baiklah pak, saya akan kerjakan apa yang bapak katakan.” ucap Fatur beranjak dari tempat duduknya. Dia melangkah ke dapur.
“Biar saya bantu bu...” ujar Fatur mengambil alih pekerjaan Bu Nisa yang sedang mencuci piring.
“Tidak usah nak, ini pekerjaan perempuan. Mending kamu ngobrol sama Agus saja sana...”
“Barusaja habis mengobrol dengan Agus bu. Saya lagi bosan, biar saya yang bantu ibu... Ibu istirahat saja...” jelas Fatur.
Akhirnya Bu Nisa mengalah. Dia membiarkan Fatur mencuci piring. Selesai mencuci piring, lanjut Fatur bersih-bersih rumah itu. Awalnya Bu Nisa enggan membiarkan Fatur mengerjakan hal tersebut, namun karena sedikit paksaan dari Fatur, akhirnya Bu Nisa membiarkan Fatur bekerja.
Setelah semuanya selesai, Fatur dan Agus pergi ke ladang. Agus bertugas menghalau burung, sedangkan Fatur bertugas membakar rumput atau kayu, agar bisa mengusir burung. Asapnya yang membumbung tinggi, mampu membuat burung tidak ingin mendekat.
Mereka pulang saat sore hari. Sesampainya dirumah, Fatur juga membantu Nisa di dapur. Agus yang melihat Fatur membantu ibunya, pun ikut-ikutan bergabung, sedangkan Pak Galang hanya mendengus kesal. Dia tidak suka melihat Fatur dirumahnya.
Hari demi hari dilalui Fatur begitu berat. Namun dia mulai terbiasa dengan pahitnya kehidupan. Saat tidak ke ladang, Fatur mengumpulkan semua sampah-sampah rumah tangga yang bersifat organik yaitu berupa sampah sayur, nasi, dan sebagainya.
Dia mengumpulkan dalam satu tempat, dan memasukkannya ke dalam goni. Kemudian dia memasukkan cairan Em4 di dalam tumpukan sampah sayur itu. Sesekali dia juga menyiram tumpukkan sampah itu pakai air perasan beras.
Biasanya peruraian sampah ini membutuhkan waktu sebulan atau lebih, sebelum terurai menjadi tanah dan menjadi kompos. Kompos ini bisa di jadikan media tanam untuk menanam berbagai macam tanaman.
Fatur tidak hanya bekerja di ladang, membersihkan rumah, dan memasak, di sela-sela itu, dia juga menanam cabe di samping rumah, juga menanam terong, tomat, pare dan sebagainya.
Sikap rajin Fatur membuat Bu Nisa semakin sayang padanya, seperti anaknya sendiri. Agus juga ikut-ikutan sibuk berkebun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
𝙻𝚢𝚊
GK boom like kak!
Jan lupa backnya yaa~
2025-03-26
0
Ming❤️
Tolong update sekarang juga biar bisa tidur malam dengan tenang.
2024-12-05
0