Setelah pergi meninggalkan Perpustakaan Beladiri, Weng Lou pun langsung bergegas pulang kembali ke rumahnya.
Dia sudah tidak sabar ingin mempelajari Teknik Meringankan Diri yang telah ia pinjam sebelumnya.
Begitu sampai, dia segera masuk ke kamarnya, dan mulai membuka Kitab Teknik Meringankan.
Tanpa banyak berbasa-basi, Weng Lou segera membacanya dimulai dari halaman ke empat, karena halaman kedua dan ketiga merupakan bagian deskripsi awal yang sudah ia baca ketika masih di Perpustakaan Beladiri tadi.
Ketika dia mulai membaca halaman keempat itu, hal yang sama seperti di Perpustakaan Beladiri terjadi, dia sama sekali tak bisa mencerna maksudnya.
Karena hal itu, Weng Lou pun mulai kembali mengaktifkan Teknik Pembersih Jiwa miliknya dan mulai mencoba untuk mengerti satu demi satu kata yang ada di kitab tersebut.
Selang satu jam kemudian, Weng Lou pun meletakkan Kitab Teknik Meringankan Diri yang ada di tangannya di lantai, dan membaringkan dirinya.
Matanya terlihat merah dan kepulan asap seperti muncul dari kepalanya.
"Bah.....itu juga tetap sulit.....tapi untungnya Pernapasan Pertama bisa aku pahami dengan cukup baik, sisanya tinggal mempraktekkannya saja," ucap Weng Lou.
Dia kemudian mengusap wajahnya dan merubah posisinya menjadi duduk.
"Berlatih di Lapangan Latihan Beladiri pada waktu-waktu seperti ini akan cukup berbahaya, Weng Ho dan anggotanya bisa saja sedang menungguku di sana.
Lebih baik aku berlatih di luar kota saja, aku harus bisa menjauh dari orang-orang itu selama beberapa waktu, setidaknya sampai kekuatanku sudah cukup untuk bersaing dengan Weng Ho."
Weng Lou berbicara dengan pelan laku kemudian bangkit berdiri, dia mengambil Kitab Teknik Meringankan Diri yang telah ia pinjam itu dan meletakkannya di atas meja.
Dia kemudian berjalan ke arah tempat tidurnya dan mengangkat kasurnya, dan mengambil sebuah kantong kecil yang di letakkan pada sudut bawah tempat tidurnya. Menggoncang nya pelan, bisa terdengar bunyi gemerincing dari dalamnya dan kemudian dia membukanya.
Weng Lou yang tersenyum tipis melihat isi dari kantung seukuran kepalan tangan orang dewasa itu lalu kemudian menutupnya kembali.
Isi dari kantung yang ada di tangan Weng Lou ini adalah koin perak yang berjumlah ratusan yang merupakan hasil usahanya menabung selama ini.
Dimulai dari ketika dia masih merupakan seorang bocah ingusan di Desa Sungai Biru yang melihat anak-anak seusianya membeli manisan untuk dimakan saat itu juga.
Weng Lou kecil juga memiliki keinginan seperti itu. Dia pun membantu orang-orang dari keluarga Weng dan menerima upah karena jasa bantuannya.
Tanpa pikir panjang Weng Lou kecil pun berniat untuk membelikan yang hasil jerih payahnya itu untuk membeli manisan, namun kemudian ayah dan ibunya mengatakan padanya bahwa lebih baik Weng Lou menabung uangnya itu dan menunggunya sampai berjumlah sangat banyak lalu kemudian membeli semua manisan termasuk toko yang menjual manisan di desanya itu lalu membagi-bagikannya kepada anggota keluarganya yang lain.
Waktu itu Weng Lou sama sekali tak mengerti apa maksud kedua orang tuanya, namun sekarang ia mengerti.
Uang hasil tabungannya ini haruslah ia pakai untuk membeli sesuatu yang memang sangat berguna atau yang memang ia inginkan. Dan itu bukanlah sesuatu yang akan habis dalam sekali pakai, namun akan selalu menghasilkan!
Berangkat keluar rumah, Weng Lou pun pergi keluar dari Kediaman Keluarga Utama Weng dan menuju ke pasar Kota Bintang Putih, dimana segala sesuatu yang ia cari ada di sana.
***
Menelusuri jalanan kota, Weng Lou pun sampai di depan sebuah bangunan satu lantai yang dipenuhi dengan berbagai jenis senjata.
Weng Lou menatap satu persatu senjata yang ada di tepat situ sambil berjalan masuk ke dalam bangunan itu.
Tanpa sadar, Weng Lou terus masuk hingga bagian terdalam dari bangunan itu karena terlalu fokus melihat semua barang dan senjata yang ada di situ.
Ketika sedang asik melihat semua barang yang ada di situ, sosok seorang pria berusia pertengahan empat puluhan berjalan mendekatinya dengan menggunakan sebuah celemek usang yang dipenuhi dengan bekas kotoran dan debu.
"Apa yang kau cari anak muda?" tanya pria itu yang membuat Weng Lou tersentak kaget.
Dia tidak terlalu memperhatikan sekitarnya karena berpikir bahwa tempat ini haruslah tidak mungkin ditemukan oleh Weng Ho.
Weng Lou berbalik dan menatap pria itu yang ternyata tingginya jauh lebih tinggi dari pada Weng Lou. Tinggi badan Weng Lou hanya sekitar sebahu pria itu saja.
Tubuh pria itu memiliki banyak sekali otot-otot kekar yang membuatnya terlihat sangat jantan, bahkan Weng Lou sempat terdiam selama beberapa saat karena melihat otot-otot pria itu.
"Ah, ehm...begini. Aku ingin membeli sebuah pedang," ucap Weng Lou kepada pria di hadapannya itu.
Pria itu diam sambil menatap Weng Lou selama beberapa saat dan membuat Weng Lou gugup. Dapat dirasakannya bahwa pria di hadapannya ini memiliki kekuatan jauh lebih besar dari dirinya.
"Apa yang kau ingin perbuat dengan pedang itu?" tanya pria itu tiba-tiba yang membuat Weng Lou terkejut.
"Mmm...maaf? Maksudnya?" Weng Lou tampak tak mengerti pertanyaan dari pria itu sama sekali.
"Pedang yang akan kau beli itu, ingin kau pakai apa pedang yang akan kau beli itu?" jelas pria itu.
Weng Lou mengerutkan dahinya, apakah perlu dia beritahu alasannya? Bukankah dia tinggal menjualnya saja tanpa harus banyak tanya seperti itu?
Namun karena Weng Lou sedang dalam mood yang baik hari ini dia ingin terlalu mempermasalahkan.
"Aku ingin pergi berburu, dan menangkap beberapa binatang buas untuk dijual di kota," jawab Weng Lou dengan jujur.
Weng Lou sudah memikirkan ini matang-matang sebelumnya.
Untuk bisa meningkatkan tingkat praktiknya ke tingkat yang lebih tinggi, dia memerlukan sumber daya latihan seperti yang dipakai oleh anak-anak dari keluarga utama. Namun dia tidak mungkin bisa mendapatkan itu semua tanpa ada usaha sama sekali.
Maka dari itu dia pun terpikirkan tentang berburu.
Weng Lou sempat ikut berburu sebelumnya dengan anggota keluarga cabang Weng di Desa Sungai Biru ketika ia masih kecil.
Dia sempat diajari cara menggunakan pedang, dan dia cukup merasa bahwa teknik berpedangnya sama sekali tidak buruk. Dan juga, dia memang belum pernah memegang senjata asli selain pedang.
"Apa kau pernah berburu sebelumnya?" tanya pria itu lagi.
Kali ini Weng Lou menjadi sedikit jengkel. Kenapa pria ini banyak sekali bertanya? Bukankah dia hanya harus memberikan apa yang ia inginkan saja?
"Haruskah aku menjawabnya? Berikan saja yang aku inginkan," ucap Weng Lou dengan dahi berkerut.
Namun kemudian, dia langsung menyesali apa yang dia katakan, karena tepat setelah dia berbicara, sebuah aura tak terlihat menekannya hingga membuat dia kesulitan untuk bernapas.
"Jawab saja pertanyaan ku nak, apa kau pernah berburu sebelumnya?" Pria itu kali ini bertanya dengan suara dingin dan membuat Weng Lou menelan ludahnya sendiri.
"Sudah...aku pernah berburu dengan anggota-"
"Bukan itu! Maksudku adalah, apakah kau pernah berburu sendirian sebelumnya?"
Weng Lou langsung menggelengkan kepalanya, entah mengapa tekanan yang ia rasakan malah bertambah banyak dan membuatnya menjadi sesak napas.
"Dan kau dengan sombongnya ingin berburu menggunakan pedang? Bahkan tampak jelas kau sama sekali tak pernah berlatih dengan layak sebelumnya!" bentak pria itu.
Dia kemudian berjalan ke satu arah dan mebgambil sebuah busur yang di pajang di dinding ruangannya dan menyerahkannya pada Weng Lou lalu langsung diambilnya karena tak mau membuat pria di hadapannya ini menjadi marah.
"Pakai itu saja, bocah sepertimu harus bisa menyayangi nyawanya sendiri. Aku tidak akan menjualkan pedang padamu sebelum kau sudah cukup ahli," ucap pria itu kepada Weng Lou.
Mulut Weng Lou terbuka lebar, dan ingin mengatakan sesuatu. Bukankah ini termasuk perampokan? Bukan busur yang ia inginkan, tetapi pedang!
"Aku.. akan mencari senjata di tempat lain saja...." balas Weng Lou yang menyerahkan kembali busur di tangannya kepada pria itu.
"Tidak, kau tidak akan membeli di tempat lain, sekarang ambil busur dan anak panah ini, dan serahkan uang mu."
Weng Lou hanya bisa tersenyum pahit dalam hatinya. Hasil dari tabungannya malah harus membeli sebuah busur dan beberapa anak panah yang sama sekali dia belum pernah pegang sebelumnya.
Dia ingin menolaknya namun tekanan yang di berikan oleh pria itu membuatnya hanya bisa pasrah dan menyerahkan kantung uangnya kepada pria itu lalu mengambil busur dan anak panah yang telah di siapkan oleh pria itu.
Dirinya sangat yakin, bahwa uang yang ia berikan itu sama sekali tidak cukup untuk membeli busur dan anak panah ini, sehingga dia berpikir bahwa pria itu pasti tidak akan jadi menyerahkan busurnya pada Weng Lou.
Namun apa yang dikatakan oleh pria itu sukses membuat Weng Lou terdiam.
"Cih, miskin sekali. Ini masih kurang beberapa koin perak lagi, kau setelah berburu kembali lah dan bayar sisanya," kata pria itu yang kemudian berjalan masuk ke sebuah ruangan terpisah dengan yang menjadi tempat senjata-senjata di pajang.
Weng Lou menatap pria itu dan busur dengan anak panah yang ada di tangan secara bergantian.
Apakah pria itu waras? Tidakkah dia tetap rugi banyak dengan memberikannya kepada Weng Lou begitu saja meski uangnya kurang?
Meski begitu, Weng Lou langsung cepat-cepat pergi dari situ, jangan sampai pria itu berubah pikiran dan mengambil kembali busur dan anak panah yang ia berikan kepada Weng Lou.
Dengan langkah pasti, Weng Lou pun berjalan menuju ke Hutan Kematian untuk berlatih, sekaligus berburu!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 331 Episodes
Comments
Yuda Suastika
njuuutt
2024-06-20
1
Alurnya kok kurang bagus
2023-08-13
1
Hades Riyadi
neeehh.... chapter lom direvisi rupanya... lanjuutt Thor 😀💪👍👍🙏
2023-06-19
1