Pagi hari dikediaman Klan Keluarga Utama Weng.
Sama seperti hari-hari yang lalu, hanya ada sedikit orang yang sudah mulai beraktivitas.
Namun Weng Lou berbeda. Tidak seperti hari-hari sebelumnya dimana ia sudah bangun dan mulai latihan, pagi ini dia masih tidur dengan nyenyak di atas tempat tidurnya.
Sudah lama dia tidak beristirahat dengan tenang seperti ini. Selama Weng Lou datang ke Klan Keluarga Utama Weng, dia selalu latihan dengan sangat keras dan bahkan mengurangi waktu beristirahat nya.
Tetapi sekarang, dia dapat tenang karena memiliki banyak sumber daya latihan yang ia beli sebelumnya. Dia berencana untuk berlatih di siang hari nanti. Ya...begitulah yang ia rencanakan sampai terdengar suara ketukan keras dari pintu kamarnya.
TOKTOKTOKTOK!!
Suara itu sangat keras, saking kerasnya bahkan terdengar sampai ke rumah tetangga di samping rumahnya.
Kelopak mata Weng Lou langsung terbuka lebar. Dia tidak pernah mendengar ada orang yang mengetuk pintu sekeras itu jika bukan karena sengaja ingin membangunkan dirinya.
Dengan malas Weng Lou berjalan menuju pintu kamar dan membukanya. Terlihat ekspresinya ayahnya seperti baru saja melihat hantu.
"Lou'er! Bangunlah, kita akan segera pergi ke Desa Sungai Biru! Cepatlah berkemas, bawa baju secukupnya saja." Ayahnya langsung pergi dengan cepat menuju kamarnya dan membangunkan ibu Weng Lou juga.
Tidak biasanya ayah seperti ini. Apa terjadi sesuatu yang buruk di desa ya?
Weng Lou bergumam pelan melihat ayahnya. Tak mau ambil pusing, dia segera menyiapkan segala barang yang akan dia bawa ke Desa Sungai Biru.
Dia memilih membawa 2 pasang baju dan Busur Angin Badai miliknya beserta anak panah yang tersisa. Weng Lou juga membawa sumber daya latihan yang ia beli kemarin, dia berencana latihan di desa seandainya mereka akan tinggal lebih lama.
Hanya butuh waktu kurang lebih lima menit untuk Weng Lou menyiapkan semua itu. Selesai berkemas, Weng Lou langsung turun menuju dapur.
Di atas meja makan, sudah tersaji beberapa lauk yang biasanya dimakan saat siang hari. Tapi ada yang aneh....
"Bukankah ayah baru membangunkan ibu lima menit yang lalu? Lalu bagaimana bisa makanan sebanyak ini sudah bisa dimasak hanya dalam lima menit?"
Weng Lou langsung segera duduk dan mengambil mangkuk dan sumpit untuk makan, sambil menunggu kedua orang tuanya selesai berkemas.
Keluarganya sudah biasa tidak sarapan bersama di pagi hari, karena terkadang mereka memiliki kesibukan masing-masing. Namun mereka tetap mengusahakan untuk setidaknya dapat makan malam bersama.
Saat sedang asik makan, terdengar suara ketukan pintu dari pintu masuk rumahnya.
Weng Lou meletakkan sumpit ditangannya, dan berjalan menuju pintu masuk rumahnya.
"Ha...apakah hari ini semua orang gila mengetuk pintu? Bahkan ada tamu yang datang ke rumah di pagi buta ini, aku mulai tak habis pikir."
Weng Lou sejak kecil memiliki dua hal yang paling dia tidak suka. Yang pertama adalah membangunkan dirinya disaat masih tertidur dengan nyenyak, dan yang kedua adalah mengganggu dirinya yang sedang makan.
Hampir semua orang yang mengenalnya sejak lama mengetahui dua hal ini dengan baik. Namun sialnya, dia mengalami kedua-duanya dihari dan waktu yang hampir sama.
Saat sudah berada didepan pintu, Weng Lou membuka kunci pintu. Dia membuka pintu perlahan dan melihat dua orang yang sudah ia kenal sejak lama sedang berdiri sambil melihat kearahnya.
Mereka berdua adalah Weng Wan dan Weng Hua, dua jenius lainnya yang datang bersamanya dari Desa Sungai Biru.
Weng Lou baru-baru ini bertemu dengan Weng Wan, jadi ia masih bisa mengenalinya dengan cepat. Namun berbeda dengan Weng Hua, dia terlihat agak berbeda saat mereka berdua terakhir kali bertemu.
Wajahnya terlihat jaub lebib cantik dan kulitnya yang dulu berwara putih yang biasa dimiliki oleh banyak wanita, kini jauh lebih putih dan bersih. Rambutnya yang dulu dia potong pendek sebahu, kini sudah sepanjang pinggulnya.
Bahkan Weng Lou menelan luda saat melihat dirinya yang sekarang ink. Jujur, dirinya sepertinya hanya berada dibawah satu tingkat dengan Weng Ning, sang Putri Salju, wanita tercantik dikalangan murid dalam.
"Kenapa kalian berdua ada disini?" Weng Lou bertanya dengan heran.
Dia sudah cukup heran dan bingung saat ayahnya membangunkannya beberapa waktu yang lalu, namun sekarang, dua orang yang sudah ia kenal sejak masih tinggal di Desa Sunvai Biru kini datang kerumahnya di pagi hari. Jelas dia semakin kebingungan.
"Hm? Kau juga tidak tau? Kedua orang tua kami tiba-tiba menyuruh kami berdua untuk ikut dengan keluarga yang akan pergi ke Desa Sungai Biru. Kau tidak tau mengapa, tapi sepertinya terjadi sesuatu yang serius disana." Jawab Weng Wan sambil mengangkat bahunya.
Weng Hua disisi lain tampak diam, sepertinya dia tidak berminat menjawab pertanyaan Weng Lou.
Weng Lou sudah mengetahui sikap Weng Hua sejak lama, dia merupakan gadis yang tidak terlalu banyak bicara, namun memiliki semangat pantang menyerah yang luar biasa.
"Haaa...sepertinya begitu. Aku masih tidur dengan nyenyak beberapa menit yang lalu, sampai ayahku datang membangunkanku dengan ketukan pintu yang luar biasa keras." Eeng Lou berkata dengan wajah malas.
"Pfft..!!" Weng Wan menahan tawanya ketika mendengar yang dikatakan Weng Lou.
Weng Wan merupakan salah satu orang yang mengetahui dua hal yang paling dibenci oleh Weng Lou. Pernah suatu ketika, dirinya waktu masih tinggal di Desa Sungai Biru pernah iseng mengetuk pintu rumah Weng Lou di pagi hari dengan keras hingga membangunkan dirinya yang masih tertidur.
Dia tidak pernah berpikir Weng Lou akan mengejarnya seperti kesetanan waktu itu.
"Tertawalah dan aku akan mengikatmu dipohon nanti ketika kita dihutan kematian." Weng Lou menatap Weng Wan dengan jengkel.
"Ho? Coba saja kalau bisa. Kau pikir akan bisa mengikatku? Kau pasti bermimpi!" Weng Wan menyeringai menanggapi gertakan Weng Lou.
Mereka berduapun mulai berdebat, dan tentu saja jika dibiarkan begitu saja akan berakhir dengan adu pukul.
"Aku tak mau mengganggu kalian berdua saling mencintai, tapi bisakah kita masuk ke rumahmu dulu Weng Lou? Aku lelah dari tadi berdiri disini menonton kelian berdua." Weng Hua yang dari tadi diam akhirnya mulai berbicara.
Weng Lou dan Weng Wan yang sudah saling mengunci leher masing-masing pun berhenti dan saling bertatapan.
"Jangan menatapku dengan mata penuh nafsumu itu. Lepaskan leherku, aku tidak mau tertular kehomoan mu." Weng Lou melepaskan kuncian tangannya dileher Weng Wan dan menjauhkan wajahnya sambil memasang ekspresi jijik.
Sialan Weng Lou....
Weng Wan langsung segera melepaskan kuncian nya dan mundur menjauhi Weng Lou.
Sesudah itu, mereka bertiga pun masuk kedalam rumah, dan langsung menuju dapur karena ternyata Weng Wan dan Weng Hua belum makan juga.
Sesampainya di sana, terlihat ibu Weng Lou yang sedang membungkus beberapa lauk dan aya Weng Lou sedang meminum teh didekat jendela.
Weng Wan dan Weng Hau melihat sebuah mangkuk yang berisi nasi yang tinggal setengah.
"Jangan bilang-"
"Jangan terlalu banyak bicara, cepat lah makan. Kita akan segera pergi ke desa." Kata ayah Weng Lou sambil menatap keluar jendela.
Weng Wan dan Weng Hua tak berani membantah, mereka langsung segera duduk dan ikut makan bersama Weng Lou.
***
Di kedalaman Hutan Kematian bagian
Timur.
Sebuah kereta yang ditarik oleh 2 ekor kuda melewati pepohonan hutan yang lebat.
Kereta itu dikendarai oleh ayah Weng Lou. Tatapannya fokus ke jalanan dan mengontrol kuda.
Suara burung-burung berkicau dan kokokan ayam hutan terdengar dimana-mana.
Ibu Weng Lou dan yang lainnya berada didalam kereta kuda, sedangkan Weng Lou...dia ada di atas atap kereta, menikmati pemandangan indah Hutan Kematian dia pagi hari.
Udara yang segar dan sejuk membuat Weng Lou mulai merasa rileks.
"Haa....sudah lama aku tidak sesantai ini. Tapi aku tidak boleh terlalu santai juga....baiklah, aku akan melatih Teknik Pembersih Jiwa saja sambil menunggu kami sampai ke desa."
Weng Lou pun duduk bersila dan mulai melatih teknik pembersih jiwa. Meskipun begitu, dia tetap membagi separuh kesadarannya untuk mengawasi wilayah sekitarnya.
Walaupun Hutan Kematian tampak indah di pagi hari, tetapi ini tetaplah Hutan Kematian, hutan yang dijadikan sebagai tempat tinggal para hewan buas.
Sebuah ingatan terlintas dipikiran Weng Lou. Itu tentang beruang raksasa yang mengejarnya kemarin.
Dia khawatir beruang itu akan muncul kembali dan membantai seluruh keluarganya disini.
Waktu berlalu dengan sangat cepat, sore hari pun sudah tiba. Kereta mereka sudah sampai dipinggiran Hutan Kematian.
Di kejauhan dapat terlihat sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sungai berwarna biru yang sangat indah.
Ayah Weng Lou masih seperti di pagi hari, wajahnya serius dan tidak bisa terlihat wajah leganya sama sekali.
Hal itu bukan tanpa alasan. Walaupun mereka sudah sampai di daerah pinggiran hutan kematian, tetapi daerah ini sering didatangi oleh hewan buas yang mencari mangsa dimalam hari.
Namun untungnya mereka sudah sampai tepat di gerbang desa saat matahari sudah tenggelam di barat.
"Rumahku istanaku."
Weng Lou langsung melompat turun, dan mendatangi sebuah rumah yang ada dipinggiran desa. Rumah ini sangat kecil dan sederhana, dan juga tampak tak terawat selama beberapa waktu.
Dapat dilihat dari rumput-rumput yang tumbuh tunggi menutupi halaman rumah. Rumah ini adalah rumah Weng Lou yang telah ia tinggali sejak ia lahir.
Saat Weng Lou akan mencapai pintu rumahnya, ayahnya langsung memanggilnya kembali.
"Lou'er! Kita akan menuju kerumah Nenek Weng Lai dulu! Cepat kembali!"
Kini Weng Lou semakin heran mendengar ucapan ayahnya.
Rumah Nenek Lai?
Weng Lou tidak kembali ke kereta kuda, tetapi langsung melesat masuk kedalam desa, menuju rumah Nenek Lai ini.
Weng Lai merupakan saudara perempuan dari ayah Weng Li, ayah Weng Lou. Weng Lou memakai Teknik Meringankan Diri, dan membuat dirinya melesat dengan cepat.
Ayah, dan ibu Weng Lou, serta Weng Wan dan Weng Hua sangat terkejut melihat kecepatan yang ditunjukkan oleh Weng Lou.
"Hm!? Bagaimana bisa kecepatan Weng Lou menyamai kecepatan orang yang berada di Dasar Pondasi tingkat 4 awal?" Ayah Weng Lou sangat terkejut, sampai-sampai lupa bahwa kereta kudanya telah berhenti.
Di sisi lain, Weng Wan sangat tak percaya dengan yang ia lihat.
Bukankah dia bilang baru memasuki Dasar pondasi tingkat 3, dua hari yamg lalu? Bagaimana bisa dia sangat cepat?!
Weng Wan rasanya ingin menangis, dia cukup puas setelah dirinya berhasil memasuki Dasar Pondasi tingkat 3 hanya berbeda 1 hari dari Weng Lou. Namun sekarang, dia tidak bisa berhenti mengumpat.
Weng Hua tampak yang paling tampak tenang dari yang lain. Namun sebenarnya dia yang paling syok berat.
Dia telah memasuki Dasar Pondasi tingkat 3 lebih dulu dari Weng Lou. Dam juga dia selalu berlatih dengan giat tanpa henti. Bagaimana bisa langit begitu kejam?
Namun jika diliat dari hari mereka bertiga menembus Dasar Pondasi tingkat 3, akan terasa sedikit keanehan.
Bagaimana bisa mereka bertiga memasuki Dasar Pondasi tingkat 3 minggu yang sama? Hanya langit yang tau.
Butuh waktu 1menit untuk mereka semua bisa kembali berpikir jernih. Mereka berempat segera melanjutkan menuju ke rumah Nenek Weng Lai.
***
Didepan sebuah rumah yang ukurannya hampir seukuran rumah L
Weng Lou di Kota Bintang Putih.
Terlihat banyak orang-orang yang berkumpul di rumah itu.
Banyak wanita-wanita yang menangisi sebuah peti yang didalamnya terbaring tubuh seorang wanita paruh baya.
Weng Lou yang melesat kencang, sampai hanya dalam waktu kurang dari satu menit.
Dia tampak bingung melihat orang-orang yang berkumpul. Matanya memindai seluruh orang disitu.
Dia melihat semua orang disitu tampak sedang bersedih, dan ini membuat Weng Lou memiliki firasag buruk.
Mata Weng Lou tiba-tiba tertuju kesebuah kerumuman wanita yang sedang menangisi sebuah peti mati.
Weng Lou tanpa pikir panjang langsung berlari menuju peti itu. Dia tidak ingin apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.
"Tida tidak tidak tidak....ini tidak mungkin....bagaimana...bagaimana bisa...." Weng Loh berlutut dihadapan peti itu.
Wanita paruh baya yang ada didalam itu merupakan Nenek Weng Lai. Weng Lou tau bahwa dia itu sudah di akhir usianya, sehingga dia sudah tau inj akan terjadi. Tapi hal yang membuat Weng Lou tak bisa menerima hal ini adalah tubub Weng Lai yang tidak lengkap didalm peti.
Hanya ada tubuh bagian atas saja didalam peti, sedangkan bagian pinggul kebawah tidah ada.
Orang-orang yang sebelumnya tidak terlalu memepedulikan Weng Lou karena mereka tidak bisa mengingat weng Lou.
Ini disebabkan Weng Lou yang tampak berbeda sebelum dia pergi dari desa.
Seorang pria tua menghampiri Weng Lou yang masih berlutut ditanah.
"Lou'er...akhirnya kau kembali. Dimana ayah dan ibumu? Mengapa hanya ada kau disini?"
"Siapa..."
"Hm? Ayah dan ibumu, dimana mere-"
"SIAPA YANG MELAKUKAN INI KEPADA NENEK LAI?!?!"
Semua orang yang ada disitu seketika terdiam. Bahkan pria tua yang berbicara kepada Weng Lou langsung tersedak nafasnya.
Saat mereka masih diam, kereta kuda yang dikendarai keluarga Weng Lou akhirnya tiba. Ayah Weng Lou langsung melompat turun dan segera mencapai lokasi Weng Lou.
Saat sampai tempat Weng Lou, dia dapat melihatjasad Nenek Weng Lai yang ada didalam peti.
"Ka..kalian berbohong padaku! Kalian bilang dia meninggal karena sakit! Apanya yang sakit?! Dia jelas-jelas disereng binatang buas!" Ayah Weng Lou tampak kehilangan akal sehatnya.
Dia menggoncang tubuh pria tua yang bersama Weng Lou sebelumnya. Air matanya mengalir deras.
"Hewan buas mana yang melakukan ini?!
"Itu...itu seekor Beruang Iblis Hitam." Jawab Kepala keluarga sambil menunduk.
Beruang Iblis Hitam?
Mata Weng Lou melebar mendengar pelaku yang menyebabkan kematian pada orang yang ia cintai.
"Akan ku habisi dia."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 331 Episodes
Comments
Yuda Suastika
njuuutttt
2024-06-21
1
I Dw Ny Manasamadhi
ceritanya matah keren
2024-04-16
1
Harman LokeST
terlalu santai tidak serius
2022-06-12
1