Malam hari, di dalam Hutan Kematian.
Sosok Weng Lou terbaring lemah di samping sebuah pohon yang ia tabrak sebelum dirinya pingsan sebelumnya.
Dalam kondisi lemah dirinya menerawang ke langit dan menatap langit malam yang berbintang.
Dia membuka mulutnya, dan seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada satu katapun yang keluar darinya, hanya sebuah suara serak yang amat lemah.
Luka pada punggungnya sudah tidak mengeluarkan darah lagi, tapi masih dalam kondisi terbuka. Ini adalah salah satu kehebatan dari seorang Praktisi Beladiri, meski dalam kondisi terluka separah apapun, mereka selalu memiliki kesempatan untuk selamat karena kecepatan regenerasi tubuh mereka sangatlah cepat jika dibandingkan dengan manusia biasa.
Tapi itu semua percuma jika luka yang dialami oleh sang Praktisi Beladiri, seperti terluka pada leher, atau pun perut, atau beberapa daerah vital lainnya, kemungkinan selamat berada di bawah lima puluh persen, tergantung seberapa tinggi tingkat praktik Praktisi Beladiri tersebut.
Untungnya, Weng Lou terluka pada punggungnya, sehingga dirinya tidak berada dalam kondisi yang membahayakan nyawa nya. Tapi tetap saja, dirinya saat ini telah kehilangan banyak sekali darah, jika dia tidak segera diobati maka dia tetap akan mati.
Di saat dirinya masih menatap kosong ke langit malam, mendadak terdengar sebuah suara gemersik di dekatnya.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, Weng Lou menggerakkan kepalanya dan menatap ke arah asal suara tersebut.
Napasnya yang sangat lemah mulai semakin cepat ketika mendengar suara tersebut.
Ini sudah malam hari, dan satu-satunya yang beraktifitas malam hari di Hutan Kematian adalah para binatang buas yang tinggal di dalamnya.
Malam hari adalah waktu bagi mereka untuk berburu, jadi Weng Lou sangat gelisah dalam hatinya pada saat ini. Sebuah keajaiban besar dirinya bisa selamat dari serangan Beruang Iblis Hitam dan juga ledakan pagi tadi. Jika dirinya malah harus dihadapkan pada binatang buas sekarang, maka dia mati.
Dirinya sudah tak memiliki kekuatan sama sekali sekarang.
"Apakah kau justru ingin mempermainkan aku, dewa?" Weng Lou berbicara dalam hatinya.
Dari arah asal suara yang ia dengar sebelumnya, terlihat tubuh dari Beruang Iblis Hitam yang sudah tak bernyawa. Sebuah batu runcing yang sepertinya sangat keras dan tajam menancap tepat pada kepalanya.
Tapi perhatian Weng Lou tidak terfokus pada tubuh Beruang Iblis Hitam tersebut, melainkan sosok bayangan yang sedang berdiri di atas tubuh beruang tersebut, dan sedang menatap ke arah Weng Lou yang terbaring di tanah.
Samar-samar Weng Lou bisa memastikan bahwa bayangan tersebut adalah manusia.
Mendadak, keinginan untuk bertahan hidup mulai membara di dalam hati Weng Lou. Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat tangan kanannya dan mengarahkannya pada sosok bayangan tersebut.
"To...long....aku....." ucapnya dengan lemah. Itu adalah semua yang ia bisa.
"Kumohon, tolong aku! Aku tidak ingin mati! Kumohon! Siapapun kau! Aku mohon selamatkan aku!!" Itulah yang akan Weng Lou katakan jika dia memiliki kekuatan untuk mengatakannya.
Sosok bayangan itu hanya diam menatap Weng Lou, dan kemudian terlihat dia melangkah dan mendekat ke arah Weng Lou dan memperlihat sosoknya merupakan seorang pria yang seperti berusia awal empat puluhan seperti ayahnya, mengenakan topi jerami dan jubah berwarna hitam.
Pada punggungnya terlihat sebuah busur besar dengan berbagai motif yang sangat indah menghiasinya.
"Siapa kau, nak?" Sosok pria itu bertanya kepada Weng Lou.
Weng Lou membuka mulutnya, dan berniat menjawab, tapi kemudian tidak ada suara yang keluar darinya. Dia telah mengerahkan semua yang ia punya untuk mengatakan 'tolong aku' sebelumnya.
Pria itu menatap Weng Lou tanpa berkedip, lalu pandangannya kemudian tertuju pada lambang Keluarga Weng yang berwarna biru dan sebuah pola menyerupai sungai-sungai pada bagian punggung pakaian Weng Lou.
Dahinya berkerut melihat hal itu lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu.
"Bagaimana kau bisa ada di sini? Kau berasal dari Keluarga Klan Cabang Weng Desa Sungai Biru, bukan? Apakah kau masuk kedalam hutan bersama orang lain?" tanya pria itu lagi.
Weng Lou hanya bisa menggelengkan dengan pelan kepalanya.
"Lalu? Jangan bilang kau masuk sendiri ke dalam hutan?"
Weng Lou hanya diam mendengar hal itu, dia kesulitan untuk mengangguk, jadi dia berharap pria itu bisa mengerti akan tanda-tanda yang ia tunjukkan.
"Nak, apa kau sadar bahwa-"
"Aaauuuuu!!!!!"
Belum selesai pria itu berbicara, dari balik tubuh Beruang Iblis Hitam yang besar, keluar seekor serigala yang memiliki bulu berwarna abu-abu di seluruh tubuhnya. Pad dahinya terlihat warna yang berbeda, yaitu warna merah.
Serigala itu melolong dan membuat perhatian Weng Lou dan pria itu langsung terarah padanya.
Tak lama kemudian, sekawanan serigala yang sama seperti serigala tersebut keluar dari balik-balik pepohonan dan mulai mengelilingi Weng Lou dan pria tersebut.
Pria itu menghela napasnya dan kemudian membuka telapak tangannya, dan dalam kecepatan yang bisa diikuti oleh mata, sebuah anak panah tercipta dari sekumpulan energi yang bercahaya putih terang.
Weng Lou yang dalam kondisi lemahnya menelan ludah menyaksikan hal tersebut. Dia tau teknik yang dilakukan oleh pria itu.
Energi bercahaya putih terang yang membentuk anak panah itu adalah sesuatu yang disebut dengan tenaga dalam oleh para Praktisi Beladiri.
Weng Lou tidak terlalu mengerti detailnya, tapi yang pasti hanya mereka yang merupakan seorang Praktisi Beladiri dengan kekuatan tinggi saja yang bisa melakukannya.
Ayahnya, Weng Li juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pria yang ada di hadapannya ini, tapi yang dibuat oleh Weng Li adalah sebuah pedang, dan itu tidak melayang seperti anak panah yang diciptakan oleh pria ini.
"Sepertinya kalian ini belum menyerah yah..." Pria itu berbicara dengan nada datar.
Detik berikutnya, lolongan serigala kembali terdengar, dan kawanan serigala itu pun menerjang ke arah mereka berdua.
Pria itu hanya diam sambil mengangkat tangannya yang terdapat anak panah dari tenaga dalam tersebut.
Ketika para serigala itu berjarak kurang dari sepuluh meter saja dari mereka, mendadak anak panah di tangan pria itu pun terbang dengan sangat cepat dan kemudian menembus kepala salah satu serigala.
Anak panah itu kemudian berbelok, dan menembus kepala serigala lainnya.
Anak panah tersebut, dalam kecepatan yang tetap, terbang dan menembus satu persatu kepala serigala yang sedang mengarah pada Weng Lou dan pria itu.
Ketika anak panah itu menembus kepala serigala terakhir, tubuh semua serigala pun terjatuh ketanah bersamaan, dan anak panah itu terbang kembali kebarah pria itu, dan melayang dengan ringan di atas telapak tangannya, lalu mulai hancur menjadi energi-energi kecil dan masuk ke dalam tubuhnya.
"Para binatang buas ini tidak ada habisnya, dibunuh satu, sepuluh bertambah," ucap pria itu lalu kemudian menatap Weng Lou kembali.
Terdengar suara helaan napas darinya, yang kemudian menunduk dan mengangkat tubuh Weng Lou, lalu kemudian memposisikan tubuh Weng Lou pada punggungnya.
Setelah memastikan tubuh Weng Lou tidak akan terjatuh nantinya, pria itu pun mulai melangkahkan kakinya pergi dari situ, tanpa menyadari bahwa sebuah kitab berwarna keemasan tergeletak di tempat Weng Lou terbaring sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, kitab tersebut menghilang bagai tak pernah ada sebelumnya.
Tak lama setelah kepergian dari pria itu bersama dengan Weng Lou, sosok pria lainnya tiba di tempat itu dan mengenakan topi jerami, serta mantel dari rerumputan kering.
Pria itu membuka topi jeraminya, dan memperlihatkan identitasnya yang tidak lain adalah ayah Weng Lou, Weng Li.
Dia mengamati sekelilingnya, dan kemudian berjalan ke arah dimana tubuh Weng Lou terbaring beberapa menit yang lalu.
Menatap tempat itu selama beberapa saat, Weng Li kemudian mulai melihat sekitarnya lagi, dan menemukan banyaknya tubuh serigala yang terbaring tak bernyawa lagi di tanah, serta tubuh seekor beruang hitam besar tidak jauh darinya.
Weng Li berjalan mendekati tubuh salah satu serigala yang sudah mati tersebut, dan memeriksa bekas luka pada kepalanya.
Dahinya berkerut ketika menyadari bahwa luka itu disebabkan oleh tenaga dalam.
Dia menutup matanya sejenak, lalu menoleh ke satu arah dimana pria sebelumnya pergi sambil membawa Weng Lou yang terluka.
"Ada dimana kau, Lou'er...." Weng Li berbicara pelan dan kemudian pergi ke arah tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 331 Episodes
Comments
syarif ibrahim
terlambat bapake datangnya.... anaknya sdh dibawa orang lain.... 🤔🤔🤔
2024-10-30
2
Yuda Suastika
njuuuttt
2024-06-20
1
Lanjut tor👍👍👍👍👍
2023-08-13
1