Bab 8: Operasi Hanin

Waktu operasi Hanin terasa sangat lama bagi Mahreeen. Dari siang hingga sore, operasi masih belum selesai. Mahreeen menunggu sendirian di luar ruang operasi, hatinya diliputi kecemasan yang tak tertahankan. Setiap detik berlalu dengan berat, dan doanya terus terucap tanpa henti di dalam hati.

Saat matahari mulai terbenam dan waktu shalat Maghrib tiba, operasi masih belum menunjukkan tanda akan selesai. Mahreeen menyelesaikan shalatnya di sudut kecil ruang tunggu, lalu kembali duduk dengan tatapan yang masih tertuju pada lampu ruang operasi yang belum juga berubah warna.

Ya Allah, kuatkan aku... berikan kesembuhan untuk Hanin, jangan ambil dia dariku dulu. Aku sudah merelakan dan memberikan yang terbaik. Jangan sia siakan usahaku ini karena Hanim belum benar benar merasakan bahagia, batinnya, mencoba tetap tenang meski hatinya dilanda was was.

Ketika kecemasannya mencapai puncak, tiba tiba sosok yang tidak diduganya muncul di hadapannya. Manaf, bosnya, berjalan mendekat dengan langkah tenang dan duduk di sampingnya. Mahreeen terkejut melihatnya di sana. Tidak hanya karena dia adalah bosnya, tetapi juga karena kehadirannya yang mendadak di rumah sakit.

"Pak Manaf?" lirih Mahreeen dengan suara gemetar, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Manaf menatapnya dengan lembut, lalu tanpa berkata apa apa, ia mengulurkan tangan dan perlahan mengusap air mata yang sudah mengalir di pipi Mahreeen.

"Tenanglah, Mahreeen. Aku ada di sini. Hanin akan baik baik saja," ucap Manaf dengan suara tenang dan meyakinkan.

"Tapi operasinya begitu lama, Pak. Saya takut..." ucap Mahreeen dengan suara bergetar, matanya kembali berkaca kaca.

Manaf menarik napas dalam dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum berbicara lebih jauh.

"Operasi besar memang memerlukan waktu yang lama. Tapi percayalah, tim dokter di sini adalah yang terbaik. Mereka akan melakukan yang terbaik untuk Hanin." ucap Manaf.

Mahreeen hanya bisa menundukkan kepalanya, mencoba menahan isakannya yang sudah hampir pecah.

"Saya sudah berdoa... tapi saya tetap takut," ucapnya, suaranya serak oleh emosi yang terus menghantamnya.

Manaf menatap Mahreeen dengan penuh perhatian. Ini adalah sisi lain dari wanita yang biasanya selalu terlihat kuat dan tegar di kantor.

"Kamu sudah melakukan yang terbaik sebagai ibu. Sekarang, biarkan dokter melakukan tugasnya. Aku yakin, semuanya akan baik baik saja. Kamu tidak sendirian," ucap Manaf dengan lembut, suaranya terdengar penuh empati.

Dalam hati, Mahreeen merasa sangat terkejut. Manaf yang biasanya terlihat dingin dan tegas di kantor, ternyata memiliki sisi yang hangat dan penuh perhatian. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa sosok yang selama ini tampak kaku justru bisa menjadi penopang di saat saat sulit seperti ini.

"Terima kasih, Pak Manaf. Saya tidak tahu harus berkata apa...," ucap Mahreeen pelan, masih terkejut dengan kehadiran dan perhatian bosnya itu.

"Kamu tidak perlu berkata apa apa. Fokus saja pada Hanin dan doakan dia. Aku akan menunggu di sini bersamamu sampai operasi selesai," jawab Manaf, mengusap pundak Mahreeen dengan lembut. Dia tidak berani melakukan lebih dari itu, menghormati ruang pribadi Mahreeen, tetapi kehadirannya sudah cukup membuat Mahreeen merasa sedikit lebih tenang.

Di dalam hatinya, Mahreeen tak bisa berhenti membandingkan Manaf dengan Peros.

Andai saja Peros bisa bersikap seperti Pak Manaf... mungkin aku tidak akan merasa serapuh ini, Peroa benar benar Bapak yang tidak tahu diri, bagaimana kondisi anaknya yang sedang berjuang dia malah mengabaikannya batin Mahreeen dalam diam.

Penyesalan demi penyesalan mulai menghampirinya. Hubungannya dengan Peros yang dulu begitu penuh harapan kini hancur berkeping keping. Proses perceraian sedang berlangsung, dan Peros tidak lagi peduli pada keluarganya. Jangan salahkan jika nanti akan menyesal karena di benci anak anaknya karena sikapnya sendiri.

Apa yang salah dengan pernikahan ini? Kenapa dia berubah begitu drastis? batin Mahreeen, hatinya terasa hancur mengingat kabar dari Rasya bahwa Peros sudah tidak pulang ke rumah selama beberapa hari. Kesedihan itu menggerogoti hatinya lebih dalam lagi.

Tiba tiba, suara lembut Manaf memotong lamunan Mahreeen. "Aku tahu ini sulit, tapi kamu harus tetap kuat. Hanin membutuhkanmu lebih dari siapapun," ucap Manaf, suaranya penuh perhatian.

Mahreeen mengangguk pelan, mencoba menenangkan diri.

"Saya akan berusaha, Pak. Saya akan kuat... demi Hanin," ucapnya dengan suara yang lebih tegas, meskipun hatinya masih terasa berat.

Waktu terus berlalu, dan malam pun mulai menjelang. Mahreeen terus menatap lampu operasi yang masih berwarna merah. Dia berharap setiap saat lampu itu akan berubah menjadi hijau, tanda bahwa operasi sudah selesai.

Ting!

Tiba tiba suara lembut dari lampu operasi terdengar. Mahreeen dan Manaf sama sama terkejut dan segera berdiri serentak. Lampu operasi akhirnya berubah menjadi hijau, menandakan bahwa operasi sudah selesai.

"Alhamdulillah...," ucap lirih Mahreeen, hatinya sedikit lega.

"Ayo, kita tunggu dokter keluar," ajak Manaf sambil menuntun Mahreeen mendekati pintu ruang operasi.

Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi terbuka dan tim dokter keluar. Mahreeen langsung mendekat dengan perasaan bercampur antara cemas dan harap.

"Dokter, bagaimana keadaan Hanin?" tanya Mahreeen penuh kekhawatiran, suaranya hampir tak bisa dia kendalikan.

Dokter yang memimpin operasi tersebut tersenyum lembut, menatap Mahreeen dengan penuh pengertian.

"Operasi berjalan dengan baik. Hanin berhasil melewati operasinya dengan stabil. Namun, proses pemulihannya masih memerlukan waktu dan perawatan intensif. Dia anak yang kuat, Bu Mahreeen. Sekarang kita tinggal berdoa agar masa pemulihannya berjalan lancar." jawab dokter penanggung jawab itu.

Mahreeen hampir tidak bisa menahan tangisnya.

"Terima kasih, Dokter. Terima kasih banyak...," ucapnya dengan air mata yang mengalir di pipinya, kali ini air mata kebahagiaan dan kelegaan.

Manaf yang berdiri di sampingnya juga tersenyum tipis.

"Aku sudah bilang, semuanya akan baik baik saja," bisiknya pelan kepada Mahreeen.

Mahreeen menatap Manaf dengan mata penuh rasa terima kasih.

"Terima kasih, Pak Manaf. Tanpa dukungan Anda, saya tidak tahu bagaimana saya bisa melewati hari ini," ucapnya tulus.

"Kamu wanita yang kuat, Mahreeen. Aku hanya ada di sini untuk mengingatkanmu tentang itu." ucap Manaf hanya mengangguk.

Malam itu, meskipun lelah dan penuh kecemasan, Mahreeen akhirnya bisa bernapas sedikit lebih lega. Namun, di balik perasaan leganya, dia juga merasakan kegetiran yang dalam terhadap apa yang telah terjadi dalam hidupnya. Sementara itu, Manaf, meskipun tetap menjaga jarak, diam diam merasa puas bisa berada di samping Mahreeen pada saat saat paling sulit ini.

Ya Allah, aku yang memang tidak pandai untuk meminta padamu. Kali ini saja kabulkan doaku, aku ingin kebahagiaan untuk wanita di depanku ini, Mahreeen. Wanita yang ingin aku selalu melihat senyumnya merekah. Batin Manaf.

...****************...

Hi semuanya!!! Tinggalkan jejak kalian disini ya.

Episodes
1 Bab 1: Kesulitan Mahreeen
2 Bab 2: Memberanikan Diri
3 Bab 3: Syarat yang Sulit bagi Mahreeen
4 Bab 4: Putusan Mahreeen
5 Bab 5: Tanda Tangan Perjanjian
6 Bab 6: Peros Gila Harta
7 Bab 7: Kedatangan Farisa
8 Bab 8: Operasi Hanin
9 Bab 9: Ujian Datang Lagi
10 Bab 10: Perhatian Manaf
11 Bab 11: Hanin Mulai Pulih
12 Bab 12: Kedatangan Manaf
13 Bab 13: Hanin Sadar
14 Bab 14: Om Manaf
15 Bab 15: Surat Cerai
16 Bab 16: Farisa Curiga
17 Bab 17: Farisa dan Jasmin Curiga Ada Wanita Lain di Hidup Manaf
18 Bab 18: Pertemuan
19 Bab 19: Liburan
20 Bab 20: Lamaran Manaf
21 Bab 21: Manaf Sakit
22 Bab 22: Perhatian Mahreeen
23 Bab 23: Meminta Restu
24 Bab 24: Restu
25 Bab 25: Pertemuan yang Mengungkap
26 Bab 26: Perjanjian Terbaru
27 Bab 27: Pertemuan yang Mengharukan
28 Bab 28: Keluarga yang Utuh
29 Bab 29: Kepastian dan Restu
30 Bab 30: Masa Lalu yang Kembali
31 Bab 31: Luka yang Belum Terlupakan
32 Bab 32: Melepaskan Masa Lalu
33 Bab 33: Kepulangan dan Kehidupan Baru
34 Bab 34: Mahreeen Diratukan
35 Bab 35: Ikatan yang Tersisa
36 Bab 36: Kejutan Farisa
37 Bab 37: Mahreeen Dimanja, Farisa Disiksa
38 Bab 38: Diam-Diam Manaf Bertindak
39 Bab 39: Menuju Pernikahan H-1
40 Bab 40: Pernikahan Megah
41 Bab 41: Surat Cerai Farisa
42 Bab 42: Honeymoon Romantis
43 Bab 43: Dimanjakan Mahreeen
44 Bab 44: Sambutan yang Meriah
45 Bab 45: Mahreeen Hilang
46 Bab 46: Rumah Sakit
47 Bab 47: Mahreeen Tersadar
48 Bab 48: Penjelasan
49 Bab 49: Liburan Keluarga yang Penuh Kejutan
50 Bab 50: Obsesi yang Berbahaya (POV Farisa)
51 Bab 51: Rencana Farisa yang Berantakan
52 Bab 52: Kekhawatiran Manaf
53 Bab 53: Manaf, Papa Sambung yang Melebihi Kasih Sayang Papa Kandung
54 Bab 54: Permintaan Mahreeen
55 Bab 55: Farisa di kantor polisi
56 Bab 56: Penyesalan Papa Farisa
57 Bab 57: Amukan Farisa
58 Bab 58: Sidang Perdana Farisa.
59 Bab 59: Saksi yang Memberatkan Farisa
60 Bab 60: Selesai Farisa
61 Bab 61: Hadiah Manaf
62 Bab 62: Pengobatan Manaf
63 Bab 63: Terapi Pertama Manaf
64 Bab 64: Perubahan Manaf
65 Bab 65: Manaf Sedikit Lagi Sembuh
66 Bab 66 - Pertemuan Mahreeen dan Angel
67 Bab 67: Perayaan Manaf Sembuh
68 Bab 68: Kabar Bahagia
69 Promo karya terbaru
70 promo karya terbaru
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Bab 1: Kesulitan Mahreeen
2
Bab 2: Memberanikan Diri
3
Bab 3: Syarat yang Sulit bagi Mahreeen
4
Bab 4: Putusan Mahreeen
5
Bab 5: Tanda Tangan Perjanjian
6
Bab 6: Peros Gila Harta
7
Bab 7: Kedatangan Farisa
8
Bab 8: Operasi Hanin
9
Bab 9: Ujian Datang Lagi
10
Bab 10: Perhatian Manaf
11
Bab 11: Hanin Mulai Pulih
12
Bab 12: Kedatangan Manaf
13
Bab 13: Hanin Sadar
14
Bab 14: Om Manaf
15
Bab 15: Surat Cerai
16
Bab 16: Farisa Curiga
17
Bab 17: Farisa dan Jasmin Curiga Ada Wanita Lain di Hidup Manaf
18
Bab 18: Pertemuan
19
Bab 19: Liburan
20
Bab 20: Lamaran Manaf
21
Bab 21: Manaf Sakit
22
Bab 22: Perhatian Mahreeen
23
Bab 23: Meminta Restu
24
Bab 24: Restu
25
Bab 25: Pertemuan yang Mengungkap
26
Bab 26: Perjanjian Terbaru
27
Bab 27: Pertemuan yang Mengharukan
28
Bab 28: Keluarga yang Utuh
29
Bab 29: Kepastian dan Restu
30
Bab 30: Masa Lalu yang Kembali
31
Bab 31: Luka yang Belum Terlupakan
32
Bab 32: Melepaskan Masa Lalu
33
Bab 33: Kepulangan dan Kehidupan Baru
34
Bab 34: Mahreeen Diratukan
35
Bab 35: Ikatan yang Tersisa
36
Bab 36: Kejutan Farisa
37
Bab 37: Mahreeen Dimanja, Farisa Disiksa
38
Bab 38: Diam-Diam Manaf Bertindak
39
Bab 39: Menuju Pernikahan H-1
40
Bab 40: Pernikahan Megah
41
Bab 41: Surat Cerai Farisa
42
Bab 42: Honeymoon Romantis
43
Bab 43: Dimanjakan Mahreeen
44
Bab 44: Sambutan yang Meriah
45
Bab 45: Mahreeen Hilang
46
Bab 46: Rumah Sakit
47
Bab 47: Mahreeen Tersadar
48
Bab 48: Penjelasan
49
Bab 49: Liburan Keluarga yang Penuh Kejutan
50
Bab 50: Obsesi yang Berbahaya (POV Farisa)
51
Bab 51: Rencana Farisa yang Berantakan
52
Bab 52: Kekhawatiran Manaf
53
Bab 53: Manaf, Papa Sambung yang Melebihi Kasih Sayang Papa Kandung
54
Bab 54: Permintaan Mahreeen
55
Bab 55: Farisa di kantor polisi
56
Bab 56: Penyesalan Papa Farisa
57
Bab 57: Amukan Farisa
58
Bab 58: Sidang Perdana Farisa.
59
Bab 59: Saksi yang Memberatkan Farisa
60
Bab 60: Selesai Farisa
61
Bab 61: Hadiah Manaf
62
Bab 62: Pengobatan Manaf
63
Bab 63: Terapi Pertama Manaf
64
Bab 64: Perubahan Manaf
65
Bab 65: Manaf Sedikit Lagi Sembuh
66
Bab 66 - Pertemuan Mahreeen dan Angel
67
Bab 67: Perayaan Manaf Sembuh
68
Bab 68: Kabar Bahagia
69
Promo karya terbaru
70
promo karya terbaru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!