Jadi wanita penurut

"Hari ini tak perlu datang ke kantor. Bersantai lah."

Penuturan itu terdengar saat Sheila baru saja terbangun dari tidurnya dan terkejut saat melihat jam yang tertera di ponselnya. Membuat Sheila segera memaksa dirinya bangun hingga terhuyung dan kembali terjatuh hingga terduduk di atas ranjangnya.

Kepalanya pening saat tiba-tiba harus terbangun seperti itu. Tapi dia harus terburu-buru saat jam sudah menunjukan pukul delapan pagi.

"Bagaimana bisa," respon Sheila menatap pada Ghazam yang baru saja masuk ke dalam kamarnya dan berkata demikian. Keningnha bahkan sudah mengerut saat menatap pria itu bersamaan dengan rasa kantuk yang masih dia rasakan di sana.

"Bisa, Sheila. Memangnya apa yang tidak bisa untukmu." Ghazam merespon apa yang dikatakan Sheila dengan sedikit menggoda wanita itu.

Satu kerlingan di mata Ghazam juga sudah ditunjukan untuk Sheila. Membuat wanita itu lantas memutar bola matanya malas saat melihat dan mendengar itu semua.

"Pokoknya tak perlu pergi ke kantor hari ini. Jangan khawatir," ucap Ghazam sekali lagi pada Sheila di sana.

Kali ini dia mengatakannya dengan serius. Membuat Sheila yang melihatnya kembali menatap Ghazam heran. Tak mengerti kenapa pria itu malah berbicara seperti itu padanya.

"Memangnya kenapa? Apa karena aku bangun terlambat hari ini?" tanya Sheila sekenanya. Dimana dia menebak dengan asal. Mengucapkan apa yang ada di pikirannya pada Ghazam.

Bukannya menjawab, pria itu malah terlebih dahulu terkekeh saat merespon apa yang dikatakan oleh Sheila padanya. Dia yang sudah mendekat pada Sheila pun pada akhirnya mengusakkan tangannya pada rambut wanita itu dengan gemas.

"Tidak begitu, Sheila."

"Lalu kenapa?"

"Kau banyak bertanya. Intinya tak perlu pergi saja sudah, menurutlah. Tak akan menjadi masalah juga. Seseorang di posisi mu itu tak wajib datang ke kantor setiap hari. Mengerti?" tegas Ghazam pada akhirnya padanya di sana.

Sheila yang kini sedikit mendongak untuk menatap Ghazam hanya bisa menatapnya dengan penuh penasaran. Juga merasa heran di saat bersamaan.

"Kau, memiliki maksud lain bukan?" tanya Sheila pada akhirnya.

Pertanyaan itu muncul begitu saja di dalam benaknya. Sebab, Ghazam juga tak mungkin mengatakan hal seperti itu tanpa alasan. Padahal, dengan pergi atau tidaknya Sheila ke kantor juga tak akan merugikan perusahaan sama sekali. Malah, akan jauh lebih baik jika pergi ke kantor sekalipun dia terlambat.

Mendengar pertanyaan Sheila, lantas Ghazam menunjukan senyuman miringnya. Satu alisnya juga terangkat saat menatap wanita itu dengan sedikit menunduk. "Sepertinya, kau sudah mulai bisa memahamiku, ya?" ucapnya sedikit meremehkan.

Sheila mendecih. Sudah dapat dia tebak sejak tadi kalau Ghazam memang memiliki maksud lain.

"Lupakan. Kalau memang aku tak perlu datang ke kantor, biarkan aku kembali tidur," ucap Sheila yang sudah bersiap kembali berbaring di ranjangnya.

Akan tetapi, Ghazam sudah terlebih dahulu menarik tangannya. Menahannya agar tak kembali berbaring. Pria itu justru malah menarik Sheila lagi dan membuat wanita itu terbangun dari posisinya. Hingga keduanya kini saling berhadapan satu sama lain dengan jarak yang cukup dekat.

"Sayangnya kau tak bisa kembali menikmati mimpi indahmu, Sheila," ucap Ghazam setengah berbisik dengan jemari tangannya yang sudah bergerak untuk membelai wajah wanita itu dengan lembut. Begitu juga dengan wajahnya yang sudah di dekatkan pada wajah Sheila di sana.

Sheila menatap Ghazam dengan tatapan yang berani, bahkan dagunya sudah naik seakan menantang Ghazam di sana. "Ya, mimpi indahku sudah tak dapat aku nikmati sejak kau hadir di dalam kehidupanku!" Tegasnya tepat di depan wajah pria itu.

Ghazam lantas terkekeh. "Kalau begitu, biar aku gantikan dengan kenyataan yang lebih indah," ucapnya sembari semakin mendekatkan wajahnya pada Sheila.

Dia berniat menyatukan bibirnya dengan bibir Sheila. Akan tetapi, wanita itu sudah terlebih dahulu menghindarinya.

"Katakan apa maksudmu menyuruhku untuk tidak pergi ke kantor," ucap Sheila yang kini sudah mendorong tubuh Ghazam untuk menjauh darinya.

Dimana sekali lagi Ghazam menjadi terkekeh pelan dibuatnya sembari menggaruk pelipisnya yang tak gatal sama sekali.

Kedua tangan Sheila kini sudah terlipat di depan dada. Menatap Ghazam sembari menunggu pria itu memberikan jawaban untuknya. Menjawab semua rasa penasarannya terhadap apa yang akan dilakukan pria itu hari ini pada dirinya.

"Aku ingin membawamu ke suatu tempat," jawab Ghazam dengan kedua bahu yang sudah terangkat.

Sheila mengernyit heran. "Kemana?"

"Kau hanya perlu bersiap. Kita berangkat setelah sarapan," jawab Ghazam sekali lagi.

"Aku tidak akan bersiap kalau kau tidak mengatakan padaku kemana kau akan membawaku pergi," ujar Sheila, ancaman yang dia sebutkan pada Ghazam. Dia juga bersungguh-sungguh dengan hal itu sekarang.

"Seriously, Sheila. Kenapa kau malah semakin bersikap menyebalkan seperti ini!" Keluh Ghazam dengan raut wajah yang sudah cukup kesal dengannya.

Pasalnya, sejak tadi Sheila terus membuat semuanya berbelit-belit menurutnya. Padahal seharusnya Sheila hanya perlu patuh, menurut padanya dan melakukan semua yang dikatakan padanya. Bukannya malah melempar tanya ini dan itu hingga membuatnya kesal seperti ini.

"Seharusnya kau sadar kalau kau yang mengajariku untuk bersikap menyebalkan. Karena memang kau yang memberikan contoh nyata," ucap Sheila yang kini tersenyum miring pada Ghazam.

Dia tak menunjukan ketakutannya sama sekali sekarang di hadapan pria itu. Dengan beraninya, bahkan dia bersikap seperti dia tengah menantangnya.

Meski pada akhirnya, keberanian itu tak berlangsung lama saat Ghazam sudah mendesaknya sampai kembali terjatuh hingga terduduk di atas ranjang. Dengan Ghazam yang terus mendekat padanya hingga mau tak mau Sheila harus bergerak mundur sampai nyaris berbaring di atas ranjang itu.

"Jangan berlagak berani dan sok melawan kalau kau masih bisa tak berkutik saat aku melakukan hal seperti ini, Sheila," ujar Ghazam meremehkan wanita itu sekarang.

Dia bahkan bisa tersenyum puas saat dia melihat Sheila mulai panik dengan apa yang dilakukannya. Wanita terlihat mulai sedikit takut dengan sorot mata yang ditunjukannya hingga Ghazam dapat melihatnya dengan jelas.

"Just be a good girl, baby. Sehingga kau dapat menjalani kehidupan yang baik seperti apa yang kau inginkan," bisik Ghazam tepat di depan wajah Sheila.

Sampai pada akhirnya, bibir Ghazam sudah membungkam bibir Sheila sebelum wanita itu menjawab apa yang dikatakan olehnya.

Ghazam membungkamnya dengan ciuman yang lembut namun cukup menuntut. Dengan dirinya yang terus mendorong Sheila sampai wanita itu telah terbaring di atas ranjangnya.

Tak ada yang bisa dilakukan Sheila jika sudah seperti ini. Benar kata Ghazam, dimana dia masih tetap tak bisa berkutik saat pria itu melakukan hal seperti ini. Dia hanya bisa terdiam pasrah sembari merasakan pergerakan bibir sensual Ghazam. Membiarkan bibir itu menjelajahi bibirnya.

"Seperti ini. Kau hanya perlu diam dan menurut padaku," bisik Ghazam sekali lagi. Kali ini pria itu berbisik tepat di telinga Sheila. Dengan sebuah kecupan yang dia berikan tepat di akhir kalimatnya pada telinga wanita itu.

Ghazam masih tetap yang mendominasi Sheila. Dan Sheila yang akan tetap menjadi wanita yang diharuskan untuk menurut pada pria itu.

Sheila sendiri merasa jika dia telah kehilangan kebebasan dalam dirinya sendiri. Kebebasan yang direnggut demi kepuasan seorang pria yang sempat berstatus sebagai adik iparnya ini. Pria yang kini berada di atas tubuhnya dengan tatapan tajam yang mendominasi.

"Apa kau berusaha menyetubuhiku lagi, Ghazam?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!