Perdebatan

Sheila kira dia akan terbebas dari jerat pria menakutkan seperti Ares setelah mendengar kabar jika suaminya itu meninggal. Walaupun tidak mendapat apapun, rasanya Sheila akan lebih lega jika dia bisa hidup bebas meski harus menyandang status sebagai janda muda.

Tapi, ternyata salah. Dia justru malah terjebak dalam jerat pria menakutkan lainnya. Karena Sheila sendiri menyadari itu saat Ghazam memang terlihat mirip dengan Ares. Meski untuk beberapa hal, Ghazam lebih brengsek dan mengerikan.

Walaupun di sisi lain, Ghazam memang memiliki pesonanya sendiri.

"Apa yang kau lakukan? Cepatlah habiskan sarapan mu," ujar Ghazam saat melihat Sheila hanya terdiam dengan sendok yang terus diketukkan pada piringnya.

Sheila memutar bola matanya malas. Dia sama sekali tidak bernafsu makan saat ada Ghazam yang kini berada di hadapannya. Terlebih dengan seluruh tubuhnya yang terasa nyeri. Tentu setelah apa yang dilakukan pria itu padanya semalam.

"Kau habiskan sendiri saja. Aku ingin beristirahat," ujar Sheila yang kini sudah bangkit dari duduknya.

Dia benar-benar sedang tidak ingin berhadapan dengan Ghazam. Sebisa mungkin Sheila ingin menghindari pria itu. Meski, tidak mungkin.

"Kau pergi tanpa memakan sarapanmu, akan aku buat kau mendapat sarapan yang 'lain'," ucap Ghazam penuh penekanan pada Sheila di sana.

Sheila lantas menghentikan langkahnya. Dia paham sekali dengan apa yang dimaksudkan Ghazam padanya. Jelas hal itu mengarah pada hal yang tidak-tidak. Dan Sheila tahu jika Ghazam tak pernah main-main dengan apa yang dikatakannya. Bukan tidak mungkin jika pria itu akan menjejali Sheila dengan hal 'lain' daripada sarapannya yang ada di atas piring.

"Sialan!" Maki Sheila sembari kembali terduduk di kursinya.

Dia takut? Jelas. Karena dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan pria itu. Dia juga tidak bisa pergi sebelum mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya. Tentu Sheila tidak ingin harga dirinya hilang dengan sia-sia. Anggap saja ini sebagai kompensasi karena dia kehilangan kegadisannya oleh adik Ares.

Karena dengan begitu, mungkin Sheila membalas Ghazam setelah dia lebih jaya dari pria itu. Saat dia memiliki banyak uang untuk melakukan apapun yang dia inginkan untuk membuat Ghazam menyesali perbuatannya. Ya, Sheila pasti bisa membalas dendam padanya.

"Good girl, kakak iparku yang manis," ujar Ghazam dengan senyuman miring yang telah dia tunjukan.

Ucapan yang mampu membuat Sheila kembali memutar bola matanya malas.

"Hari ini ada pertemuan dengan beberapa rekan kerja kak Ares yang tidak sempat datang ke pemakaman kemarin," tambah Ghazam sembari menyuap makanan pada mulutnya sendiri.

Sheila lantas menatap pria itu penasaran sekarang. "Rekan bisnis yang mana?"

"Beberapa investor perusahaannya," jawab Ghazam tenang.

Sheila lantas menganggukkan kepalanya mengerti. Dia memang tidak mengetahui semua urusan bisnis Ares. Tapi, sedikitnya dia mengerti siapa yang dimaksud Ghazam karena Sheila juga sempat diperkenalkan saat pernikahan mereka hari itu.

"Mereka akan datang kemari?" tanya Sheila lagi.

"Tidak, bukan di sini."

"Lalu di mana?"

"Di perusahaan. Sekalian mengadakan pertemuan untuk menentukan siapa yang akan memegang posisi kakakku untuk sementara," ujar Ghazam yang kini sudah menatap Sheila di depannya.

"Untuk itu kita harus datang ke sana dan mengetahui siapa di antara kita berdua yang akan memiliki posisi itu," ucap Ghazam dengan senyuman miringnya.

Sheila hanya menanggapinya dengan helaan nafas yang dalam. "Masa bodoh dengan posisi sementara itu. Tetap saja sebagian besar harta Tuan Ares jatuh padaku," jelas Sheila meremehkan Ghazam.

Tangan Ghazam sudah mengepal sembari menatap Sheila sekarang. Nyatanya, dia memang tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Sheila barusan. Dia masih begitu kesal saat pada faktanya dia tidak mendapatkan keadilan dalam pembagian harta yang diberikan sang kakak.

Lantas Ghazam menatap tajam pada Sheila. "Kau sempat menuduhku membunuh kakakku. Apakah itu hanyalah bentuk pembelaan dirimu atas apa yang kau lakukan, Sheila? Apa sebenarnya, justru kau yang telah membunuh nya?"

Pertanyaan yang Ghazam berikan membuat Sheila hampir tersedak. Membuatnya harus segera meraih gelas berisi air putih dan meneguknya sekaligus.

"Apa maksudmu?!" Tegas Sheila setelah meneguk habis satu gelas air putih miliknya.

Ghazam tersenyum miring. "Kau menunjukan kegugupan mu, Sheila. Apa tebakanku benar?" tanya Ghazam sekali lagi dengan mata yang menyorot tajam pada wanita itu.

"Sialan! Kau menuduhku sekarang?!" Protes Sheila tak terima.

"Bukan menuduh, aku hanya bertanya. Tepat seperti saat kau juga bertanya padaku saat itu," jelas Ghazam dengan senyuman yang masih saja tersungging di bibirnya.

"Kau pikir aku akan melakukan hal bodoh seperti itu dan dengan sukarela mengemban status sebagai janda muda? Bahkan di hari setelah pernikahanku," ucap Sheila dengan pembelaannya.

Di mana Sheila juga berusaha bersikap tenang tanpa terlihat marah-marah seperti sebelumnya. karena menurutnya, itu sama sekali tidak akan menyelesaikan semua tuduhan yang diberikan Ghazam padanya.

"Tentu saja! Apa yang tidak mungkin? Jangan-jangan kau juga yang membuat kakakku pada akhirnya membuat pembagian harta yang tidak adil!"

Sheila paham. Ini bukan soal siapa yang membunuh Ares hari itu. Tapi, ini tentang Ghazam yang masih tak terima dengan fakta bahwa dia hanya mendapat sebagian lebih kecil daripada apa yang didapatkan Sheila. Membuatnya menuduh wanita itu yang sengaja membunuh Tuan Ares.

Kini, Sheila telah menatap Ghazam dengan lekat. Dia berusaha mencari sesuatu melewati sorot mata yang diberikan pria itu padanya.

Mendecih pelan, Sheila memutar bola matanya malas. "Tanpa aku melakukan itu pun sepertinya kakakmu akan tetap memberikanku harta yang lebih besar darimu. Kau tidak lebih dari bebannya yang datang dan pergi begitu saja!" Tegas Sheila.

Sheila tidak sedang mencoba membuat perdebatan dengan Ghazam. Dia hanya tiba-tiba saja teringat akan apa yang diceritakan oleh Tuan Ares. Tentang bagaimana Ares kesal dengan sikap Ghazam yang hanya bisa pergi kesana kemari dan membuat masalah. Tentang betapa sulitnya Ares mengatur Ghazam yang saat itu lebih memilih untuk pergi dengan sejumlah uang banyak yang diambil diam-diam darinya.

Sebenarnya, Ares bukan seseorang yang perhitungan soal uang. Dia akan memberikan jika memang dia memilikinya dan ingin memberikannya. Begitu juga saat Ghazam mengambil uangnya dan pergi dari sana.

Akan tetapi, tetap saja Ares hanyalah manusia biasa yang memiliki batas kesabarannya sendiri saat Ghazam, adiknya itu terus membuat masalah dan membuatnya kesal. Di titik itulah Ares pada akhirnya cukup malas dengan Ghazam dan mencoba tak perduli padanya.

Ghazam lantas menggebrak meja di hadapannya dengan kepalan tangan miliknya yang sudah kuat. Rahangnya telah mengeras sembari menatap Sheila di hadapannya.

"Jangan merasa paling benar di atas segalanya. Karena pada faktanya kau tidak jauh berbeda dariku. Kau menikahi kakakku karena hartanya! Di mana kau sendiri bahkan tidak langsung memberikan keperawananmu untuk kakakku.

Kau masih ragu. Karena tujuanmu adalah uang. Bukan kehidupan rumah tangga yang manis."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!