Janda perawan

Ghazam telah berhasil mengunci tubuh Sheila di sana. Kedua tangan Sheila yang sudah terangkat di atas kepalanya telah dicengkeram oleh pria itu, bersamaan dengan pria itu yang terus melumat bibir Sheila dengan kasar. Belum lagi, dengan lutut Ghazam yang menekuk dan diletakan di antara kedua paha Sheila, memberikan gesekan pada bagian intim wanita itu. Hingga pada akhirnya, lenguhan Sheila berhasil lolos dari bibirnya saat ciuman yang diberikan Ghazam sudah terlepas.

"Aku suara suaramu, Sheila. Indah sekali, membuatku semakin bergairah," bisik Ghazam seduktif pada telinga Sheila.

Dan entah kenapa, Sheila lantas memejamkan matanya. Embusan nafas Ghazam yang hangat terasa menggelitik telinganya. Sheila benar-benar dibuat kewalahan dengan apa yang dilakukan pria itu pada setiap inchi tubuhnya.

Serangan yang diberikan Ghazam tak dapat membuat Sheila kembali memberontak. Dia justru hanya terdiam pasrah dengan kedua lututnya yang sudah melemas hingga nyaris tak bisa menumpu tubuhnya lagi. Ini terasa begitu gila untuk Sheila. Dia seperti baru saja ditarik ke dalam buaian Ghazam yang secara tak langsung menenggelamkannya.

"Ghazam, please hentikan," ucap Sheila memohon.

Dia tidak ingin tenggelam semakin dalam atas apa yang dilakukan Ghazam. Dia tidak ingin pada akhirnya dia jatuh terlalu dalam dengan kegilaan ini.

"Kenapa, hm? Bukankah tubuhmu juga menikmatinya?" tanya Ghazam dengan beberapa kecupan yang dia berikan pada leher gadis itu.

Sheila kembali memejamkan matanya. Sungguh, dia tidak bisa melawan lagi. Tubuhnya melemas dan nyaris ambruk jika saja Ghazam tidak segera melingkarkan tangannya pada pinggang gadis itu.

"Tidak, Ghazam. Please, stop!"

"Diam dan nikmati saja. Kau hanya perlu menikmati seberapa hebatnya aku daripada kakakku," ujar Ghazam sekali lagi.

Sheila tak mengerti, kenapa Ghazam sebrengsek ini padanya. Apalagi tepat di hari ini, di hari pemakaman Ares. Bagaimana mungkin Ghazam menjadi semakin brengsek saat kakaknya telah meninggal dunia. Bahkan, sama sekali tak ada raut kesedihan yang ditunjukannya saat ini.

Yang ada hanyalah seringaian yang ditujukan pada Sheila. Seringaian yanga menunjukan bagaimana dia siap menerkam buruan yang ada di hadapannya.

"Ahh– Ghazam—" Sheila kembali melenguh.

Tepat saat Ghazam sudah memberikan hisapan pada lehernya. Sheila yakin, akan ada tanda kemerahan yang muncul di lehernya setelah ini.

Ghazam terus menyerang gadis itu tanpa ampun. Bahkan hingga pria itu sudah menuntun Sheila untuk berbaring di atas ranjang. Membiarkan gadis itu terkunci di bawah kungkungannya bersamaan dengan pakaiannya yang terlepas satu persatu.

Dimana sekarang, hanya tinggal celana dalam yang tersisa pada tubuh Sheila. Membuat gadis itu mati-matian menutupi bagian dadanya.

"Sial. Indah sekali. Apa yang kakakku berikan sampai kau mau menikah dengannya, Sheila?"

Entah sudah yang ke berapa kalinya Ghazam berucap demikian. Mengatakan kekagumannya pada setiap lekuk tubuh Sheila yang begitu memukau. Membuat Ghazam menginginkannya lagi dan lagi, seolah Sheila baru saja telah menjadi candu untuknya.

"Ghazam, hentikan."

Sheila berusaha mendorong tubuh Ghazam kembali. Namun, semuanya menjadi berlawanan. Tubuhnya tak sejalan dengan otaknya. Berkali-kali Sheila berusaha menyangkal, tapi tetap saja sentuhan yang diberikan Ghazam mampu membuatnya melenguh dan menggeliat. Sentuhan yang diberikan Ghazam membuat kepalanya terasa semakin pening. Apalagi saat bagian dadanya dipermainkan oleh sang ipar di sana. Sheila sampai hanya bisa mendesah dan menyerukan nama Ghazam.

Ini gila, tapi dia suka bagaimana Ghazam menyentuhnya. Matanya terpejam dengan kedua tangan yang sudah kembali dicengkeram pria itu di sisi kepalanya.

"Eumhh—"

Ghazam tak ingin kalah. Lenguhannya keluar begitu kaki Sheila menyentuh miliknya. Rasanya ngilu dan semakin membuatnya sesak. Dia tak bisa menahannya lebih lama lagi dari ini. Maka Ghazam segera melepaskan pakaiannya.

"Aku akan memulainya!" seru Ghazam pada Sheila saat pakaian di tubuhnya sudah seluruhnya terlepas.

Sheila menggeleng dengan lemah. Dia takut. Tapi dia tak bisa melawan lagi. Dia sudah tenggelam begitu jauh dengan Ghazam yang terus menariknya. Isi kepalanya tak bisa bekerja dengan baik saat ini. Dengan gilanya dia hanya bisa membiarkan Ghazam melakukan apa yang pria itu inginkan.

Meski bibir Sheila terus mengatakan tidak. Tapi, Sheila sadar dia sendiri tidak menolaknya. Ya, memang terdengar gila, tapi sentuhan Ghazam mampu membuatnya terbuai. Mampu membuatnya ikut tenggelam dalam gairah.

Menjadikan ini bukanlah lagi sebagai pemerkosaan. Sebab, Sheila dengan sadar membiarkan Ghazam melakukan semuanya. Sheila memberikan consent untuk adik iparnya sendiri.

"Ahh—"

Sheila menjerit. Air matanya menetes. Dengan tangan yang sudah mencengkram punggung Ghazam yang ada di atas tubuhnya. Tak perduli jika kukunya mungkin melukai punggung kekar pria itu.

Sebab, Sheila hanya fokus pada rasa sakit yang dia rasakan di bawah sana. Rasa sakit yang dirasakan bersamaan dengan sesuatu yang dipaksa mendesak masuk ke dalam liang kenikmatannya.

"Sa–kithh," ucap Sheila lirih.

Ghazam sendiri kini hanya terdiam menatap Sheila yang tengah meneteskan air mata dan merasakan bagaimana pedihnya di bawah sana.

"Shit!" Maki Ghazam pelan. "Kau, masih perawan?"

Tak ada jawaban dari Sheila atas pertanyaan yang dilontarkan Ghazam. Meski begitu, tanpa mendapatkan jawaban langsung dari Sheila pun Ghazam sadar bahwa jawabannya adalah iya.

Apalagi saat dia juga merasa telah menembusnya, selaput dara milik gadis itu. Keperawanan gadis itu yang telah dia ambil dengan satu hentakan kuat. Sungguh, ini diluar dugaan Ghazam. Ini terasa mustahil saat mengetahui Sheila masih perawan. Janda dari kakaknya ini masih belum tersentuh. Saat Ghazam kira, kakaknya sudah pernah menyentuh Sheila setidaknya sekali.

"Maaf, tapi sungguh aku juga tidak bisa berhenti kalau sudah sejauh ini," ucap Ghazam pada akhirnya.

Iya, dia tak munafik. Dia bukanlah pria baik yang akan bertanya apakah harus melanjutkannya atau tidak saat sudah mengetahui wanita yang dia tiduri masih perawan atau tidak. Ghazam tidak bisa menahan diri saat miliknya bahkan sudah melesak masuk sempurna di dalam milik Sheila.

Dia tidak mungkin menghentikannya begitu saja.

"Tenang saja. Aku akan membawakan surga untukmu sebagai gantinya."

Brengsek. Hanya itu yang ada dipikiran Sheila saat ini.

Sementara Ghazam kini sudah melakukan pergerakan di bawah sana. Membuat Sheila semakin merasakan ngilu di pusatnya. Membuat gadis itu lagi-lagi mencengkram punggung Ghazam dengan desahan yang dia keluarkan.

Ghazam menghujamnya perlahan, begitu lembut, dengan beberapa kecupan yang diberikan pada setiap inchi wajah Sheila. Belum lagi dengan tangannya yang sudah bergerak memijat dada gadis itu dengan lembut, berusaha mengalihkan rasa sakit yang gadis itu rasakan saat ini.

Desahan demi desahan terdengar bersahutan di dalam kamar tersebut. Peluh juga ikut menetes saat suasana di antara mereka berdua terasa begitu panas. Rasa sakit yang dirasakan Sheila berganti dengan sebuah kenikmatan yang membuatnya memejamkan mata merasakan setiap hentakan yang diberikan oleh Ghazam, sang adik ipar.

Ya, hentakan yang semakin kuat seiring berjalannya waktu. Membuat desahan Sheila semakin keras lagi terdengar. Beruntungnya, kamar itu kedap suara. Sehingga Ghazam atau Sheila tak perlu mengkhawatirkan jika seseorang di luar sana mendengarnya dan membuat kacau.

Dan di sana, Ghazam benar-benar memberikan surga yang dia janjikan. Pelepasan yang membawa Sheila melambung tinggi. Nikmat surga dunia yang baru pertama kali gadis itu rasakan.

"Ahhh...."

Sheila berusaha menarik kesadarannya setelah dia telah mencapai puncaknya, bersamaan dengan Ghazam yang sudah menyemprotkan cairannya di atas perut gadis itu.

Ini gila. Teramat gila.

Sheila telah melepaskan keperawanannya sendiri setelah berusaha mempertahankannya di malam pernikahannya dengan Ares. Dan yang lebih gilanya lagi, dia melepaskannya untuk adik iparnya sendiri. Di hari pemakaman suaminya.

"Luar biasa. Kau nikmat sekali, Sheila," ucap Ghazam dengan nafas yang terengah.

Dia sendiri sudah bangkit dari atas tubuh Sheila di sana. Meraih tisu untuk membersikan miliknya sendiri.

Sheila menatap ke arah Ghazam. Dia menatapnya tajam dengan mata yang memerah. "Kau gila, Ghazam!"

"Ya, sama gilanya denganmu. Jujur saja, kau juga menikmatinya bukan?" tanya Ghazam dengan senyumannya yang meremehkan.

Tapi, Ghazam benar, Sheila tak mencoba menyangkal hal itu. Dia juga sadar kalau dia sama gilanya dengan pria itu. Di mana dia juga yang memberikan consent untuk Ghazam di sana. Dia juga menikmatinya, pengalaman pertama yang baru kali ini dirasakan Sheila meski penyesalan itu lantas tiba pada dirinya sendiri setelah semua itu usai.

Ghazam meraih celana dalam dan celana miliknya sendiri. Memakainya sebelum akhirnya mengambil tempat untuk duduk di samping Sheila yang sudah terduduk dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

"Aku tidak tahu kalau kau masih perawan. Jadi, kakakku sama sekali belum menyentuhmu, ya?"

Jemari Ghazam kini sudah bergerak memberikan usapan pada sisi wajah Sheila. Bahkan, suaranya terdengar begitu lembut. Namun, Sheila sendiri tak yakin pria itu bersikap lembut seperti ini karena merasa bersalah atau justru sebaliknya.

"Sekarang aku mengerti kau jauh lebih brengsek daripada spa yang dikatakan orang-orang. Kakakmu jauh lebih baik daripada dirimu!" Tegas Sheila yang lantas menepis tangan Ghazam di sana.

Mendengar hal itu, Ghazam kini telah mengeraskan rahangnya. Giginya gemertak dan terlihat tak terima sama sekali. Dia tak suka saat Sheila berkata demikian.

"Kau tak pernah tahu bagaimana kakakku hang sebenarnya! Dia bukan lagi sekadar brengsek. Dia itu iblis tanpa kalian semua sadari!"

Kemarahan terlihat jelas pada raut wajah Ghazam. Membuat Sheila penasaran kenapa pria itu justru semarah ini hanya karena pembahasan soal Ares.

"Ap—"

"Nona Sheila? Kau di dalam?"

Sheila menggantung kalimatnya, saat ketukan pada pintu kamarnya terdengar bersamaan dengan pertanyaan yang Sheila yakini adalah dari suara salah satu pelayan di sana.

"Ya? Kenapa?" Respon Sheila setengah berteriak.

"Biar aku yang keluar," ujar Ghazam yang kini sudah bangkit dari duduknya.

Jelas Sheila terkejut dan segera menahan tangan pria itu di sana. "Kau gila? Kau pikir apa yang akan mereka pikirkan saat kau keluar dari kamar ini dengan penampilan seperti itu?"

Bukannya mengiyakan, Ghazam malah menunjukan senyuman miringnya. "Memangnya kenapa? Aku hanya tinggal membungkamnya jika menyebarkan hal yang tak seharusnya tersebar."

Tanpa menunggu respon Sheila lagi, Ghazam sudah berlalu meninggalkannya. Membuka pintu kamar di mana salah satu pelayannya sudah menatap Ghazam dengan begitu terkejut.

Melihat itu, Sheila hanya bisa memaki dalam hati. 'Ghazam, sialan! Pria brengsek itu!'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!