Sakit dan ngilu. Itu yang dirasakan Sheila saat ini hingga harus memaksakan diri untuk berjalan. Ini kali pertama dia melakukan seks dan Ghazam benar-benar tak memberinya ampun. Dapat dipastikan miliknya di bawah sana pasti telah lecet atau semacamnya. Ya, mengingat selaput daranya dirobek secara kasar jelas sedikitnya pasti menimbulkan luka di dalam sana.
Meski begitu, Sheila tetap memaksakan diri untuk keluar dari kamarnya. Sebab Ghazam juga telah mengatakan ada seorang tamu yang datang dan harus mereka temui. Tamu penting yang akan menentukan masa depan mereka, katanya.
Sheila benar-benar tidak tahu siapa itu. Maka, dia berusaha mengendalikan dirinya sendiri untuk menemuinya. Berjalan keluar kamar dengan menahan rasa sakit di bawah sana. Dia berusaha menguatkan kakinya untuk berjalan dan terlihat biasa saja.
"Oh, itu kakak iparku," ucap Ghazam yang kini menoleh pada Sheila.
Sheila menatapnya sinis. Sungguh, apa yang dikatakan Ghazam benar-benar membuatnya mual. Kakak ipar, katanya? Ipar yang baru saja dia gagahi mungkin!
"Ah, selamat malam, Nona Sheila. Maaf karena telah mengganggu waktu beristirahatmu," ucap seorang pria yang kini sudah berdiri untuk menyambut kehadiran Sheila di sana.
"Ya, silahkan duduk kembali," ucap Sheila dengan senyuman tipis yang dia tunjukan. Seperti biasa, Sheila akan bersikap sopan.
Ghazam ikut tersenyum karenanya. "Jangan sungkan, Pak. Tenang saja, Kak Sheila juga belum tidur sebelumnya. Dia baru saja aku hibur karena terus bersedih atas kepergian kak Ares."
Sungguh, rasanya Sheila ingin sekali meraih vas dan melemparnya tepat pada kepala pria itu. Ghazam memang memuakkan. Benar-benar membuat Sheila ingin sekali memakinya tepat di depan wajahnya.
Sayangnya, dia tak bisa melakukan itu. Apalagi saat ada orang lain yang tengah bersama mereka sekarang. Membuat Sheila lebih memilih tersenyum tipis sembari mendaratkan tubuhnya di sisi Ghazam.
"Baiklah, sepertinya aku harus memperkenalkan diri terlebih dahulu," ucap Pria berkaca mata di depan mereka saat melihat Sheila sudah terduduk. "Aku Edwin. Orang kepercayaan Tuan Ares. Dan aku datang untuk menyampaikan sesuatu untuk kalian berdua," ucap Edwin pada Ghazam dan juga Sheila di sana.
Lantas Sheila sempat mengernyitkan dahinya, merasa penasaran dengan apa yang hendak Edwin sampaikan padanya. Berbeda dengan Ghazam yang sudah menyunggingkan senyumnya sebagai respon dari apa yang dikatakan Edwin di sana.
"Menyampaikan apa?" tanya Sheila penasaran pada Edwin yang sudah kembali terduduk di tempatnya.
Merespon pertanyaan Sheila, kini Edwin telah menunjukan senyumnya. Membuat senyuman Ghazam semakin lebar lagi terlihat. Dimana pria itu segera memudarkan senyumnya. Atau lebih tepatnya, berusaha menahan senyumannya karena tidak ingin di tuduh tidak merasakan kesedihan sama sekali saat dia baru saja ditinggalkan oleh sang kakak.
"Begini, ini tentang wasiat yang ditinggalkan oleh mendiang Tuan Ares," ucap Edwin dengan suara yang cukup pelan.
Mendengar hal itu, pikiran Sheila sudah tertuju pada satu hal.
Ya, tentu saja. Pasti soal warisan. Mengingat apa lagi yang akan ditinggalkan Ares kalau bukan Warisan? Di saat yang dimiliki Ares adalah harta yang berlimpah.
"Karena Tuan Ares sudah meninggal, maka aku berada di sini untuk menyampaikan apa yang telah diputuskan oleh Tuan Ares sebelum dia meninggal. Tentang apa yang mendiang tinggalkan, soal harta yang lantas dia wariskan pada anggota keluarganya," ucap Edwin berusaha menjelaskan dengan baik agar dua orang di depannya mengerti.
Tepat sepeti apa yang diduga Sheila. Nyatanya memang Edwin akan menyampaikan soal warisan yang ditinggalkan Ares. Yang bahkan sudah bisa Sheila pastikan semua harta itu akan jatuh pada tangan Ghazam, adik kandung Ares satu-satunya.
Sheila tidak berharap lebih, sekalipun dia akan mendapatkan sedikit uang dari Ares, Sheila akan senang sekali. Setidaknya itu bisa dia gunakan untuk menemukan tempat tinggal baru untuknya. Sebab, cepat atau lambat Sheila juga pasti akan diusir pergi dari rumah megah itu.
"Sayang sekali kakakku harus pergi secepat itu. Padahal, aku sudah tidak memiliki keluarga lain selain dirinya. Ah, tentu dengan kakak iparku ini saat ini," ucap Ghazam.
Tentu dengan segala bakat sandiwaranya. Dimana dia sudah menunjukkan raut wajah kesedihan pada Edwin dan juga Sheila.
Membuat Sheila jadi muak sendiri. Rasanya dia ingin segera pergi dari tempat itu dan menjauh dari Ghazam si brengsek yang telah mengacaukannya.
"Aku mengerti rasa kehilanganmu, Tuan Ghazam. Aku juga cukup bersedih saat Tuan Ares harus pergi secepat itu. Tapi, Tuan Ares pasti senang sekali kalau melihatmu cukup akrab dengan Nona Sheila. Karena Tuan Ares sempat mengkhawatirkan kalian berdua, dia takut kalian akan sering berselisih," jelas Edwin.
Rasanya, Sheila ingin sekali berteriak dan menyanggah apa yang dikatakan Edwin dan Ghazam. Semua omong kosong itu. Kalau Ares tahu, yang ada Sheila dan Ghazam akan dihukum habis-habisan karena telah tidur bersama.
"Baiklah, aku harus menjelaskan dengan cepat agar kalian bisa segera beristirahat," ucap Edwin lagi.
Dimana Ghazam dan juga Sheila tampak mengangguk secara bersamaan setuju dengan apa yang telah dia katakan di sana.
"Secara garis besarnya, 60% harta tuan Ares akan diserahkan pada Nona Sheila, 30% untuk Tuan Ghazam, dan dan 10% untuk disumbangkan pada yayasan," jelas Edwin singkat. Dia tidak ingin berbelit karena harus membiarkan Sheila dan Ghazam beristirahat nantinya.
"Tunggu, kau tidak salah bicara?" tanya Ghazam dengan kening yang berkerut.
Edwin menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku sudah menjelaskannya dengan benar sesuai yang diinginkan Tuan Ares."
"Tapi, aku adiknya. Adik kandungnya. Adik tunggalnya!" Protes Ghazam kemudian.
"Maaf, Tuan Ghazam. Aku hanya menjelaskan sesuai dengan yang tertulis oleh Tuan Ares. Untuk pengesahannya, kita hanya perlu menunggu beberapa hari saja untuk mengurus semuanya dengan baik. Jadi, sepertinya sampai di sini saja aku menjelaskan. kalian bisa menunggu kabar lebih lanjut dariku nanti," ucap Edwin yang telah bangkit dari duduknya.
Ghazam menggeleng. "Tidak! Kau pasti salah! Sialan!" Maki Ghazam saat Edwin sudah membungkuk dan pergi berpamitan dari sana. Tanpa ingin membuat Ghazam memprotes lebih banyak lagi padanya.
Sebab, Ares juga sempat menyuruhnya melakukan semua ini.
Berbeda dengan Ghazam, kini Sheila hanya terdiam dengan mata yang telah membulat sempurna. Dia begitu terkejut sekarang.
"A-apa, aku akan menjadi kaya sekarang?" ucapnya dengan tergagap.
Sungguh, Sheila mengira dia hanya akan mendapatkan beberapa juta saja dari Ares. Siapa sangka kala dia malah mendapatkan sebagian besar harta yang dimiliki oleh suaminya yang telah meninggal itu. Membuat Sheila lantas menatap Ghazam dan memberikan tatapan yang meremehkan pada pria itu.
"Aku lebih kaya darimu sekarang, Ghazam!" Seru Sheila bersemangat.
Hal yang membuat Ghazam mengepalkan tangannya dan segera mendekat pada Sheila. Dia mencengkeramkan tangannya pada rahang wanita itu sekarang. Dengan tatapan tajam yang telah dia tunjukan padanya.
"Aku tidak akan membiarkan semua ini! Aku akan membuat semua harta kakakku jatuh padaku. Begitu juga dengan dirimu yang akan menjadi milikku, Sheila. Kakak iparku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments