Janda di malam pertama

"Oh, kau di sini ternyata. Sheila, bisa buatkan aku minuman hangat?" tanya Ares yang sudah melangkahkan kakinya menuju pintu dapur.

Permintaan yang membuat Sheila menganggukkan kepalanya. Menurut. "Baik, Kak Ares."

"Dan kau, Ghazam, ikut aku. Kita perlu bicara," ucap Ares pada sang adik.

Ghazam awalnya enggan untuk mengikuti perintah sang kakak di sana. Akan tetapi, mendapat tatapan tajam dari Ares membuat Ghazam mendecak kesal dan lantas melangkahkan kakinya, mengekor di belakang Ares yang sudah berjalan meninggalkan dapur.

Sementara itu, Sheila kini memilih memenuhi permintaan suaminya beberapa saat lalu. Dia membuatkan teh jahe madu hangat untuknya. Sebab seingat Sheila, suaminya memang cukup menyukai teh jahe madu hangat. Apalagi, teh seperti ini bisa meredakan rasa lelah. Mungkin, ini bisa sedikit membantu untuk Ares setelah acara pesta pernikahan mereka yang cukup panjang malam ini.

"Ah, biar aku siapkan camilan kecil juga untuk Kak Ares," gumam Sheila selanjutnya.

Hanya membutuhkan waktu sebentar untuk membuat teh jahe tersebut. Tapi, Sheila juga membutuhkan beberapa waktu lain untuk menyiapkan camilan. Setidaknya sekitar sepuluh menit berlalu sejak Sheila menyiapkan semuanya, sebelum akhirnya Sheila membawa semua itu ke ruang tamu. Tempat di mana Ares seharusnya berada bersama Ghazam.

"Loh, Kak Ares dimana?" tanya Sheila saat yang dia dapati di sana hanyalah Ghazam seorang. Tidak ada Ares.

"Kamar," jawab Ghazam singkat.

Pria itu juga langsung berdiri dari duduknya, meninggalkan Sheila begitu saja.

Hal yang membuat Sheila juga lebih memilih memasuki kamarnya bersama Ares malam ini.

"Kak, ini tehnya. Aku juga sudah buatkan sedikit camilan," ucap Sheila pelan saat melihat Ares yang berbaring di atas ranjangnya.

"Taruh saja di meja," jawab Ares pelan dengan mata yang masih tertutup.

Sheila menatap pria itu dengan lekat.

Sebenarnya, dia cukup takut akan malam ini. Malam pertama yang mungkin akan menjadi malam di mana dia melepaskan keperawanan yang dia jaga selama ini. Dan meskipun Ares sudah sah menjadi suaminya, Sheila tetap merasa takut. Karena pada faktanya, dia memang menikahi Ares bukan atas dasar cinta.

Sheila juga tidak mungkin menikahi pria yang jauh lebih tua darinya itu karena cinta.

"Mau berdiri di situ terus? Kemari, temani aku tidur sebentar di sini," ucap Ares sekali lagi. "Ghazam membuat kepalaku sakit, aku perlu pengalihan," tambahnya tanpa menatap ke arah Sheila.

Sheila sendiri langsung merasa gugup saat Ares berkata demikian. Dia masih belum benar-benar siap. Dia masih merasa takut.

"A–aku melupakan sesuatu di luar. Tunggu sebentar di sini, Kak. Minum saja teh nya lebih dulu, aku mau keluar sebentar," ujar Sheila membuat alasan.

Ya, benar-benar hanya alasan. Dia hanya mencoba melarikan diri dari situasi yang membuatnya gugup tersebut. Dia perlu waktu. Sampai akhirnya satu anggukkan di kepala Ares membuat Sheila melangkahkan kakinya keluar lagi.

Di mana langkahnya kini justru malah membawanya kembali ke dapur.

"Lihat! Sepertinya kita berjodoh karena terus bertemu!"

Sheila hampir terlonjak kaget saat kalimat itu terdengar di telinganya saat dia meneguk isi botol mineral yang ada di kulkas. Sebelum akhirnya dia memutar bola matanya malas setelah mendapati Ghazam yang sudah berdiri tak jauh dari tempatnya berada sekarang.

"Jangan gila. Kita bahkan berada di rumah yang sama!" Kesal Sheila tanpa menoleh sekalipun padanya.

Ghazam lantas terkekeh pelan. Sebelum akhirnya dia mendekatkan dirinya pada Sheila di sana.

"Harum!" Seru Ghazam saat hidungnya mulai mendengus aroma di sana.

"Tentu saja! Asal kau tahu kalau aku pandai memas—"

"Tubuhmu yang harum," ucap Ghazam memotong ucapan Sheila.

Ghazam sendiri kini malah menempelkan hidungnya pada rambut Sheila. Perbedaan tinggi mereka yang cukup jauh membuat Ghazam dengan mudah mencium puncak kepala gadis itu. Sementara Sheila sendiri lantas seberusaha mungkin segera menghindar.

"Jangan macam-macam, Ghazam. Aku tidak ingin Kak Ares melihat dan berpikir yang tidak-tidak!" Tegas Sheila pada Ghazam.

Bukan Ghazam namanya kalau harus menurut. Pria itu kini malah kembali mendekat pada Sheila lagi dan melingkarkan tangannya dengan paksa pada pinggang gadis itu. Wajahnya juga telah dia dekatkan. Tidak perduli dengan Sheila yang berusaha memberontak sembari melihat kesana kemari, memastikan tak ada yang melihat aksi adik iparnya tersebut.

Akan terlalu bahaya jika sampai ada yang melihat dan melapor pada Ares, suaminya.

"Lepas, Ghazam!"

Bukannya menurut, Ghazam kini malah menggelengkan kepalanya. Dia juga telah menunduk dan mendekatkan wajahnya pada ceruk leher Sheila, menghirup aroma manis yang menguar dari tubuh gadis itu.

"Apa malam ini kau akan bermain dengan kakakku? Dia sudah tua, pasti dia akan cepat kelelahan. Kau yakin kau akan puas dengan permainannya?" tanya Ghazam dengan kurang ajarnya.

Sheila bahkan sudah menatapnya tajam. "Apa urusanmu?!"

"Tenang, Kakak ipar cantikku. Aku hanya bertanya. Sekalian menawarkan jika saja kau kurang puas dengan kakakku yang loyo itu, kau bisa datang ke kamarku dan membuka lebar kakimu di hadapanku," bisik Ghazam seduktif. "Aku bisa memberikan kepuasan dengan gagah, tidak seperti Ares," tambah Ghazam bersamaan dengan satu kecupan pada collarbone milik Sheila.

Sheila langsung mendecih dengan kesal. "Jangan bermimpi kau bisa menyentuhku!"

Mengeratkan rangkulan tangannya pada pinggang ramping Sheila, Ghazam justru malah mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah kakak iparnya tersebut. Membuat Sheila yang berkali-kali berusaha mendorong tubuh kekar Ghazam pun tak dapat membuat pria itu menjauh darinya.

"Tentu tak bermimpi, Sheila. Aku bisa melakukannya secara nyata, bukan hanya mimpi."

Tanpa menjawab Ghazam, Sheila sudah berhasil dibungkam oleh ciuman yang diberikan Ghazam.

Untuk yang ke dua kalinya, Ghazam menyesap bibir Sheila dengan begitu bernafsu. Dalam kepalanya membayangkan bagaimana Sheila nantinya disentuh oleh sang kakak. Membuat Ghazam juga jadi membayangkan bagaimana jika Sheila turut berada di bawah kuasanya.

Sheila sendiri jelas memberontak. Dia berusaha melepaskan pagutan yang dilakukan Ghazam. Meski lagi-lagi percuma, sebab pria itu malah semakin memperdalam ciumannya.

"TOLONG! TUAN ARES—"

Teriakan terdengar dari kamar Ares. Membuat Ghazam melepaskan ciumannya pada Sheila dengan terpaksa. Meski jauh dalam dirinya menginginkan gadis itu lebih lagi.

Nafas Sheila yang terengah berusaha mengais oksigen sebanyaknya. Lututnya terasa lemas karena ciuman yang diberikan Ghazam. Ciuman yang panas, ciuman yang penuh akan gairah.

"Sialan! Ada apa sampai mengganggu kesenanganku!" Kesal Ghazam sembari melangkahkan kakinya menuju asal suara.

Sheila berusaha mengatur nafas dan mengusap bibirnya yang basah karena sudah bertukar saliva dengan Ghazam. Dia mencoba untuk tak membuat curiga siapa pun yang ada di sana. Sebelum akhirnya dia menyusul Ghazam untuk menuju ke tempat wanita yang berteriak tadi.

"Ada apa?" tanya Ghazam ketus pada seorang wanita yang kini sudah berdiri di depan kamar Ares.

Wanita itu salah satu pelayan di rumah mereka.

"T–tuan Ares. Dia, tidak bernafas," ujarnya gugup dan ketakutan secara bersamaan.

Mendengar hal itu, Ghazam nampak berlari cepat ke dalam kamar sang kakak. Begitu juga dengan Sheila yang segera ikut masuk untuk mengecek keadaan suaminya tersebut.

Wajah Ares terlihat begitu pucat. Dia berbaring terlentang dengan kedua tangan yang sudah berada di atas perutnya. Bibirnya sedikit membiru, bahkan saat Ghazam menyentuh tangannya, dia sudah merasakan dingin pada tubuh itu.

"Sepertinya, dia sudah meninggal," ujar Ghazam lirih. Kepalanya menunduk, bersamaan dengan helaan nafas yang keluar dari mulutnya. "Sudah aku katakan padanya agar tidak terlalu kelelahan hari ini. Seharusnya dia juga memperhatikan kesehatannya."

Sheila yang mendengarnya membulatkan mata terkejut. Sebelum akhirnya dia mengulurkan tangannya untuk mengusap bahu Ghazam yang kini terduduk di sisi ranjang Ares.

Matanya memerah, memancarkan kesedihan di sana. Meski dia baru mengenal Ares dan baru saja menikah dengannya, tetap saja Sheila juga kehilangan. Sebab Ares juga sudah banyak membantunya selama ini. Bahkan hingga Sheila tak perlu lagi bekerja part time kesana kemari demi keperluan sehari-harinya.

Namun, siapa sangka Ares akan meninggal secepat ini. Membuatnya harus menjadi seorang janda di usia mudanya. Belum lagi, kenyataan jika dia belum disentuh suaminya sama sekali. Menjadikan dirinya sebagai janda yang masih perawan. Janda di malam pertamanya.

"Kau harus menghubungi keluargamu, Ghazam," ujar Sheila lirih.

Suaranya juga terdengar gemetar menahan tangisnya.

Sementara Ghazam menganggukkan kepalanya atas apa yang dikatakan Sheila. Sebelum akhirnya dia mendongak untuk menatap Sheila yang masih mengusapkan tangannya pada bahu Ghazam. Mencoba untuk menenangkan Ghazam yang mungkin lebih bersedih darinya karena kehilangan kakak kandungnya sendiri.

"Apa kau akan pergi dari sini kalau suamimu sudah meninggal seperti ini?"

Pertanyaan yang dilontarkan Ghazam berhasil membuat Sheila menatap tak percaya padanya.

Bukan mengungkapkan kesedihan karena kehilangan sang kakak, Ghazam malah mempertanyakan hal yang sepertinya tak etis untuk ditanyakan saat keadaan seperti ini.

Hal yang membuat Sheila menatap Ghazam lekat. Penuh teka teki. "Kau tidak mungkin membunuh kakakmu sendiri 'kan, Ghazam?"

Terpopuler

Comments

❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐

❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐

blum malam pertama udh janda.../Cry/

2024-10-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!