Mencurigakan

"Jangan merasa paling benar di atas segalanya. Karena pada faktanya kau tidak jauh berbeda dariku. Kau menikahi kakakku karena hartanya! Di mana kau sendiri bahkan tidak langsung memberikan  keperawananmu untuk kakakku.

Kau masih ragu. Karena tujuanmu adalah uang. Bukan kehidupan rumah tangga yang manis."

Sejujurnya, Ghazam tak salah atas apa yang dikatakannya itu. Nyatanya memang benar Sheila rela menikah dengan Ares demi bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Daripada saat dirinya harus bekerja part time ke sana kemari hingga tak sempat untuk beristirahat dengan tenang. Sheila menikah dengan Ares juga atas tawaran Ares sendiri kala itu.

Maka sekarang, Sheila hanya diam dan tidak mencoba membantah hal itu. Sebelum akhirnya dia bangkit dari kursinya.

"Aku akan bersiap," ucap Sheila yang langsung melangkah pergi meninggalkan Ghazam di sana.

Ghazam juga tak mencoba menahan Sheila lagi seperti sebelumnya. Sebab, Ghazam sedang berada di dalam emosi. Amarahnya seperti sedang membara dan perlu menenangkan dirinya sendiri. Kalau melanjutkan perdebatannya dengan Sheila, mungkin saja dia akan kehilangan kendali dan melakukan hal bodoh yang tak dapat diprediksi lagi.

"Sial!" Keluh Ghazam dengan sendok miliknya yang diletakan secara kasar.

Sarapannya belum habis. Tapi, nafsu makannya sudah hilang sejak beberapa saat lalu.

"Akan aku pastikan semuanya hanya akan menjadi milikku!" Gumam Ghazam dengan tangan yang sudah mengepal.

***

Membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit sampai Sheila kembali keluar dari kamarnya. Berbeda dengan sebelumnya, Sheila kini sudah memakai kemeja dengan setelan jas yang senada dengan roknya.

Dia berusaha berdandan serapi mungkin, karena ini kali pertamanya datang ke perusahaan Ares. Bahkan, Sheila juga sudah mengenakan lipstick merah pada bibirnya. Memberikan kesan tegas, berani, bahkan seksi.

"Ayo," ajak Sheila dengan nada suara yang terdengar dingin.

Tak berbeda jauh dengan Sheila, kini Ghazam juga sudah rapi dengan setelan jas hitamnya. Bahkan, rambutnya juga sudah ditata dengan rapi. Seolah dia juga tak ingin kalah dari bagaimana rapi nya Sheila saat ini.

Tanpa menjawab ajakan Sheila sebelumnya, Ghazam kini sudah lebih memilih untuk berjalan terlebih dahulu dari Sheila di sana. Dia masih terlihat dalam perasaan kesalnya. Sama seperti Sheila juga di sana. Perdebatan itu membuat keduanya sama-sama tidak ingin mengatakan sesuatu untuk satu sama lain. Padahal, masih ada begitu banyak hal yang harus diucapkan dan dipertanyakan.

Begitu pun saat mereka sudah berada di dalam mobil yang sama. Di mana keduanya membuat suasana di sana terasa hening.

"Mau menggoda orang-orang di sana sampai berdandan seperti itu?" Celetuk Ghazam tiba-tiba saja setelah beberapa menit telah berlalu.

Lantas Sheila sudah menoleh pada Ghazam. Dia bahkan mengernyitkan dahinya menatap Ghazam. Rasanya ingin sekali Sheila meremat bibir itu hingga tak bisa bicara lagi.

"Berhenti berkomentar. Aku tidak butuh opinimu," jelas Sheila dengan ketus.

Di mana dia kini sudah memilih untuk menatap kaca di sampingnya. Terlalu malas untuknya menatap pada Ghazam yang tengah menyetir.

"Hanya menegaskan. Bukan beropini, tapi memang mengatakan yang sebenarnya," ujar Ghazam tak mau kalah.

Sheila kini hanya bisa memutar bola matanya malas. Kemudian diam tanpa kembali membalas apa yang dikatakan oleh Ghazam. Kalau dia lanjutkan lagi, pasti tak akan ada habisnya. Setidaknya, Sheila pikir yang waras lah yang harus mengalah di sini.

"Ambil saja posisi sementara kakakku di perusahaan. Aku tidak membutuhkannya. Malas juga kalau harus bekerja sekarang-sekarang," ucap Ghazam tanpa menoleh pada Sheila.

Lantas kali ini Sheila yang menoleh pada Ghazam dan menatapnya tak percaya. Pria itu begitu tegas ingin mendapatkan posisi itu sebelumnya, tapi sekarang malah tiba-tiba menyerah seperti itu. Bagaimana mungkin Sheila tidak akan curiga padanya?

"Apa maksudmu? Memangnya kau yakin? Kau saja begitu menginginkan menguasai semua harta kakakmu," ucap Sheila mencibirnya.

Lantas Ghazam terkekeh pelan. Kepalanya juga menggeleng atas apa yang dikatakan oleh Sheila. "Lebih tepatnya bukan semua harta, tapi semua milik kakakku," tegasnya.

Ghazam yang menoleh pada Sheila dengan satu kerlingan di matanya membuat Sheila menatapnya aneh sendiri. Itu benar-benar menyebalkan di matanya.

"Lalu kenapa malah mengatakan padaku untuk mengambil posisi itu?" tanya Sheila penasaran.

"Karena itu hanya posisi sementara. Aku juga hanya ingin melihat, bagaimana wanita sepertimu mengurus bisnis. Sepertinya akan seru juga kalau aku datang menghampiri kakak iparku sendiri di kantornya.

Kau yang duduk di balik meja kerja dengan semua pekerjaanmu. Gila, membayangkannya saja pasti sudah sangat seksi sekali. Aku jadi tidak sabar mewujudkan semua itu menjadi kenyataan," jelas Ghazam dengan kekehan ringan yang telah dia lakukan.

Sheila menghela nafasnya. Seharusnya dia tahu bagaimana isi pikiran kotor Ghazam di sana.

"Malas bicara denganmu," ujar Sheila malas.

Ghazam justru malah semakin terkekeh dibuatnya. Seolah itu adalah hal lucu untuknya. Dia sampai melupakan rasa kesalnya tadi, padahal Sheila juga yang membuatnya kesal sebelumnya. Tapi, Sheila juga yang membuat moodnya berubah di sana.

"Sudah aku katakan, Sheila. Aku pasti akan merebut semuanya darimu. Semuanya. Termasuk dirimu sendiri. Aku yang akan memiliki semua itu nantinya," ucap Ghazam dengan senyumannya.

Senyuman yang penuh dengan keyakinan. Seperti tidak ada keraguan sama sekali pada wajahnya. Ghazam tengah bersungguh-sungguh atas apa yang telah dia katakan barusan.

"Jangan terlalu berambisi besar. Kau tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nantinya. Bisa-bisa kau gila kalau sampai tak bisa mendapatkan semua itu. Ah, atau mungkin sebenarnya kau memang sudah gila," cibir Sheila tanpa takut.

Dia sudah kepalang kesal. Ancaman yang diberikan oleh Ghazam juga sama sekali tidak membuatnya takut atau semacamnya.

Bukannya tersinggung atas apa yang ditegaskan oleh Sheila. Kini Ghazam malah terkekeh dibuatnya. Mentertawakan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita di sampingnya.

"Kau lucu, Sheila. Seharusnya kau katakan itu pada dirimu sendiri. Bagaimana jadinya jika kau gagal mendapatkan semua itu. Kau yakin kau akan baik-baik saja dan mengklaim diri sebagai yang paling waras di sini?" ucap Ghazam seolah memutar balikannya pada Lyra.

Ya, bukan Ghazam namanya jika mudah sekali mengalah. Dia juga sama sekali tidak terdistraksi atas apa yang dikatakan oleh Sheila. Dia memiliki rencananya sendiri untuk tetap dia lakukan dan meyakini semuanya akan berhasil.

Sekarang giliran Sheila yang justru menatap sinis pada Ghazam. Dia tidak terima dengan apa yang dikatakan pria itu. Dia tidak terima jika Ghazam mengatakan dirinya mungkin akan gagal. Saat semuanya sudah di depan mata. Tinggal menunggu Edwin menyelesaikan semuanya saja dan memberi kabar bagus untuknya.

"Lakukan saja! Aku tak pernah takut akan hal itu!" Tegas Sheila dengan begitu yakin.

"Tentu! Tapi, aku hanya ingin mengingatkan saja. Kau harus berhati-hati dalam setiap langkahmu, Sheila," ucap Ghazam penuh penekanan.

Di mana Ghazam kini telah menyunggingkan senyuman miringnya. Sedangkan Sheila kini sedang bertanya-tanya atas apa maksud Ghazam.

'Mungkinkah, Ghazam telah merencanakan sesuatu padaku?' batin Sheila dengan tatapan mata yang sudah menajam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!