Harta atau harga diri

Kepala yang mendongak, bersamaan dengan lengkungan punggung wanita yang tengah berbaring dengan seorang pria yang berada di antara kedua kakinya.

Desahan demi desahan lantas diperdengarkan di sana. Menunjukan bagaimana hebatnya permainan yang telah diberikan Ghazam untuk Sheila. Apalagi, saat nyatanya Ghazam tengah memberikan sesapan yang menggairahkan pada pusat tubuh wanita itu.

"Kau suka? Nikmat? Kau bahkan sebasah ini, sayang," ucap Ghazam saat dia baru saja menghentikan apa yang tengah dia lakukan.

Dia mendongak menatap Sheila di sana. Menatap wanita yang kini sudah berhasil dia melepaskan seluruh pakaiannya.

Sheila menggelengkan kepalanya. Seolah dia memberikan jawaban tidak pada Ghazam, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Sheila bahkan sampai harus menggigit kukunya sendiri saat merasakan sapuan lidah Ghazam pada pusatnya. Membuatnya mendesah dengan cukup keras dan menggelinjang ke sana kemari.

Sekarang saja, Sheila sudah menatap Ghazam dengan mata yang semakin sayu. Menunjukan betapa dia menginginkan sesuatu yang lebih bisa memuaskannya.

"Please, Ghazam," pinta Sheila di sana.

Permintaan yang tidak digubris sama sekali oleh Ghazam. Karena pria itu sendiri tidak paham apakah Sheila memohon untuk berhenti atau bahkan memohon untuk hal yang lebih daripada ini.

"Sial, Sheila. Kenapa kau senikmat ini? Kau adalah yang terbaik di antara semua jalang yang aku tiduri!" Seru Ghazam dengan bersemangat sekali.

Dia sama sekali tidak berbohong dengan apa yang dia katakan. Dia jujur sejujur-jujurnya. Bukan hanya sekali Ghazam bercinta dengan wanita. Dia sudah meniduri beberapa jalang yang mudah dia bawa ke atas ranjangnya. Tentu secara 'aman'.

Dan di antara beberapa wanita itu, tubuh Sheila adalah yang paling membuatnya terasa nikmat. Miliknya yang menjepit dengan rapat, terasa sempurna untuk kejantanannya yang besar. Kenikmatan yang seolah akan menjadi candu untuk Ghazam hingga menginginkannya lagi dan lagi. Terus begitu sampai dia bosan dengan tubuh Sheila nantinya.

"Ahh!"

Sekali lagi Sheila melenguh hingga menjerit cukup keras. Tepat saat tanpa aba-aba, tanpa melepaskan pakaian yang Ghazam kenakan, pria itu sudah mengeluarkan kejantanannya dengan celana yang turun hingga setengah pahanya.

"Ouch, sial. Kau nikmat, Sheila. Kau benar-benar nikmat. Kakakku pasti menyesal tidak pernah menikmatimu dulu sebelum kematiannya tiba!"

Ghazam terus meracau di sela hentakannya. Tak perduli seberapa keras Sheila mendesah, Ghazam hanya bisa terus menghujam dengan cepat, dan kuat. Dia begitu berantusias karena telah mendapati surga dunia ternikmat yang dia temukan.

Tubuh Sheila sampai berguncang hebat. Peluh membanjiri tubuh keduanya. Sampai Ghazam melepaskan pakaiannya pada akhirnya. Karena gairah itu telah membawanya ke dalam suasana yang lebih panas, lebih nikmat, lebih intim lagi daripada sebelumnya.

Kecipak penyatuan mereka terus terdengar bersahutan dengan lenguhan dan desahan yang keduanya keluarkan. Terlebih, saat Ghazam terus mempercepat pergerakannya. Dia mengejar puncaknya dengan begitu bersemangat.

Sampai pada akhirnya, setelah waktu berlalu cukup lama, Ghazam segera menarik kejantanannya dari dalam Sheila, mengarahkan pada perut Sheila, hingga cairan itu nampak menyemprot pada perutnya. Dengan beberapa yang juga menyiprat pada dada dan leher wanita itu.

Erangan kepuasan diperdengarkan Ghazam. Dengan senyuman penuh kemenangan yang dia tunjukan saat melihat Sheila sudah berbaring dengan begitu lemas.

"Aku akan tidur di sini menemanimu," ucap Ghazam dengan satu kecupan pada bibir Sheila.

Sheila lebih memilih untuk mengabaikannya. Dia hanya bisa mengatur nafas sembari kembali merenungi apa yang telah dia lakukan bersama adik dari suaminya. Adik iparnya sendiri.

Dan saat Ghazam sudah berbaring di sampingnya sembari mengecupi bahu Sheila. Lantas Sheila sadar, Ghazam adalah seorang pria yang memiliki gairah tinggi. Gairah yang tidak ada habisnya.

***

"Good morning, sayang!" sapa Ghazam begitu dia mendapati Sheila tengah berjalan ke arahnya.

Meski memuakkan saat Ghazam memanggilnya seperti itu, tapi Sheila lebih memilih mengabaikannya. Dia yang hendak mengambil air minum di dalam kulkas malah menatap heran saat dia mendapati Ghazam tengah berdiri di depan kompor yang menyala.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Sheila penasaran.

Ghazam lantas tersenyum. Sudah dia duga jika Sheila pasti akan bertanya. "Membuat omelette," jawab Ghazam.

Sheila lantas mengernyitkan dahinya menatap Ghazam. "kau? Memasak?"

"Tentu saja. Memangnya apa lagi? Kau pikir aku sedang bermain game di depan kompor?" ucap Ghazam dengan gelengan di kepalanya.

Dan sekali lagi Sheila telah mengernyitkan dahinya dengan jawaban yang diberikan oleh Ghazam. Tidak hanya itu, nyatanya Sheila sekarang sama sekali tidak melihat pelayan yang biasanya akan berlalu lalang di sana.

"Kenapa?" Tanya Ghazam saat melihat keheranan Sheila. Ghazam tahu jelas jika Sheila kini tengah bertanya-tanya dengan apa yang terjadi.

"Kemana para pelayan? Kenapa juga kau memasak sendiri dan tidak meminta pelayan untuk membuatkannya?" tanya Sheila pada akhirnya.

Dia tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Apa yang dia lihat sekarang benar-benar telah membuat Sheila tanda tanya besar di dalam benaknya.

"Aku pecat," jawab Ghazam dengan tenang dan santai. Benar-benar terdengar seperti tak merasa salah sama sekali.

Sheila lantas membulatkan matanya. Dia menatap Ghazam terkejut dan benar-benar tak menyangka.

"Bagaimana bisa?!"

"Bisa saja. Aku tuan rumah mereka sekarang," jawab Ghazam sekali lagi dengan begitu santai.

"Bukan begitu. Maksudku, kenapa? Bukankah mereka sengaja di tempatkan di rumah besar ini dengan sengaja?"

Ghazam menganggukkan kepalanya. Sembari menoleh ke arah Sheila, pria itu kini telah menyunggingkan senyumnya. "Ya, kau benar. Tapi, aku yang berhak mengatur sekarang. Aku sengaja memecat mereka agar apa yang kita lakukan tidak perlu dikhawatirkan akan ketahuan."

"What?!" Pekik Sheila. "Apa maksudmu?!"

Bukannya langsung menjawab pertanyaan Sheila, kini Ghazam justru malah terkekeh lebih dulu pada wanita itu.

"Biar aku bisa bercinta dengan bebas bersamamu. Kau bisa mendesah sekeras apapun yang kau inginkan juga!"

Gila. Ya, selalu itu yang ada dipikiran Sheila tentang Ghazam selain dengan kata brengsek.

"Aku akan pindah sesegera mungkin! Setelah pembagian harta itu selesai, aku akan segera membeli rumah baru dan pergi dari sini, menjauh dari pria brengsek sepertimu!" Seru Sheila.

Mendengar pernyataan Sheila, kini Ghazam hanya tertawa. Tertawa dengan begitu keras. Membuat Sheila menatapnya dengan bingung.

"Aku juga bisa pergi sekarang! Aku akan mencari tempat lain untuk—"

"Sheila, sebaiknya kau dengarkan aku dulu. Atau setidaknya pahami dengan baik apa yang akan dikatakan olehku."

Sheila mengernyitkan dahinya menatap Ghazam penasaran. Dia sama sekali tidak paham dengan apa yang dikatakan Ghazam soal ucapan Edwin.

Sampai pada akhirnya, Ghazam menyunggingkan senyumnya lagi. "Kau tidak bisa pergi dari sini selama semua hal itu belum selesai. Atau kau, akan kehilangan semua warisan yang kakakku berikan padamu."

Mendengar itu, Sheila lantas terdiam. Ini terasa dia seperti tengah dipaksa memilih. Apakah dia harus mempertahankan hak warisannya dari mendiang Tuan Ares, suaminya. Atau justru mempertahankan harga dirinya yang telah dirusak oleh Ghazam.

"Dan selama itu juga, aku akan berusaha membuatmu terus menjadi milikku. Menjadi canduku."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!