Jebakan

Gila saja kalau sampai Ghazam benar-benar melakukan semua itu. Sheila tak dapat membayangkan akan seberapa banyak cibiran yang mungkin akan dilemparkan untuknya. Belum lagi dengan makian-makian serta ujaran kebencian lainnya yang mungkin dia dapatkan jika dia benar-benar bersama Ghazam suatu saat nanti.

Meskipun pada kenyataannya dia memang sudah tidur dengan pria itu. Tapi, setidaknya itu tidak diketahui siapapun. Jadi, tidak akan terlalu menjadi sebuah masalah. Apalagi kalau menjadi gosip.

Mulut orang-orang kadang memang menyeramkan. Lidah mereka seperti lebih tajam daripada mata pisau yang ada di dapurnya.

"Mau kemana sekarang?" tanya Ghazam begitu mereka sudah kembali berada di dalam ruangan Ares.

Ya, pertemuan selesai. Dan hasil akhirnya, seperti yang dikatakan oleh Ghazam sebelumnya. Sheila yang akan menjadi CEO sementara di perusahaan Ares. Meski Ghazam adik kandung Ares yang lebih berhak meneruskan, tetap saja untuk sementara mereka memilih Sheila.

Yap. Sementara.

"Pulang," jawab Sheila bersemangat.

Ghazam lantas mengerutkan keningnya di sana. "Kau yakin? Masih sore ini," ujarnya.

"Memangnya kenapa kalau sore? Apa akan menjadi masalah?" respon Sheila ketus.

Tubuhnya terasa tidak enak sekarang. Kepalanya cukup pening jadi ingin segera pulang dan mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Mungkin, ini memang efek dari apa yang dia alami selama ini.

"Tidak mau bermain dulu?" tanya Ghazam dengan satu alis yang sudah terangkat.

"Bermain keman— Shit!" Seru Sheila saat dia baru saja menyadari apa yang dimaksud oleh Ghazam.

Bermain. Bermain dalam tanda kutip lebih tepatnya. Lagi-lagi Ghazam dengan segala pikiran kotornya.

Ghazam terkekeh. "Sepertinya kau tidak keberatan dengan hal itu, Sheila," ucapnya di sela kekehan yang dia lakukan.

Memutar bola matanya malas, Sheila sudah bersiap untuk bangun dari duduknya. Dia sadar kalau sudah seperti ini pasti tidak akan benar ke depannya. Apalagi dengan sorot mata Ghazam yang sekarang ditunjukan. Benar-benar membuat Sheila jadi malas sendiri saat melihatnya di sana itu.

"Kenapa? Kau takut, ya?" tanya Ghazam dengan senyuman miring yang telah dia tunjukan.

"Terserah. Malas," ucap Sheila yang sudah berjalan mendekat ke arah pintu.

Tak perduli jika Ghazam tidak mau mengantarnya. Dia bisa menaiki taksi atau semacamnya. Lagipula hidup Sheila juga tidak bergantung pada Ghazam sebagai adik ipar dari dirinya. Adik ipar yang kurang ajar.

Namun, begitu Sheila sudah mencoba membuka pintu ruangan tersebut, dia tak dapat membukanya begitu saja. Berkali-kali dia mencoba, tapi pintunya masih tetap saja sulit terbuka dan tertutup dengan begitu rapat.

"Butuh bantuan, Sweety?" ucap Ghazam dengan senyuman yang sudah dia tunjukan sembari menatap Sheila di depan pintu.

'Ah, ternyata akal-akalan Ghazam saja ini,' batin Sheila.

"Buka pintunya sekarang juga!" seru Sheila dengan sorot mata yang sudah menajam.

Bukannya melakukan apa yang diminta oleh Sheila di sana. Ghazam justru malah tersenyum jahil dengan gelengan pada kepalanya yang telah dia tunjukan.

"Beg me," ujar Ghazam.

"Jangan mimpi!" Tolak Sheila dengan tegas.

"Aku tidak akan membukanya kalau kau tidak melakukannya. Ayo, memohon padaku, Sheila."

"Brengsek! Cepat buka pintunya atau aku akan berteriak dari sini agar orang-orang datang!" Ancam Sheila pada Ghazam.

Sebuah ancaman yang malah membuat Ghazam tertawa nyaris terbahak. Bahkan, kedua tangannya sudah saling menepuk. "Sheila, apa kau sejak tadi tidak sadar? Ruangan ini kedap suara, sayang. Ah, tapi kalau kau masih ingin berteriak, aku bisa mendengarkannya. Apalagi kalau menerapkan namamu dalam desahanmu!"

Dengan sorot mata yang tajam saat menatap Ghazam, Sheila benar-benar kesal sekali dengan pria itu.

Di mana selanjutnya, Sheila sudah melangkah dengan tegas. Langkah yang cukup cepat untuk menghampiri Ghazam yang tengah terduduk pada sofa panjang di ruangan tersebut.

"Sebegitu inginnya ya kau pada diriku?" tanya Sheila dengan tegas. Raut wajahnya terlihat serius dengan segala kekesalan yang mungkin tengah Sheila rasakan saat berhadapan dengan Ghazam yang nyatanya memang sangat amat menjengkelkan.

"Iya! Ingin sekali. Mau aku hancurkan tiap malam. Aku pakai sampai mendesah hebat!" Seru Ghazam.

Mendengar hal itu, Sheila semakin kesal sekali. Seolah menunjukan bahwa dia tak terima dengan apa yang menjadi jawaban daripada Ghazam atas pertanyaan dilemparkan oleh Sheila.

"Wow!" Ghazam berseru kemudian. Hingga dia bahkan tak bisa menutup mulutnya sendiri.

"Kenapa?" tanya Sheila.

"Are you gone crazy?" tanya Ghazam dengan tatapan tak percayanya atas apa yang dia dapati.

"Nope. I'm being naughty!" Jawab Sheila dengan yakin.

Bukan tanpa alasan Ghazam menatap tak percaya akan apa yang dia lihat saat ini. Sebab, pada faktanya dia telah menemukan hal yang teramat mengejutkan.

Dimana dia sudah mendapati Sheila dengan sukarela duduk di atas pangkuannya. Ya, Sheila sendiri yang sengaja duduk di atas pangkuan Ghazam. Dengan kedua tangan yang sudah dilingkarkan pada leher Ghazam.

"Shit! Gila sekali. Kau benar-benar telah membuat keputusan sekarang?" tanya Ghazam dengan jemarinya yang sudah bergerak untuk menyentuh paha Sheila yang sedikit terekspos. Karena rok yang dia kenakan sekarang telah tersingkap.

Sheila menggelengkan kepalanya. "Keputusan apa maksudmu?"

"Untuk menjadi teman tidurku," jawab Ghazam dengan wajah yang semakin dia dekatkan pada wajah Sheila.

Awalnya Ghazam juga hendak mencium bibir wanita itu, tapi Sheila terus menghindari sergapan bibir Ghazam di sana.

"Teman tidur? Mungkin maksudmu, budak seks mu?" koreksi Sheila jelas.

Lantas Ghazam terkekeh. "Kalau kau ingin disebut dengan bahasa kasarnya, katakanlah memang seperti ini."

"Dalam mimpimu, Ghazam. Aku sudah tidak akan melakukan apapun demi uang lagi. Nyatanya aku bahkan lebih kaya darimu nantinya!"

Kali ini Ghazam berhasil dibuat tertawa oleh apa yang dikatakan oleh Sheila di sana. "Kau masih saja begitu percaya diri. Memangnya kau tidak sadar apa yang telah kau tanda tangani sebelumnya?"

Sheila mengernyitkan dahinya menatap Ghazam yang masih menahan pinggangnya agar tidak beranjak dari pangkuan pria itu. "Aku sudah membacanya. Itu untuk pengesahan diriku sebagai CEO sementara di sini," jawab Sheila.

Tidak begitu yakin, Sheila terlihat cukup ragu akan hal itu. Dia juga mencoba terus mengingat-ingat tentang isi berkas yang dia tanda tangani.

Kalau diingat, Sheila merasa dia menandatangani 4 berkas. Dengan perlahan dia membaca isinya sebelum menanda tangani. Maka dia tak paham dengan apa yang telah dikatakan Ghazam padanya.

"Look at this," ucap Ghazam pada ponsel miliknya yang telah di keluarkan.

Dan di sana, Sheila bisa melihat tanda tangannya. Di mana di atasnya tertulis dengan cukup kecil kalau dia berencana menyerahkan seluruh warisan yang diberikan Ares pada Ghazam.

Sheila merebut ponsel Ghazam dan segera memperhatikannya secara jelas. "Brengsek! Apa yang kau lakukan?! Kau menjebakku!"

Kemarahan terlihat jelas di wajah Sheila. Di mana dia bahkan langsung melempar ponsel Ghazam asal.

"Kenapa, Sheila? Kehilangan kepercayaan diri karena kau tidak mendapatkan apapun sekarang?" Ya, ucap Ghazam dengan meremehkan Sheila di sana. Mentertawakan wanita itu.

Terpopuler

Comments

❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐

❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐

gadzam kebelet punya anak /Facepalm/

2024-11-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!