"Kenapa, Sheila? Kehilangan kepercayaan diri karena kau tidak mendapatkan apapun sekarang?"
Sungguh, Sheila tak pernah menyangka jika Ghazam akan melakukan hal selicik itu. Pria itu menjebaknya, pria itu dengan sengaja membuat Sheila menandatangani semuanya sehingga dia bisa menyelipkan satu surat pernyataan untuk menyerahkan warisan yang diberikan Ares untuk Sheila pada Ghazam.
Gila. Ghazam benar-benar gila dengan otak liciknya. Pria terbrengsek yang pernah Sheila temukan di dalam hidupnya. Dia, teramat membenci Ghazam!
"Brengsek!"
Sudah ke sekian kalinya Sheila melayangkan makian untuk pria itu. Di mana dia juga kini sudah berdiri saling berhadapan dengannya di sana. Tentu saja dengan sorot mata tajam penuh akan kebencian yang dirasakan oleh Sheila pada Ghazam.
Dan sekali lagi, respon Ghazam malah tersenyum puas penuh akan kemenangan. Dari raut wajah yang ditunjukannya saja sudah terlihat jika dia begitu meremehkan Sheila. Dia merasa bangga pada dirinya sendiri karena begitu mudah menjebak wanita sepertinya.
Dengan kepala yang mengangguk pelan untuk beberapa kali saat menatap Sheila, Ghazam kemudian bergerak mendekat pada wanita itu di sana. Di mana dia juga sudah membuat Sheila kembali duduk di kursi kerja milik Ares sebelumnya.
"Tenang, Sheila. Kau harus tenangkan dirimu terlebih dulu," ucap Ghazam.
Tentu saja dengan sarkasnya. Sheila tahu dia tidak sedang benar-benar memintanya tenang. Karena nyatanya, dia menikmati momen ini. Tentang bagaimana Sheila yang tenggelam dalam amarahnya sendiri.
Sebab menurut Ghazam, sorot mata Sheila saat itu begitu tajam, begitu tegas. Membuatnya terlihat seksi di mata Ghazam!
"Sudah merasa kehilangan kepercayaan dirimu, cantik?" goda Ghazam sembari mencondongkan tubuhnya pada Sheila.
Tangannya juga sudah terulur untuk menyalipkan anak rambut Sheila yang sempat menutupi wajah cantiknya itu. Dengan sorot mata yang tenang, Ghazam lantas menatap mata Sheila di sana. Membuat keduanya saling bersitatap dengan sorot yang jauh berbeda. Saling berbanding terbalik dengan satu sama lain.
Nafas Sheila memburu. Bukan karena dia bersemangat saat Ghazam berada di hadapannya. Tapi, karena dia benar-benar merasakan amarah dalam dirinya. Dia merasakan darahnya telah mendidih saat menatap pria itu di sana. Giginya nyaris gemertak saat menatap Ghazam terus menatapnya dengan remeh.
"Kau benar-benar licik, Ghazam. Kau melakukan cara kotor!" Seru Sheila dengan penuh emosi.
Dan Ghazam, pria itu malah terkekeh untuk merespon apa yang dikatakan oleh Sheila di sana. "Benarkah? Ini bukan licik, Sheila. Lebih tepatnya aku pintar. Maksudku, pintar mengecohmu!" jawab Ghazam tanpa ingin kalah sedikit pun.
Bahkan dia tanpa ragu merespon ucapan Sheila dengan lantang. Seolah dia sama sekali tidak lah takut pada hal apapun di sana.
"Maksudmu menipu? Kau itu tak lebih dari seorang penipu yang berusaha merebut milik orang lain!" Ujar Sheila dengan tegas. Dia tak gentar bahkan saat Ghazam terus menatapnya di hadapannya. Menghakimi Sheila yang tengah duduk.
"Sure. Aku tidak akan membantah hal itu," ucap Ghazam dengan anggukan pada kepalanya. "Tapi, asal tahu satu hal saja. Kau, sudah tidak memiliki apapun, Sheila," ucap Ghazam setengah berbisik tepat pada telinga sang wanita di sana.
Bisikan yang membuat Sheila jadi bergidik sendiri. Sebab, dia bisa merasakan embusan nafas Ghazam yang hangat mengenai telinganya. Bahkan hingga dia merasakan embusan nafas itu sampai pada tengkuknya sendiri.
Dan Ghazam benar soal hal itu. Soal apa yang di bisikan pada telinganya. Tentang Sheila yang nyatanya memang tidak memiliki apapun lagi selain dengan posisi sementara di perusahaan Ares sekarang.
Sheila menjadi kacau sendiri sekarang. Bagaimana dia bisa mencari uang untuk dapat menyewa rumah atau semacamnya? Bagaimana bisa dia menghidupi dirinya lagi. Apakah memang Sheila harus kembali ke dalam kehidupan menyedihkannya yang sudah sempat dia tinggalkan? Sebuah kehidupan yang bahkan membuat Sheila nekat menerima lamaran Ares?
"Apa kau sudah mulai gila, Sheila?"
Pertanyaan Ghazam menyadarkan Sheila dari lamunannya. Dimana dia juga sudah kembali menatap Ghazam di hadapannya.
"Sebenarnya apa maumu, Ghazam?!" Tanya Sheila tegas.
"Uang, uang, uang, dan kau!" Jawab Ghazam bersemangat.
Matanya seolah telah berbinar sekarang menunjukan bagaimana bahagianya dia saat ini. Ya, tentu saja ini soal kemenangan dirinya sendiri. Kemenangan yang akan menghasilkan banyak uang dan—
"Ambil saja semuanya. Maka aku tidak perlu lebih lama lagi untuk tetap berada di lingkungan yang sama sepertimu, aku tidak harus tinggal di rumah yang sama dengan dirimu," jelas Sheila dengan begitu yakin.
Anggap saja jika Sheila tengah mempertahankan harga dirinya di sana. Dia tidak akan bersikap lembek dan bahkan memohon pada Ghazam agar seluruh harta yang seharusnya menjadi miliknya tidak jatuh pada tangan Ghazam.
Sheila akan mencoba tidak perduli sebab pasti akan menyulitkan untuknya terus berurusan dengan Ghazam. Masa bodoh dengan kerugian yang nyatanya dia alami. "Ah, ambil juga posisi sementaranya. Aku sudah tidak membutuhkannya lagi!" Seru Sheila sembari menghentakkan kakinya.
Wanita itu berniat bangkit dari duduknya. Namun, siapa sangka jika Ghazam malah kembali membuatnya terduduk tanpa bisa melawan atau semacamnya. Pria itu sudah kembali mengunci tubuh Sheila agar tidak lagi bangkit dari kursi tersebut.
"Mau kemana? Buru-buru sekali," ucap Ghazam dengan senyuman tipis yang dia tunjukan pada Sheila.
"Aku akan mengemas barangku sesegera mungkin," ucap Sheila. Kali ini lebih tegas dan lebih serius pada Ghazam.
"Kenapa?"
"Karena aku sudah seharusnya pergi dari rumah itu. Aku, bukan lagi istri dari Tuan Ares karena dia telah meninggal!" Tegas Sheila di sana.
Dan apa yang dikatakan Sheila berhasil membuat Ghazam terkekeh dibuatnya. Bertingkah seolah apa yang dikatakan oleh Sheila adalah hal yang menggelitik perutnya.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja? Lagipula, mau bagaimana kau pergi tanpa memiliki apapun, Sheila?" cibir Ghazam yang sekali begitu merendahkan Sheila di sana.
Dia mentertawakan kenyataan bahwa Sheila sudah tidak memiliki apapun. Selangkah saja Sheila pergi dari sana, maka wanita itu akan menjalani kehidupan yang hanya dipenuhi dengan kemiskinan, kesusahan. Mungkin Sheila juga harus kembali bekerja part time ke sana kemari.
"Mau aku berikan penawaran bagus?" tanya Ghazam yang sudah mendekat kembali pada Sheila.
Sheila memutar bola matanya malas. Dia tidak menunjukan sama sekali ketertarikan atas apa yang dikatakan oleh Ghazam.
"Tetaplah jadi kakak iparku. Aku akan tetap membuatmu dipandang sebagai bagian dari keluarga Ares. Dilimpahi kekayaan yang tinggal membuatmu berongkang-ongkang kaki. Tanpa harus bekerja apalagi memusingkan perusahaan," ucap Ghazam serius.
Bohong kalau tawaran itu tidak menggiurkan untuk Sheila. Nyatanya, Sheila memang ingin sekali kehidupan yang seperti itu. Tanpa dia bekerja, dia bisa menjalani kehidupan dengan tenang.
"Kau tertarik?" tanya Ghazam dengan jemari yang sudah bergerak menyusuri wajah Sheila. "Kau hanya perlu tetap tinggal bersamaku, Sheila. Tetap menyandang status sebagai kakak iparku. Tidak sulit bukan?"
Memanglah tidak sulit terdengarnya. Tapi, tentu Sheila tahu ada maksud lain yang diinginkan oleh Ghazam di sana. Mustahil kalau dia cuma-cuma memberikan tawaran itu semua.
Sheila mendecih. "Mungkin maksudmu, bukan sebagai kakak ipar biasa. Tapi, kakak ipar yang bisa kau nikmati, Ghazam Headar?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐
status istri bang...😂😂🤣 aagghh tarik ulur wae nieh berdua...🤭🤭
2024-11-03
0
❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐
uang, tahta, wanita.../Facepalm/
2024-11-03
0
❦ℓυ𝘮ꪱׁηͦꫀׁׅܻ࿐
klo gitu perlakuan Sheila dng lembut dong, jngn maksa trus.....🙄🙄
2024-11-03
0