'Maafkan aku kak, jika kakak tau siapa ayah dari anak ini, kakak pasti ngga akan sudi mempunyai adik seperti ku.
...........
Setelah Dewi pergi, Kinar kembali melanjutkan makannya dan pekerjaannya. Hingga tiba saat hari dimana Eza dan Kinar melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan Dewi dan keluarganya.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya pak penghulu kepada dua saksi yang menghadiri pernikahan itu.
Setelah para saksi menjawab sah, Kinar merasa lega dan juga senang karena saat ini statusnya adalah sebagai istri dari Eza, laki-laki yang juga menjadi kakak iparnya. Namun di sisi lain, rasa bersalah karena sudah mengambil suami kakaknya juga masih ada.
"Makasih ya mas kamu sudah mau menikahiku dan bertanggung jawab dengan kehamilanku ini," ucap Kinar saat mereka berada di dalam mobil menuju apartemen Kinar.
"Sama-sama sayang. Sudah menjadi kewajiban aku juga untuk bertanggung jawab atas kehamilanmu ini," jawab Eza mengusap lembut kepala Kinar.
Tak lama kemudian, mereka pun sampai di apartemen, begitu keluar lift, Kinar dan Eza tak sengaja berpapasan dengan Bu Ratih. Sontak hal itu membuat Kinar dan Eza sangat terkejut. Begitu juga dengan sang ibu yang merasa heran dan juga dengan kehadiran Eza bersama dengan Kinar.
"Ngapain kamu disini Za? Apa yang kamu lakukan bersama dengan Kinar?" tanya sang ibu mertua menatap tajam kearah Eza yang terlihat panik.
"Bu, aku, aku, aku ada urusan dengan Kinar bu. Ibu, ibu kesini sama siapa? Mana Dewi bu?" jawab Eza gugup. Ia mencoba mengalihkan topik agar mertuanya tidak curiga.
"Ibu sendiri Za, tidak bersama dengan Dewi. Oh ya, kamu ada urusan apa dengan anak ini?" ucap Bu Ratih kembali menanyakan hal yang membuat Eza sulit untuk menjawabnya.
"Aku, aku, nanti aku jelasin di rumah ya bu. Ibu mau pulang kan? Kita sama aja bu, biar aku antar ibu pulang," jawab Eza bingung harus memberikan alasan yang tepat kepada mertuanya.
"Ya sudah, ayo. Tapi sebentar, Kinar, saya ke sini mau mengantar semua pakaian kamu yang ada di rumah saya. Saya harap kamu tidak punya alasan lagi untuk pulang ke rumah. Ayo Za," ucap Bu Ratih seketika membuat Kinar terdiam. Hatinya kembali sakit saat mendapatkan perlakuan seperti itu dari ibu yang amat ia sayangi dan ia cintai.
"Bu, jangan seperti ini bu. Aku sakit saat ibu bersikap seolah seperti orang lain. Aku mohon bu. Ibu boleh marah sama aku, tapi jangan seperti ini bu, aku mohon. Aku sakit bu, aku sakit. Hatiku perih bu jika ibu bersikap seperti ini," ujar Kinar dengan suara bergetar dan air matanya jatuh begitu saja.
"Hati saya lebih sakit dan juga hancur saat tau kamu seperti ini Kinar. Saya yang melahirkan kamu, dan saya yang membesarkan dan mendidik kamu. Kamu tidak akan pernah tau seperti apa rasa sakit yang saya rasakan," jawab Bu Ratih lalu pergi meninggalkan Kinar.
Kinar pun tak bisa berkata apa-apa lagi. Apa yang dikatakan ibunya benar adanya. Hati ibu mana yang tidak hancur saat tau putri yang selalu ia banggakan ternyata menoreh luka yang begitu dalam dihatinya.
"Bagaimana aku bisa memberi tau siapa laki-laki itu bu, sedangkan saat ini saja ibu sudah sebegitu kecewanya kepadaku. Maafkan aku bu, maafkan aku," gumam Kinar duduk tersandar dipintu dibalik apartemennya.
Sementara itu, di jalan menuju rumah, sang ibu mertua kembali bertanya kepada Eza kenapa menantunya itu bisa berduaan bersama dengan Kinar. Untung saja, Eza sudah memikirkan jawabannya beberapa saat yang lalu.
"Itu bu, aku cuma bantu Dewi untuk membujuk Kinar agar memberi tau siapa ayah dari anak yang ia kandung itu bu. Kasihan Dewi bu, setiap malam selalu memikirkan Kinar dan nasib anak yang ada di dalam kandungannya," jawab Eza dengan jantung yang berdetak kencang.
"Hhhhh, maafkan ibu Za karena sudah berpikiran buruk kepada kamu. Ibu pikir kamu dan Kinar... Ah sudahlah, bahkan menyebut namanya saja ibu terlalu malas," ucap sang ibu mertua menghela nafasnya kasar.
Mendengar ucapan sang ibu mertua, Eza merasa lega dan tenang karena tidak ada lagi kecurigaan kepadanya. Namun ia juga merasa bersalah karena sudah menghancurkan kehangatan keluarga bahagia itu.
"Ngga papa kok bu, wajar saja semua orang yang melihat aku dan Kinar akan berpikiran seperti itu. Tapi percayalah bu, aku menyayangi Kinar seperti aku menyayangi almarhum adikku sendiri," balas Eza beralasan.
"Iya nak, ibu tau. Maafkan ibu ya. Tapi apa kamu sudah tau siapa ayah dari anak itu?" tanya sang ibu mertua lagi.
"Belum bu. Kinar masing enggan untuk memberi tau siapa ayah dari anak itu. Tapi ibu tenang saja, aku akan tetap berusaha untuk mencari taunya," jawab Eza tanpa rasa bersalah.
Beberapa minggu sudah berlalu, sejak Eza menikahi Kinar, Dewi merasakan ada perubahan yang signifikan terhadap suaminya itu. Selain sering pulang malam dan terkadang tidak pulang, Eza lebih bersikap dingin dan jarang memberikan nafkah bathin terhadap istri sahnya itu.
"Aku mau bicara sama kamu mas," ucap Dewi saat Eza hendak keluar dihari libur.
"Aku buru-buru sayang. Kita bicara nanti aja ya," jawab Eza sembari mengganti pakaiannya.
"Buru-buru kemana mas? Sekarang kan libur. Akhir-akhir ini kamu sangat beda banget loh mas," balas Dewi menghampiri Eza di depan lemari.
"Aku ada pekerjaan diluar Wi. Kita sudah membahas masalah ini sebelumnya. Aku capek jika kamu selalu membahas masalah ini lagi," balas Eza menatap Dewi sekilas.
"Gimana aku ngga membahas masalah ini mas. Aku risih. Kamu itu beda banget mas sekarang," ucap Dewi lagi.
"Beda gimana lagi Dewi? Aku ini kerja loh Wi. aku paling ngga suka di curiga-curigain seperti ini," jawab Eza lagi.
"Aku ngga bilang aku curiga loh mas,"
"Kalau ngga curiga terus namanya apa? Sekarang begini saja, kamu katakan, mau kamu sebenarnya apa ha? Setiap hari kamu selalu saja cari masalah sama aku. Kamu udah bosan Wi sama aku? Kalau bisan bilang, dengan senang hati aku antar kamu ke pengadilan agama," ucap Eza seketika membuat Dewi diam tertegun.
Dewi tak menyangka jika Eza akan berkata hal seperti itu kepada dirinya.
Di saat Dewi masih terdiam, Eza pun dengan santainya berlalu keluar dari kamar mereka. Hari ini, ia dan Kinar akan menghabiskan waktu berdua di pantai sesuai keinginan wanita hamil tersebut.
Tanpa sadar, air mata Dewi pun menetes. Ucapan Eza baru saja benar-benar membuatnya tertegun.
"Apa akhir-akhir ini aku terlalu berlebihan kepada Mas Eza? Tapi aku merasa Mas Eza memang berubah tuhan," gumam Dewi kemudian bergegas menyeka air matanya lantaran pintu kamarnya di ketuk oleh sang ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments