Pandangan Ibu Dewi seketika menjadi gelap, dan di detik utu juga, ia ambruk dan tak sadarkan diri.
..........
"Bu, ibu," ucap Dewi dan Eza secara bersamaan. Mereka terkejut sembari mengguncang tubuh sang ibu yang sudah tidak sadarkan diri.
"Tolong ibu mas, tolong ibu. Aku ngga mau sesuatu terjadi sama ibu mas," ucap Dewi lagi sembari menitikkan air mata.
"Tenang, tenang. Kamu yang tenang ya Wi, sekarang kita bawa ibu ke kamarnya dulu, dan kamu tolong hubungi dokter," jawab Eza sang suami sembari mengangkat tubuh ibu mertuanya itu ke kamar.
Tak lama kemudian, dokter pun datang dan memeriksa keadaan ibu Ratih. Selain menghubungi dokter, Dewi juga menghubungi ayahnya yang saat itu sedang bekerja. Mendengar kabar sang istri yang jatuh pingsan, Imran pun langsung pulang ke rumahnya. Tak hanya menghubungi sang ayah, Dewi juga menghubungi Kinar dan memberi kabar tentang ibu mereka. Namun Kinar sama sekali tidak berani menunjukkan wajahnya di rumah orang tua mereka.
"Bagaimana keadaan ibu saya dokter?" tanya Dewi penuh dengan perasaan cemas. Ada sedikit sesal dihatinya karena sudah memberi tau sang ibu perihal kehamilan adiknya.
"Keadaan pasien untuk sejauh ini baik-baik saja. Hanya, kalau bisa, setelah beliau sadar nanti, saya sarankan untuk tidak mengajak pasien banyak bicara. Selain itu, tolong hindari pasien dari permasalahan permasalahan apapun itu untuk sementara waktu ini. Jangan biarkan pasien banyak berpikir dan juga kelelahan," jelas dokter lalu pamit meninggalkan Dewi dan yang lainnya.
"Apa yang terjadi sama ibu Wi? Kenapa ibumu bisa sampai pingsan?" tanya Imran sang ayah.
Dewi pun diam tak berani menjawab pertanyaan sang ayah. Dewi takut, jika ia menjawab pertanyaan ayahnya, sang ayah juga akan jatuh pingsan seperti ibunya.
"Hmmmm aku juga ngga tau yah. Mungkin ibu pingsan karena kelelahan aja," jawab Dewi terbata-bata.
Meskipun kurang yakin dengan jawaban Dewi, sang ayah memilih untuk tidak bertanya lagi. Laki-laki tua itu berjalan menghampiri istrinya dan menatap wajah teduh itu dengan lekat dan tanpa berkedip. Tak lama kemudian, sang istri bangun dan langsung memanggil nama Kinar berkali-kali.
"Bu, tenang bu. Ini ayah. Kamu kangen dengan Kinar? Biar aku telpon Kinar agar dia ke Sini," ucap Imran dengan lembut kepada sang istri.
"Mas, Kinar hamil mas. Kinar hamil," ucap Ratih seketika membuat Imran tercengang. Awalnya Imran mengira sang istri salah sebut nama anaknya. Akan tetapi, setelah diyakinkan Ratih, ternyata memang Kinar yang dimaksud oleh sang istri.
"Apa maksud ibumu Wi? Yang hamil kamu kan, bukan Kinar?" tanya Imran beralin menatap putri sulungnya itu, sedangkan Eza, sedari tadi hanya diam dan larut dengan pikirannya sendiri.
"Bukan aku yah, tapi Kinar. Ibu benar, Kinar memang sedang hamil saat ini," jawab Dewi seketika membuat Imran terduduk lesu ke lantai.
"Ayah. Ayah ngga papa?" tanya Dewi dan Eza menghampiri Imran.
"Tidak, ayah tidak apa-apa. Tolong panggilkan Kinar kemari," jawab Imran dengan dada cukup sesak.
"Tapi yah, dokter bilang ibu," ucap Dewi terputus.
"Sudah, panggilkan saja anak itu kemari sekarang juga," sela Imran lagi.
Tanpa banyak bicara lagi, Dewi langsung menghubungi Kinar. Namun, setelah dihubungi berkali-kali, tidak ada jawaban dari Kinar. Baik balasan chat atau pun jawaban panggilan.
"Tidak di angkat yah. Mungkin Kinar," ucap Dewi kembali terputus.
"Ya sudah, kalau begitu biar ayah saja yang menemui anak itu ke apartemennya.
"Nggak yah, nggak usah. Biar aku dan Mas Eza saja yang menemui Kinar ke apartemennya. Aku akan membawa Kinar ke rumah ini untuk ayah," jawab Dewi cepat. Dewi tidak ingin ayahnya menyetir dalam keadaan emosi seperti ini.
Setelah mendapatkan izin dari ayahnya, Dewi dan Eza pun pergi meninggalkan rumah dengan tujuan apartemen Kinar. Sementara itu, di apartemen, karena lelah menangis, Kinar pun tertidur. Ia sama sekali tidak mendengar dering ponselnya yang sudah berbunyi sedari tadi.
Begitu Dewi dan Eza sampai di unit Kinar, Dewi langsung emosi dan menarik kasar Kinar. Sontak hal itu membuat Eza sakit hati dan memarahi sang istri.
"Ada apa dengan kamu mas? Kenapa kamu malah membela Kinar? Apa kamu ngga liat tadi bagaimana keadaan ibu dan juga ayah? Dan dia, dia malah enak-enakan tidur seperti ini," protes Dewi menatap nyalang ke arah suaminya.
"Ya tapi jangan kasar seperti ini Dewi. Kamu tau sendiri kan Kinar sedang hamil. Kasihan anak yang ada di dalam kandungannya," ucap Eza lagi. Eza benar-benar marah kali ini kepada istrinya sendiri. Hal itu lantas membuat Dewi mengernyitkan keningnya.
"Kenapa kamu semarah ini mas? Apa kamu dan Kinar," ucap Dewi seketika membuat Eza menyela ucapan Dewi.
"Aku dan Kinar kenapa?" tanya Eza dengan nada cukup tinggi.
"Sudah, jangan ribut disini. Mau ngapain kalian ke sini?" tanya Kinar menghentikan perdebatan antara suami dan istri tersebut.
"Kakak diminta ayah untuk menemui mu dan membawa mu pulang Kinar. Mereka sudah tau semuanya," jawab Dewi dengan wajah dingin menatap sang adik.
"Kenapa kakak memberi tau ayah dan ibu? Kakak sengaja kan agar mereka benci sama aku?" ucap Kinar tak suka.
"Memang kenapa? Mereka adalah orang tua kamu Kinar. Dan kamu pikir, kamu bisa menyelesaikan masalah sebesar ini sendirian?" jelas Dewi kembali tersulut emosi.
"Aku bisa. Aku ngga butuh kalian untuk menyelesaikan masalahku," teriak Kinar semakin membuat Dewi emosi.
Awalnya Dewi masih diam dan mendengarkan ocehan sang adik. Namun, karena ucapan Kinar semakin lama semakin menyakiti hati, Dewi pun akhirmya melayangkan satu tamparan tepat di pipi sang adik dan membuat Kinar diam seketika.
"Sekarang ayo ikut kakak ke rumah. Kakak tidak mau ada penolakan apapun dari kamu. Ayo!" ucap Dewi membuat Kinar tak mampu menolaknya lagi.
Sepanjang perjalanan pulang, Kinar hanya diam. Begitu juga dengan Eza. Hanya Dewi yang banyak bicara mengajari sang adik yang paling ia sayangi.
Sekira satu jam kemudian, mereka pun sampai di rumah. Awalnya Kinar enggan turun dari mobil, akan tetapi, Dewi terus memaksanya dengan tegas sehingga membuat Kinar menurut.
Setibanya di dalam rumah, rupanya kedatangan Kinar sudah di tunggu oleh sang ayah. Begitu Kinar akan menyalami ayahnya, satu tamparan keras mendarat di pipi Kinar sehingga membuat Eza ingin membawa Kinar pergi dari situ, akan tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Maafkan aku yah," ucap Kinar seakan sudah tau maksud dari tamparan itu.
"Apa dengan maaf dari ayah bisa mengembalikan semua keadaan? Kenapa kamu mengkhianati kepercayaan yang ayah dan ibu berikan Kinar? Kenapa?" tanya Imran dengan tatapan dingin. Baru kali ini Kinar dan Dewi melihat raut wajah marah sang ayah.
"Ayah maafkan aku Hiks, Hiks," gumam Kinar menangis terisak. Ia benar-benar menyesali apa yang telah terjadi kepada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ita rahmawati
gemes sm si eza kampret ini,,bener² pengecut 😏🙄
2024-12-05
0