"Sepertinya kita sudah ketahuan, Cempluk..
Sebaiknya kita berpencar. Kau terus bakar seluruh bangunan Padepokan Pandan Alas ini sementara aku akan memancing para dedengkot perguruan ini untuk keluar.. ", ucap Panji Rawit sembari memberikan busur panah berapi nya pada Pramodawardhani.
" Hati-hati Kakang.. Ingat jangan terlalu memaksanya diri. Jika lawan mu lebih tangguh, cari cara untuk kabur secepatnya. Ingatlah, tidak ada kata terlambat untuk membalas dendam kematian orang tua angkat mu.. ", peringat Pramodawardhani segera. Panji Rawit mengangguk mengerti. Di bawah sinar bulan purnama, mata Pramodawardhani nampak jelas memancarkan kekhawatiran akan tetapi ia juga tidak bisa menghalangi keinginan Panji Rawit yang ingin menuntut keadilan bagi orang tua angkatnya.
Setelah komat-kamit merapal mantra Ajian Langkah Dewa Angin, Panji Rawit melesat cepat ke arah bangunan tengah Padepokan Pandan Alas dimana Mpu Sedah telah menunggu kedatangannya. Sedangkan Pramodawardhani langsung menyandang anak panah di punggung lalu dengan memegang obor dia bergerak meninggalkan tebing batu di belakang Padepokan Pandan Alas.
Mata Mpu Sedah menyipit kala melihat sosok bayangan hitam mendekat ke arah nya. Dari gerakan nya yang ringan seperti bulu burung bangau, jelas pemiliknya memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi.
Pada ujung bangunan utama itu, si bayangan hitam yang tak lain adalah Panji Rawit mendarat dengan santainya sementara Mpu Sedah dan Nini Ciptarasa terkejut melihat sosok yang masih muda itu.
"Jadi kau orang yang bernama Panji Rawit? ", tanya Mpu Sedah segera.
" Iya, aku adalah Panji Rawit, orang yang akan membuat Padepokan Pandan Alas rata dengan tanah tanpa ada puing-puing yang tersisa", mendengar jawaban itu, Nini Ciptarasa mendengus keras dan hendak bergerak maju ke arah Panji Rawit tapi Mpu Sedah segera menahannya.
"Besar sekali nyali mu, Bocah!!! Apa nyawa mu sudah lipat sembilan hingga berani menantang kami hah?! ", bentak Nini Ciptarasa dengan keras.
" Kalau iya, kenapa? Apa salah orang tua ku Mpu Ranudaksa dan seluruh anggota keluarga lainnya hingga kalian membantai mereka tanpa ampun hah?!
Hutang nyawa di bayar nyawa, hutang pati di bayar pati. Bersiaplah untuk meminta ampun pada keluarga ku di hadapan Dewa Yama..!! ", setelah menggembor buas demikian, Panji Rawit melesat ke arah Mpu Sedah dan Nini Ciptarasa.
Kegelapan malam membuat penglihatan menjadi terbatas, begitu juga dengan Mpu Sedah dan Nini Ciptarasa yang sudah berusia lanjut. Keduanya buru-buru mundur ke belakang saat Panji Rawit datang dengan serangan cepat dan beruntun.
Whhhuuuutttt whhhuuuutttt...
Plllaaaaakkkk Dhhhaaaaaaasssshhh!!!
Kecepatan Panji Rawit bergerak membuat Mpu Sedah sedikit gelagapan menahannya karena mereka bertarung di atas atap bangunan utama Padepokan Pandan Alas. Sedangkan Nini Ciptarasa lebih memilih meloncat meninggalkan atap bangunan dengan memanfaatkan cambuk nya.
Akan tetapi, tiba-tiba sebuah anak panah berapi melesat cepat ke arah Nini Ciptarasa. Perempuan tua itu langsung mengibaskan cakar tangannya untuk menangkis.
Chhhrrrrraaaaaakkkk ttrraaaaakkk..!!
Perempuan tua pemarah itu langsung melesat ke arah arah anak panah untuk mengejar orang yang melakukan nya. Pramodawardhani yang sudah meningkatkan kemampuan ilmu meringankan tubuh nya dengan lincah bergerak cepat kesana kemari sambil terus melesakkan anak panah nya ke arah bangunan bangunan di Padepokan Pandan Alas. Kejar kejaran antara mereka pun segera terjadi.
Plllaaaaakkkk plllaaaaakkkk..
Blllaaaarrrrr...!!!
Mpu Sedah dan Panji Rawit melayang turun dari atas atap bangunan utama Padepokan Pandan Alas dan mendarat di halaman. Tanpa menunggu lama, Mpu Sedah segera melompat ke arah Panji Rawit sambil melancarkan serangan terhadap sang pendekar muda dengan Ilmu Cakar Rajawali Melebur Gunung yang memang merupakan ilmu silat dari Padepokan Pandan Alas.
Shhhrraaaaaaaaakkkkkk...
Panji Rawit dengan lincah berkelit menghindari cakaran tangan kanan Mpu Sedah. Dia segera memutar tubuhnya lalu dengan cepat membuat tendangan melingkar cepat mengincar punggung lelaki sepuh yang menjadi lawannya.
Whhhhuuuuuuugggggh!
Merasakan gelombang angin dingin menderu ke arah punggung, Mpu Sedah segera merendahkan tubuhnya hingga tendangan memutar Panji Rawit menyambar angin kosong sejengkal diatas tubuhnya. Lelaki sepuh ini sepertinya memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai Ilmu Cakar Rajawali Melebur Gunung dibandingkan dengan mendiang Mpu Layang.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Mpu Sedah langsung merubah gerakan nya dan menjejak tanah dengan keras. Tubuhnya melenting tinggi ke udara. Lalu ia memutar posisi tubuhnya dengan kepala di bawah dan meluncur turun ke arah Panji dengan mengayunkan cakar tangannya sekaligus yang berselimut cahaya hijau kemerahan. Gerakan ini mirip dengan gerakan rajawali hendak menyambar mangsanya karena ini adalah ilmu puncak Cakar Rajawali Melebur Gunung yang dinamakan Rajawali Merenggut Nyawa.
Panji Rawit yang memang menunggu hal ini, langsung memejamkan matanya sebentar. Tubuhnya langsung diselimuti oleh cahaya kuning keemasan. Jelas bahwa ia ingin menjajal kemampuan Ajian Tameng Waja yang ia dapatkan dari Maharesi Girinata.
"Modyaaaaarrr kowe Bocah Keparat..!! "
Chhhiiiiiyyyyyaaaaaaaatttttt...
Thhhrrrraaaaaaaaannggggg!!!!
Blllllllaaaaaaaaammmmm...!!!!!
Terdengar suara seperti membentur logam keras saat cakar tangan Mpu Sedah menyentuh kulit Panji Rawit. Lalu diikuti dengan ledakan dahsyat yang membuat tubuh Mpu Sedah terpental jauh ke belakang.
Mata Mpu Sedah terbelalak melihat Ilmu Cakar Rajawali Melebur Gunung tahap puncaknya sama sekali tidak mampu membunuh pendekar muda ini, menggores kulitnya pun tidak. Selama ini setiap musuh yang ia hadapi pasti akan kehilangan nyawa jika terkena serangan pamungkas nya.
Masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi, Mpu Sedah kembali melompat ke arah Panji Rawit sambil mengayunkan cakarnya bertubi-tubi ke arah sang pendekar muda.
Shhhrraaaaaaaaakkkkkk shhhrraaaaaaaaakkkkkk..
Thhhrrrraaaaaaaaannggggg blllllllaaaaaaaaammmmm!!!!
Panji Rawit menyeringai lebar melihat ulah Mpu Sedah yang seperti kesetanan mencakar-cakar tubuhnya tapi tak juga mampu menggores kulitnya sedikitpun. Dengan cepat, Panji Rawit memutar telapak tangan nya dan menghantam dada lelaki sepuh ini.
Bhhhuuuuuuuuggggghhh
Oooouuuuuuuuugggggh..!!!
Tubuh tua Mpu Sedah terpental ke belakang hampir 5 tombak jauhnya dan menghantam tanah halaman Padepokan Pandan Alas dengan keras. Dia langsung muntah darah segar.
Melihat sesepuh Padepokan Pandan Alas ini terjungkal, Ki Gandra dan tiga Rajawali Penjaga Penjuru lainnya yang sedari tadi hanya menonton pertarungan antara Panji Rawit dan Mpu Sedah segera melompat ke arah Panji Rawit sembari melayangkan serangan dari empat arah yang berbeda.
Shhhrraaaaaaaaakkkkkk shhhrraaaaaaaaakkkkkk shhhrraaaaaaaaakkkkkk shhhrraaaaaaaaakkkkkk!
Panji Rawit melihat serangan keempat petinggi Padepokan Pandan Alas ini tak bergeming sedikitpun dari tempatnya berdiri, seolah menunggu kedatangan serangan mereka sambil merapal mantra Ajian Guntur Saketi. Cahaya putih kebiruan seperti warna petir muncul dari tengah dada Panji Rawit yang menjalar cepat ke arah kedua tangannya.
Saat Keempat Rajawali Penjaga Penjuru mengayunkan cakar tangannya ke arah Panji Rawit, sang pendekar muda langsung menghentakkan kaki nya ke tanah sekeras mungkin.
Thhhrrrraaaaaaaaannggggg!!
Keempat pilar Padepokan Pandan Alas itu terbelalak melihat cakar tangannya yang berselimut cahaya hijau kemerahan tak mampu merobek kulit Panji Rawit. Belum sempat hilang keterkejutan mereka, Panji Rawit dengan cepat menghantamkan kedua telapak tangan nya ke arah mereka bergantian.
Blllaaaarrrrr blllaaaarrrrr blllaaaarrrrr..
Blllllllaaaaaaaaammmmm...!!!
Aaaaarrrrrrrggggghhhhhh...!!
Suara raungan penuh kesakitan terdengar kala hantaman keras telapak tangan Panji Rawit yang berselimut Ajian Guntur Saketi telak menghajar dada mereka berempat. Tubuh mereka berempat terpental jauh ke empat arah yang berbeda dan menghujam tanah dengan keras. Namun keempatnya mengalami nasib yang serupa.
Bekas hantaman Panji Rawit menyisakan bekas hitam bergambar telapak tangan di masing-masing dada Empat Rajawali Penjaga Penjuru. Keempat nya langsung muntah darah segar bercampur kehitaman yang menjadi pertanda bahwa mereka menderita luka dalam yang parah.
"K-k-kau bajingaaaannnnn...!! ", hanya itu yang terucap dari mulut Ki Gandra sesaat sebelum roboh ke tanah. Bersama ketiga orang kawan nya, Ki Gandra tewas mengenaskan.
Setelah melihat Ki Gandra dan ketiga Rajawali Penjaga Penjuru tewas, para murid Padepokan Pandan Alas berusaha keras melindungi Mpu Sedah yang masih duduk di tanah sembari memegangi dada nya yang sesak. Mereka mengepung Panji Rawit dari segala penjuru.
Segera mereka menerjang maju ke arah Panji Rawit yang kini bagaikan monster haus darah bagi mereka. Akan tetapi, perlawanan mereka sia-sia belaka. Satu persatu murid Padepokan Pandan Alas terbunuh di tangan Panji Rawit. Padepokan Pandan Alas benar-benar banjir darah malam hari itu.
Dengan wajah berlumuran darah dari murid Padepokan Pandan Alas yang ia bunuh, Panji Rawit melangkah mendekati Mpu Sedah yang masih terduduk di tanah. Rona ketakutan akan kehilangan nyawa jelas terpancar di wajah tua Mpu Sedah. Cahaya temaram bulan purnama tak mampu menutupi ketakutannya.
Setelah jarak mereka tinggal 5 langkah lagi, Panji Rawit menatap tajam ke arah Mpu Sedah sembari bertanya,
"Apa kau masih ingin meneruskan ini semua?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Zahra Latifatul
langsung habisi,jgn biarkan hidup
2025-02-01
1
Okto Mulya D.
Hancur lebur pedepokan Pandan Alas...
2025-01-15
0
arumazam
bantai
2024-11-27
1