Ki Mandrakumara menghela nafas panjang mendengar omongan Pramesthi.
"Ada orang hebat yang menjadi pelindung Si Panji Rawit ini, Pramesthi. Kita tidak boleh mengusiknya sembarangan", ucap Ki Mandrakumara yang membuat Pramesthi dan Danarmaya langsung menatap wajah gurunya.
" Maksud guru? Murid tidak mengerti sama sekali.. ", sahut Danarmaya segera.
" Orang yang aku maksud adalah pendeta tua yang tadi berdiri di ujung sana", Danarmaya dan Pramesthi langsung menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh sang guru dan menyadari bahwa orang yang dimaksud oleh gurunya telah menghilang.
"Orang tua itu adalah Maharesi Girinata dari Gunung Lawu, seorang pendeta tua yang sakti mandraguna dengan segudang ilmu kesaktian yang sukar dicari tandingannya. Bahkan aku sendiri bukanlah lawan yang sebanding dengan orang tua itu", imbuh Ki Mandrakumara kemudian. Danarmaya dan Pramesthi saling berpandangan mendengar penuturan guru mereka.
Bagaimanapun juga, di dunia persilatan Tanah Jawadwipa ada beberapa pendekar tangguh yang memiliki kemampuan sangat tinggi. Saking tinggi nya, dengan kekuatan mereka akan sangat mudah membunuh pendekar sekelas Pramesthi dan Danarmaya. Salah satu dari beberapa pendekar itu adalah Maharesi Girinata yang mendapat julukan sebagai Dewa Pendeta Bersayap Angin.
Julukan besar ini bukanlah sebuah isapan jempol belaka. Selain memiliki berbagai ilmu kanuragan tingkat tinggi, Maharesi Girinata juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi hingga tubuhnya bisa bergerak seperti terbang di angkasa. Selain itu, dia juga memiliki ilmu kebatinan yang tinggi hingga bisa mengalahkan berbagai jenis makhluk halus seperti genderuwo ataupun siluman yang banyak mengganggu kehidupan manusia. Konon katanya, Maharesi Girinata malah bisa meramal masa depan dengan mata batin nya. Inilah sebabnya kenapa para pendekar dunia persilatan lebih suka menghindar jika berurusan dengan nya.
"Beruntung sekali Si Panji Rawit itu. Dengan perlindungan Maharesi Girinata, tak akan ada pendekar yang berani bermimpi untuk memenggal kepalanya sebagai syarat pengambilan hadiah dari Adipati Aji Wiraprabhu. Sepertinya kita harus menghapus keinginan untuk mendapatkan hadiah besar itu, Guru.. ", tukas Pramesthi yang membuat Danarmaya dan Ki Mandrakumara menganggukkan kepalanya.
Sementara semua orang sedang membicarakan tentang Panji Rawit dan orang yang membawa nya pergi, sang pendekar muda beserta Pramodawardhani sedang terbang ke arah selatan. Di bawah cengkeraman tangan perkasa seorang lelaki tua, keduanya tak berdaya untuk melawan hingga pasrah saja mengikuti kemauan si kakek tua.
Di lereng utara Gunung Lawu, sosok tua yang tak lain adalah Maharesi Girinata menghentikan gerakan nya. Tempat mereka berhenti adalah sebuah sanggar pemujaan lengkap dengan sebutan rumah sederhana berdinding kayu dengan atap daun alang-alang kering. Sepertinya ini adalah sebuah tempat pertapaan.
Setelah Maharesi Girinata menurunkan Panji Rawit dan Pramodawardhani , dua muda-mudi itu langsung bersikap waspada pada lelaki tua berjanggut putih panjang itu.
"Pendeta tua, ini ada dimana? Kenapa kau bawa kami kemari hah?", tanya Panji Rawit segera. Mendengar pertanyaan Panji Rawit, Maharesi Girinata segera menjentikkan jari nya dan tekanan dahsyat langsung menerpa tubuh Panji Rawit dan Pramodawardhani yang membuat keduanya langsung jatuh berlutut di tanah.
"Begini cara bicara mu dengan paman guru mu, Anak muda?! ", ucap Maharesi Girinata perlahan tapi penuh ketegasan.
" Pa-paman Guru?!! Siapakah sebenarnya kau ini? ", kembali Panji Rawit bertanya dengan terbata-bata. Tekanan yang ia rasakan terasa sangat menyiksa.
" Aku kakak seperguruan guru mu Sampar Angin, anak muda.. Nama ku Maharesi Girinata dan mulai sekarang kau harus memanggil ku guru", jawab Maharesi Girinata dengan santainya.
"Ba-bagaimana mungkin aku memanggil mu guru? Aku tidak mengenal mu.. ", bantah Panji Rawit segera. Mendengar itu, Maharesi Girinata kurang senang dan kembali menjentikkan jari nya yang membuat tekanan dahsyat berlipat ganda mendera tubuh Panji Rawit dan Pramodawardhani. Keduanya langsung tengkurap di tanah saking tak kuasa lagi untuk bertahan.
"Ka.. Kakang Panji Ra-wittt cepat panggil orang tua itu guruuu.. A-aku tidak tahan lagi.... ", teriak Pramodawardhani sambil megap-megap kesulitan untuk bernafas. Tak ingin melihat Pramodawardhani lebih menderita lagi, Panji Rawit langsung berteriak lantang.
" GURUUU, MAAFKAN AKUUUU... "
Maharesi Girinata tersenyum lepas mendengar teriakan keras Panji Rawit dan langsung menjentikkan lagi jari tangan nya. Tekanan dahsyat itu langsung menghilang seolah-olah tak pernah ada. Panji Rawit dan Pramodawardhani langsung bangkit dari tempatnya dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Mulai malam ini, aku akan menurunkan semua ilmu ku pada mu murid ku. Istirahat lah di pondokan itu dan persiapkan diri mu sebaik-baiknya. Aku akan pergi sebentar.. ", setelah berkata demikian, Maharesi Girinata langsung melesat ke arah selatan dimana puncak Gunung Lawu berada. Panji Rawit dan Pramodawardhani langsung menarik nafas lega setelah kepergian orang tua itu.
" Apa sebenarnya mau orang tua itu? Kenapa dia ngotot ingin menjadikan mu sebagai murid Kakang Panji Rawit? ", tanya Pramodawardhani setelah Maharesi Girinata pergi.
" Aku juga tidak mengerti apa mau orang tua itu, Pramodawardhani.. Akan tetapi aku yakin, dia pasti punya alasan tersendiri yang mungkin belum dia utarakan ", jawab Panji Rawit sembari menghela nafas.
" Apa kita tidak sebaiknya kabur saja dari sini Kakang? Aku takut orang tua itu akan berbuat hal hal yang tidak baik pada mu", ujar Pramodawardhani penuh kekhawatiran.
"Kau tenang saja. Sekalipun dia sedikit keterlaluan tadi tapi bagaimanapun juga dia adalah paman guru ku. Aku di didik untuk menghormati yang lebih tua oleh guru ku Pramodawardhani, jadi apapun yang ingin dilakukan oleh paman guru ku itu tidak akan melewati batas-batas kebenaran", Pramodawardhani memilih untuk tidak bicara lagi setelah mendengar penjelasan Panji Rawit.
Siang itu Panji Rawit beristirahat di rumah kayu sederhana bersama Pramodawardhani. Untuk mengisi perut, mereka memasak singkong yang di tanam tak jauh dari tempat itu. Mereka terus menunggu waktu hingga malam menjelang tiba di kawasan ini.
Tepat sesaat sebelum senja menghilang di telan kegelapan malam, Maharesi Girinata datang sambil membawa sebutir mustika merah. Dia langsung mengajak Panji Rawit ke bawah tebing batu dekat pertapaan lalu memberikannya pada pemuda itu.
"Apa ini Guru? "
"Jangan banyak tanya, makan saja..", bentak Maharesi Girinata yang membuat Panji Rawit tak bisa berkata apa-apa lagi selain patuh. Setelah permata merah itu, badan Panji Rawit langsung terasa panas seperti ada api yang berkobar di dalam tubuhnya.
Sekuat tenaga Panji Rawit berusaha keras untuk menekan panas yang terasa seperti hendak membakar tubuhnya hidup-hidup. Dia duduk bersila dengan tangan menangkup di depan dada. Keringat langsung bercucuran dari setiap pori-pori tubuh sang pendekar muda.
"Aku akan membantu mu meleburkan Mustika Naga Api yang sudah kau telan, Panji Rawit. Agar kau bisa dengan cepat dapat meningkatkan tenaga dalam dan kekuatan mu. Ini akan menjadi pondasi mu untuk menerima ilmu ku selanjutnya.
Kosongkan pikiran mu dan biarkan tubuh mu yang bekerja. Jangan berusaha untuk menekan kekuatan Mustika Naga Api, sebab semakin kau tekan kekuatan itu akan menyerang balik kepada ku", nasehat Maharesi Girinata sambil meletakkan telapak tangan kanannya ke arah ubun-ubun sang pendekar muda. Dari telapak tangan tua itu, hawa dingin menyebar ke seluruh tubuh, sedikit meredam panas yang membara di tubuh Panji Rawit.
Mendengar petuah dari sang guru, Panji Rawit segera melakukan nya. Dia mengosongkan pikiran nya dan membiarkan tubuhnya menerima kekuatan dahsyat dari Mustika Naga Api. Tubuhnya perlahan memancarkan cahaya merah, dari semula yang hanya redup makin lama semakin terang.
Pramodawardhani terus mengintip semua yang dilakukan oleh Maharesi Girinata dan Panji Rawit dari kejauhan. Dia yang kini tahu bahwa Maharesi Girinata bermaksud untuk meningkatkan ilmu kanuragan Panji Rawit terus berdoa dalam hati agar Panji Rawit mampu memenuhi semua keinginan orang tua itu.
'Berjuanglah Kakang Panji Rawit.. '
****
APPAAAAAAAAAAAAAA??!!!!!
Ki Gandra Sang Rajawali Penjaga Penjuru Timur, kaget bukan main mendengar laporkan murid Padepokan Pandan Alas tentang kematian Mpu Layang dan Sasongko. Ini semua benar-benar diluar perhitungan semua orang.
"Pembunuhnya adalah seorang pendekar muda bernama Panji Rawit, Ki. Dia juga mengatakan bahwa ia akan memburu semua orang yang terlibat dalam pembantaian keluarga Mpu Ranudaksa dari Wanua Jonggring. Sepertinya Si Panji Rawit itu adalah sanak saudara dari Mpu Ranudaksa.. ", imbuh laporan sang murid dengan penuh ketakutan.
" Sial sungguh-sungguh sial...
Aku sungguh tidak menyangka jika perburuan Keris Pulanggeni itu akan berakibat seperti ini. Jika dia mampu menghabisi Kakang Mpu Layang maka sudah pasti ia akan bisa membunuh semua orang yang ada disini. Tidak, ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Aku harus segera menemui orang itu..", ucap Ki Gandra segera.
"Siapa orang itu, Ki? Apakah dia benar-benar bisa menyelamatkan Padepokan Pandan Alas? ", si murid pembawa kabar memberanikan diri untuk bertanya.
Ki Gandra mendengus perlahan seperti sedang melepaskan beban pikiran nya sebelum berbicara,
" Sesepuh Padepokan Pandan Alas yang dikenal sebagai Sepasang Burung Tua,
Mpu Sedah dan Nyai Parwati.. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Zainal Patta
saking ribet nama perempuan ini lidahku sampai keseleo sebut pramono dan pramodar
2025-02-20
1
Okto Mulya D.
Panji Rawit makin kuat aja deh tanpa tanding..musuh juga makin banyak bermunculan pasti.
2025-01-15
0
arumazam
luar biasa
2024-11-27
1