PMI 11. Tamu Yang Diundang
Menempuh perjalanan satu jam lebih, Vanessa akhirnya tiba di Kota B. Salah seorang pegawai Green Palace sudah ditugaskan Tony untuk menjemput wanita itu di bandara dan mengantarkannya langsung ke resort.
Kedatangan Vanessa sedikit mengundang perhatian, baik dari pengunjung juga pekerja di resort tersebut. Wajah Vanessa mulai muncul di beberapa drama yang dibintanginya juga di beberapa iklan sebagai Brand Ambassador. Sehingga namanya mulai cukup dikenal di dunia entertainment. Dan semua itu tak lepas dari campur tangan Mirza. Berkat Mirza, Vanessa bisa berada di titik ini sekarang.
“Hai, sayang.” Vanessa langsung menyongsong, memeluk Mirza dengan erat begitu pria itu membuka pintu kamar.
Mirza membalas pelukan Vanessa seraya mengecup ubun-ubun kekasihnya itu.
“Maaf, ya, sayang. Aku sibuk, sampai tidak bisa berangkat bareng kamu,” kata Vanessa. Kemudian melerai pelukan. Ditatapnya Mirza dengan tatapan penyesalan, lalu dikecupnya mesra pipi kekasihnya itu demi menyenangkan hatinya. Vanessa selalu punya cara untuk menangani Mirza disaat pria itu sedang kesal atau marah sekalipun. Sebab Vanessa sangat tahu di mana titik kelemahannya.
“Bau parfum kamu beda. Kamu sudah ganti parfum? Sejak kapan? Biasanya bukan wangi yang ini. Ini seperti wangi parfum laki-laki ” Mirza mengendus wangi tubuh Vanessa yang terasa berbeda di indera penciumannya. Setahunya, wangi parfum yang sering digunakan Vanessa itu beraroma lembut, tidak maskulin seperti ini. Apakah Vanessa ...
“Oooh ... ini, tadi di lokasi syuting sempat ada adegan pelukan gitu, sayang. Mungkin ini parfum yang digunakan aktor lawan mainku tadi.” Vanessa membohongi Mirza. Dan anehnya, Mirza selalu saja termakan oleh kebohongannya itu.
“Kamu masih syuting? Bukannya dramanya sudah selesai? Aku juga sudah meminta manajermu untuk meng-cancel dulu semua jadwal fan meet kamu. Kok, bisa hari ini masih ada syuting?”
“Tadi itu yang terakhir. Karena ada adegan yang harus diulang. Tapi semua sudah beres, kok. Dan sekarang, aku punya banyak waktu buat kamu seorang. Kamu senang?”
“Benar?”
“Tentu saja, sayang. Aku udah kangen banget sama kamu. Sekali aja ya? Aku yang main.” Jemari Vanessa langsung membuka tautan kancing kemeja Mirza satu per satu, sembari mendorong tubuh pria itu pelan-pelan mendekati tempat tidur. Bukan Vanessa namanya jika tidak bisa menjinakkan ular berbisa yang satu ini. Vanessa sangat tahu apa yang disukai Mirza.
Kemeja belum ditanggalkan, tetapi Vanessa sudah menyerbu Mirza lebih dulu dengan ciuman-ciuman brutalnya. Namun sayangnya, aksinya itu malah dihentikan oleh Mirza.
“Kenapa? Biasanya kamu tidak permah menolak.” Vanessa berkerut dahi heran. Belum pernah sekali pun Mirza menolak permintaannya, apalagi jika menyangkut soal ranjang. Bahkan pria itu meminta lebih dari satu kali dalam sekali main.
“Tidak ada apa-apa. Aku cuma lagi malas saja. Sebaiknya kamu mandi. Aku tidak suka dengan aroma parfum kamu itu. Bikin kepalaku pusing.”
Vanessa mencebik kesal. “Ya sudah. Tapi nanti malam jadi, ya? Aku lagi pengen banget, nih.”
“Aku tidak janji. Soalnya nanti malam kita harus ke rumah Tony. Kita diundang makan malam di sana.”
“Tony? Siapa itu?”
“Teman lama.”
“Oke, baiklah. Aku mandi dulu kalau gitu.” Vanessa melangkah kesal menuju kamar mandi. Dari tingkahnya memang terlihat kesal, tapi sebenarnya ia justru senang. Karena berhasil membohongi kekasihnya itu. Lagipula, ia tidak terlalu berminat bercinta dengan Mirza sekarang ini. Sebab ia sudah dipuaskan oleh Reymond beberapa jam lalu.
****
Selepas magrib Renata bergegas membersihkan diri. Kemudian mulai bersiap-siap, mematut diri di depan cermin. Dress selutut berwarna hitam dengan kerah terbuka menjadi pilihan Renata malam ini. Tak lupa ia menambahkan anting kecil untuk melengkapi penampilannya malam ini. Rambut hitam panjangnya ia biarkan tergerai menyentuh pundaknya yang sedikit terbuka.
Usai berdandan, ia hendak keluar kamar saat Dito datang menghampirinya.
“Bunda, ada Om Tony di depan,” kata Dito memberitahu ibunya. Anak kecil itu sudah mengenakan piyama. Tangannya memeluk sebuah buku cerita.
Hampir setiap malam sebelum tidur Dito selalu meminta dibacakan sebuah cerita. Jika bukan Renata, Bu Ningsih yang melakukannya. Dito adalah anak yang cukup penurut, tidak rewel, dan jarang merepotkan ibunya. Kehadiran Dito merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Renata. Ia tumbuh dengan sangat baik walaupun tanpa sosok seorang ayah.
“Bunda cantik. Bunda mau ke mana, sih, malam-malam begini sama Om Tony?” Dito bertanya sembari mengambil duduk di tepian tempat tidur dan memandangi ibunya yang sudah tampil cantik jelita bak bidadari di matanya.
“Bunda juga tidak tahu. Bunda cuma mau nolongin Om Tony. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih atas hadiah yang sudah diberikan Om Tony. Kan Om Tony sudah banyak menolong Bunda. Nah, sekarang, giliran Bunda dong yang menolong Om Tony. Dito masih ingat kan apa kata Bunda?” kata Renata sembari membungkuk di depan Dito.
“Sesama manusia harus tolong menolong.”
“Anak pintar.” Renata mengusap puncak kepala Dito dengan penuh kasih. Kemudian beranjak keluar kamar usai menyambar tas kecilnya di atas meja rias.
“Malam ini minta tolong ke nenek saja ya buat bacain dongengnya. Bunda tidak akan lama kok,” ujar Renata menghentikan langkahnya sejenak di ambang pintu.
“Oke.” Dito mengacungkan jempolnya. Renata pun kemudian berlalu dan bergegas menuju ke dapan rumah.
Di teras rumah, Tony sudah menunggu. Tony yang sedang berbasa-basi dengan Bu Ningsih itu pun terpana seketika begitu Renata datang. Padahal Renata selalu terlihat cantik di matanya. Akan tetapi, malam ini Renata seolah terlihat berbeda. Auranya begitu mempesona. Sampai Tony tak berkedip.
Bu Ningsih yang melihat reaksi Tony saat memandangi Renata itu hanya bisa tersenyum. Sedikit banyak ia paham apa yang dirasakan Tony. Karena pancaran sinar mata Tony tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Renata.
“Bu, saya ijin pergi sebentar. Titip Dito ya, Bu? Saya tidak akan lama, kok,” pamit Renata pada Bu Ningsih.
“Iya. Saya sudah tahu. Pak Tony sudah lebih dulu minta ijin,” kata Bu Ningsih seraya bangun dari duduknya. Diikuti oleh Tony. Yang kemudian menghampiri Renata.
“Kita pergi sekarang? Tamu saya mungkin sudah sampai,” ajak Tony.
“Oh, iya. Tapi, kita mau ke mana?”
“Nanti saya beritahu.”
“Ya sudah.”
“Mari Bu Ning. Saya pinjam Renata sebentar.” Tony kemudian berjalan lebih dulu menuju mobil demi membukakan pintunya untuk Renata. Ia lantas naik, duduk di depan kemudi. Sejurus kemudian mobil itu mulai meninggalkan pekarangan rumah Bu Ningsih.
****
Sepanjang perjalanan Tony tidak juga memberitahu Renata ke mana mereka hendak pergi. Sampai akhirnya Renata enggan bertanya kembali, lalu memilih diam. Namun rasa penasarannya masih memenuhi ruang di hatinya. Sebab belum pernah Tony meminta bantuan yang aneh seperti ini. Diminta berpura-pura jadi tuangan Tony, untuk apa?
Beragam tanya masih memenuhi kepala Renata. Terlebih saat mobil yang dikendarai Tony memasuki pekarangan luas sebuah hunian mewah. Di depan rumah itu sudah terparkir mobil yang lain.
“Kenapa kita ke sini?” tanya Renata saat Tony membukakan pintu mobil untuknya.
“Ini rumah saya. Oh, bukan. Lebih tepatnya rumah orangtua saya. Dan saya menumpang tinggal di sini.” Tony mengulum senyuman melihat ekspresi wajah Renata yang terlihat kebingungan.
Selama bekerja bersama Tony, Renata belum pernah datang ke rumah atasannya itu. Renata tidak mengenal Tony terlalu dalam. Renata hanya tahu jika Tony bukan anak tunggal. Tony punya seorang kakak perempuan yang sudah menikah dan ikut bersama suaminya tinggal di luar kota. Jadi ini kali pertama Renata berkunjung ke rumah atasan.
Renata pun jadi berpikir, untuk apa Tony mengajak ia ke rumah orangtuanya dan meminta ia berpura-pura menjadi tunangannya. Apakah Tony ingin menipu orangtuanya?
“Ayo.” Tony memberikan lengannya. Ia tersenyum pada Renata, dengan maksud meminta Renata menggandeng lengannya.
Renata yang mengerti maksud Tony pun langsung menggandeng lengan Tony layaknya sepasang sejoli. Kemudian keduanya memasuki rumah itu.
Begitu sampai di ruang tengah, rupanya tamu yang diundang Tony sudah lebih dulu tiba dan sedang berbincang dengan kedua orangtua Tony.
“Nah, itu dia Tony sudah datang.” Ibunya Tony berkata sambil menunjuk ke arah Tony dan Renata.
Dua orang tamu yang sedang duduk bersisian itu pun langsung menoleh. Keduanya tampak terkejut melihat Tony menggandeng seorang wanita cantik yang tampaknya familiar di mata mereka.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
Tony sih berharap ini semua bukanlah pura-pura Ren 😆🤭
2024-09-15
1
Elisabeth Ratna Susanti
wow ada ular berbisa juga di sini
2024-09-14
0
🌞MentariSenja🌞
𝙼𝚒𝚛𝚣𝚊 𝚖𝚞𝚕𝚊𝚒 𝚍𝚒𝚑𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊𝚙𝚒 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚙𝚎𝚗𝚢𝚎𝚜𝚊𝚕𝚊𝚗, 𝚔𝚊𝚙𝚘𝚔 𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚋𝚊𝚐𝚞𝚜 𝚍𝚒𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚋𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚘𝚛𝚒𝚜𝚒𝚗𝚒𝚕 𝚖𝚕𝚑 𝚖𝚒𝚕𝚒𝚑 𝚒𝚖𝚒𝚝𝚊𝚜𝚒,
🌹🌹𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔𝚖𝚞 𝚝𝚑𝚘𝚝...𝚜𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚞𝚙𝚍𝚊𝚝𝚎
2024-09-08
0