PMI 4. Kelakuan Mirza
“Sayang, katanya kamu mau nikahin aku. Kapan? Kamu sekarang kan sudah resmi cerai dari perempuan itu. Trus kapan kamu bakal nikahin aku. Memangnya kamu tidak mau aku jadi istrimu?” Vanessa merayu sembari naik ke pangkuan Mirza dengan manja. Suaranya hampir tenggelam oleh hingar-bingar musik di klub malam itu. Namun masih bisa terdengar oleh Mirza.
“Sabar, sayang. Aku masih harus meyakinkan mamaku dulu. Kamu, kan, tau, mama menentang hubungan kita.” Mirza melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Vanessa. Kepalanya bersandar pada sandaran kursi. Posisi mereka yang sangat menantang ini membuat sesuatu dalam diri Mirza mulai bergejolak.
Vanessa yang paham dengan tindakan Mirza yang meremas bokongnya itu kemudian mengalungkan lengannya di leher Mirza. Lalu mendaratkan kecupan di bibir pria itu. Menyesapnya lembut, mengajak lidah pria itu bermain-main sejenak.
Erangan maskulin Mirza mulai terdengar kala jemari lentik Vanessa mulai menelusuri sepanjang dada sampai perutnya. Kemudian jemari itu perlahan turun ke bawah, membelai lembut sesuatu yang mulai mengetat di bawah sana. Sementara satu tangan Vanessa menahan tengkuk pria itu demi memperdalam ciuman.
Mirza terlihat mulai tak sabaran. Tangannya mulai merajalela, berpindah dari bokong menelusup masuk ke dalam rok mini Vanessa, membelai lembut paha mulus wanita itu. Kemudian pelan-pelan menuju pangkal paha, hendak menelusup masuk ke bawah sana saat kemudian Vanessa mengakhiri ciumannya.
“Kamu mau di sini atau kita ke hotel saja?” Vanessa menawarkan dengan senyum menggoda. Ia tahu Mirza sudah terbakar gairah saat ini.
Vanessa tahu betul, salah satu kelemahan Mirza ada pada gairahnya. Dengan keahliannya merayu, Vanessa selalu bisa memancing gairah pria itu. Vanessa mengerti apa yang diinginkan Mirza. Bersama Vanessa, gairah pria tampan itu selalu terpuaskan. Sehingga hal itu menjadi jalan untuk Vanessa dengan mudahnya menaklukkannya.
Ditentang membuat Vanessa nekat mengirim video syurnya dengan Mirza kepada Jaya. Yang membuat Jaya shock dan murka. Ketika Jaya meminta penjelasan dari Mirza, dengan entengnya Mirza berkata kalau Vanessa adalah kekasihnya dan akan segera menikahinya. Padahal Mirza sendiri sudah menikah dengan Renata.
Kelakuan Mirza itu membuat Jaya terkena serangan jantung mendadak sampai Jaya dilarikan ke rumah sakit. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan. Begitu pulih, Jaya merahasiakan hal itu dari Venny. Sebab Jaya mengkhawatirkan penyakit hipertensi istrinya itu. Ketika itu, Venny sedang berada di luar kota dalam rangka pembukaan cabang klinik kecantikannya.
Untuk mencegah agar Vanessa berhenti menemui Mirza, Jaya mengambil tindakan dengan memboikot wanita itu untuk tidak tampil di stasiun TV. Namun ternyata cara yang dilakukan Jaya itu tidak berpengaruh apa-apa. Hubungan Vanessa dan Mirza justru semakin menjadi-jadi. Mereka masih sering bertemu diam-diam dibelakang Renata.
Hal itu memicu kemarahan Jaya sampai membuat penyakit Jaya semakin parah. Jaya murka dengan perselingkuhan putranya itu. Bisa-bisanya Mirza mengkhianati Renata yang sudah setia sebagai seorang istri selama ini. Bahkan Renata tidak pernah menuntut apapun dari putranya itu.
“Ke hotel dong sayang.” Mirza menyentil manja ujung hidung Vanessa. Kemudian berdiri dari duduknya begitu Vanessa turun dari pangkuannya. Lalu beranjak pergi sembari merangkul pundak kekasihnya itu.
Mirza yang sudah tergila-gila pada Vanessa tak pernah peduli dengan perasaan Renata. Juga tak peduli dengan murka orangtuanya. Kelakuan Mirza membuat Jaya sakit hati, sampai sakitnya semakin parah. Lalu pada akhirnya Jaya tidak bisa bertahan lagi.
Memesan kamar di sebuah hotel yang tak jauh dari klub, Mirza bermadu kasih dengan Vanessa tanpa peduli dirinya yang akan menjadi santapan empuk wartawan nakal.
****
Bertolak dari kota A menuju kota B, Renata membawa sebuah harapan yang besar. Ia ingin hidup damai bersama buah hatinya kelak tanpa bayang-bayang masa lalu. Berbekal sebuah alamat yang diberikan Bu Narti, Renata tiba di sebuah rumah sederhana milik seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang sekarang hanya tinggal seorang diri setelah ditinggal suaminya.
Bu Ningsih, datang dari arah dapur menyambut Renata. Wanita paruh baya yang hidup seorang diri itu begitu senang dan antusias menerima kedatangan Renata. Bu Ningsih dan mendiang suaminya tidak memiliki anak, sehingga begitu Bu Narti mengabarkan dan meminta bantuannya untuk menampung Renata di rumahnya, wanita itu sangat senang karena rumahnya nanti tidak akan sepi lagi. Ia juga akan punya teman untuk bercerita.
“Saya Renata, Bu.” Renata memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya. Namun Bu Ningsih menyambutnya dengan pelukan hangat.
“Saya sudah tau. Bu Narti sudah memberitahu saya. Oh ya, saya Ningsih. Kamu bisa panggil saya Bu Ning, atau apa saja. Asal kamu nyaman saja,” kata Bu Ningsih usai melerai pelukan.
“Terima kasih banyak saya ucapkan. Bu Ning sudah mau menampung saya tinggal di__”
“Bukan menampung, Ren. Kamu akan saya anggap seperti anak saya sendiri. Dan anggap saja rumah ini rumahmu juga. Kamu pasti capek kan? Ayo, saya tunjukkan kamar kamu.” Bu Ning mengajak Renata ke ruang tengah di mana kamar yang sudah dipersiapkan untuk Renata berada.
Sebuah kamar yang cukup luas, dimana ada tempat tidur, sebuah lemari dua pintu, dan sebuah meja rias. Walaupun tidak sebesar dan semewah kamar Mirza, namun kamar inilah yang akan menjadi tempat beristirahat yang paling nyaman.
Beruntung sekali Renata memiliki Bu Narti dan Bu Ningsih, orang-orang yang peduli padanya. Di rumah Bu Ningsih, Renata meminta ijin memakai dapur rumah itu untuk membuat kue yang akan dijualnya berkeliling dan sebagian dititipkan ke warung-warung.
Kehamilan tidak membuat Renata menyerah. Ia berjuang menghidupi dirinya sendiri dan buah hati yang sedang dikandungnya. Setiap hari ia berjualan kue dengan berkeliling kompleks. Saat perutnya semakin membesar, ia memilih berjualan online dari rumah. Bu Ningsih menjadi orang yang selalu siap dan sigap membantunya.
Setelah Renata melahirkan, Renata tidak bisa lagi berjualan. Ia harus fokus mengurus bayinya. Bu Ningsih dengan sukarela membantu membiayai kebutuhan Renata dan bayinya. Bagi Bu Ningsih, Renata sudah seperti anaknya sendiri. Ditambah lagi dengan kehadiran bayi mungil berjenis kelamin laki-laki yang semakin menambah kebahagiaannya. Bayi mungil itu juga sudah ia anggap seperti cucunya sendiri.
Ketika anak kecil itu berusia satu tahun, Renata mulai menitipkannya pada Bu Ningsih untuk pergi bekerja. Beruntung berdasarkan rekomendasi salah seorang teman Bu Ningsih yang bekerja di Dinas Pariwisata, Renata mendapatkan pekerjaan di salah satu resort yang cukup ternama di kota ini. Walaupun pekerjaan itu hanyalah menjadi karyawati biasa, setidaknya Renata bisa mengumpulkan uang untuk biaya hidupnya dan putra kecilnya. Juga untuk mengganti uang Bu Ningsih yang ia anggap hutang.
“Nama kamu siapa?” Pemilik resort itu bertanya pada Renata di hari pertama ia bekerja. Seorang pria berparas tampan, berwajah teduh, serta ramah dalam memperlakukan karyawannya itu memandangi Renata dengan seksama. Pandangannya menyapu pelan-pelan dari ujung kaki sampai ke ujung kepala Renata.
“Saya Renata, Pak.” Renata tampak sungkan pada atasannya itu. Wajahnya tertunduk, tak berani menatap pria itu secara langsung.
“Saya Tony.” Pria itu memperkenalkan diri. Awalnya tidak ada keinginannya untuk menerima karyawan baru. Lantaran tak enak hati menolak tawaran dari seorang kenalannya di Dinas Pariwisata yang telah merekomendasikan Renata, ia pun terpaksa menerima wanita ini. Alasan lain yang mendasarinya membuka lowongan dadakan itu adalah karena kasihan. Sebab katanya Renata sedang sangat membutuhkan pekerjaan.
“Kamu sudah tau peraturan di sini kan?” tanya Tony kemudian.
Renata mengangguk dengan wajah masih tertunduk. “Tau, Pak.”
“Tidak boleh datang terlambat, tidak boleh ijin lebih dari tiga hari, ramah kepada pengunjung, dan ...” Tony menggantung kalimatnya sejenak. Ia sedikit menelengkan kepalanya demi melihat wajah Renata. Wanita sederhana dan berparas manis itu membuatnya penasaran. Sejak memasuki ruangannya, tidak ada senyuman di wajah wanita itu.
“Lihat saya sebentar,” pinta Tony.
Sontak Renata pun mengangkat wajahnya dan memandangi Tony takut-takut. Sebab matanya langsung bersiborok dengan mata Tony.
“Dia cukup manis,” ucap Tony dalam hati.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
FT. Zira
si uler kebelet nikah🤧🤧
2025-03-22
0
💫0m@~ga0eL🔱
sebentar aja y pak, jgn lama2 👌
2024-11-19
0
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
🌹🌹🌹🌹 semangat ya renata
2024-09-03
1