PMI 10. Vanessa Yang Sebenarnya
Mirza memilih kamar yang terakhir direkomendasikan Renata padanya dengan view hamparan pantai berpasir putih. Kamar itu juga dilengkapi dengan kolam renang pada sisi kiri.
Puas berkeliling kamar yang luas itu, Mirza kemudian menghempaskan pantat pada tepian tempat tidur. Ia hendak membaringkan raga lelahnya saat bayang-bayang Renata bermain-main di pelupuk matanya.
Segaris senyuman tertarik pun di sudut bibirnya tanpa sadar saat ia membayangkan mantan isterinya itu. Yang kini semakin cantik dan anggun saja. Mengapa ia tidak menyadari hal ini sejak dulu, bahwa sebenarnya Renata mungkin sudah cantik sejak dulu. Hanya saja penampilannya waktu itu masih ketinggalan jaman dan terkesan kampungan.
“Pa, perempuan ini yang akan jadi isteriku?” Mirza tak percaya ketika waktu itu Jaya mempertemukan dirinya dengan Renata yang saat itu sudah menyelesaikan kuliahnya. Ingatan Mirza memutar kembali sebuah momen bertahun-tahun yang lalu.
Renata yang ketika itu mengenakan rok bermotif kembang yang dipadu dengan kaos oblong berwarna putih itu hanya bisa menunduk di depan Mirza.
Sementara Mirza memandangi Renata dengan pandangan jijik. Ia pikir perempuan yang dijodohkan dengannya adalah perempuan cantik seperti kriterianya. Tapi ternyata, perempuan itu hanyalah perempuan miskin, yatim piatu, kumal, dan sedikitpun tidak menarik di matanya.
“Namanya Renata, Mirza. Panggil namanya.” Jaya mengingatkan.
“Siapa pun namanya, aku tidak peduli. Yang jelas, aku tidak mau menikahi perempuan kampungan ini.”
“Mirza, bersikaplah sopan pada calon isterimu.”
“Tapi, Pa. Aku__”
“Kamu menikah dengan Renata atau namamu Papa coret dari kartu keluarga. Dan sepeserpun kamu tidak akan menerima warisan Papa.”
Ancaman itu selalu saja berhasil menakut-nakuti Mirza. Sehingga dengan terpaksa menerima perjodohan lalu menikahi Renata.
“Kamu pake pelet apa sih sampe Mama Papaku begitu ingin menjadikan kamu menantunya? Pake guna-guna apa kamu? Aku yakin sekali kamu hanya mengincar harta keluarga kami kan? Kalau tidak, kenapa kamu yang miskin dan yatim piatu ini bisa mengambil hati Mama Papaku untuk jadi menantu mereka.” Mirza mencecar Renata pada suatu hari ketika akad nikah mereka akan digelar beberapa tahun yang lalu.
Renata yang dalam balutan kebaya berwarna putih dengan rambut disanggul mirip ibu-ibu kompleks itu sungguh sangat menjijikkan di mata Mirza pada waktu itu. Mirza sungguh tak menyangka, mau-maunya Renata dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Sehingga Mirza berpikir jika Renata melakukan itu hanya demi harta saja. Agar perempuan miskin itu bisa hidup enak tanpa perlu bekerja keras.
Renata saat itu hanya bisa menundukkan wajahnya, tak berani menatap mata Mirza yang sedang dirasuki amarah. Bagi Renata sendiri, menerima perjodohan itu adalah sebagai bentuk rasa terima kasihnya pada Jaya yang sudah membiayai pendidikannya sampai ke perguruan tinggi. Tanpa sokongan dana dari Jaya, mungkin Renata tidak akan pernah bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi.
“Aku sudah banyak berhutang pada orangtuamu. Aku melakukan ini sebagai ucapan terima kasihku pada orangtuamu,” kata Renata, kemudian berlalu meninggalkan Mirza dalam kekesalannya sendirian.
Mengingat kembali kejadian itu, darah Mirza berdesir. Dulu ia pernah sangat kasar pada Renata. Tetapi Renata tidak pernah membalasnya dengan sama kasarnya. Renata justru bersikap baik padanya, melayani kebutuhannya selayaknya seorang isteri. Namun sayangnya, wanita sebaik Renata justru ia sia-siakan.
Lalu sekarang, bertemu kembali dengan Renata dalam keadaan yang sangat jauh berbeda, apakah Mirza menyesal telah menyia-nyiakan wanita itu?
Membuang sejenak pikirannya dari Renata, Mirza merogoh kantong, mengambil ponsel, lalu menghubungi Vanessa. Yang sayangnya, panggilannya untuk beberapa kali malah berakhir menjadi panggilan tak terjawab.
“Apa dia masih sibuk?” gumam Mirza. Kemudian melempar ponsel ke atas kasur. Ia lalu bangun menuju teras di samping kanan, menyaksikan pemandangan hamparan pantai yang luas sembari menghirup udara segar.
Green Paradise di desain dengan konsep menyatu dengan alam. Membuat resort itu berbeda dan memberikan kenyamanan bagi pengunjungnya. Itulah mengapa Mirza memilih tempat ini untuk liburannya kali ini bersama Vanessa. Karena ia ingin privasinya terjaga. Apalagi tempat ini cukup nyaman, dan wartawan tidak diperkenankan meliput demi alasan kenyamanan pengunjung.
****
Sementara di lain tempat, di sudut lain kota. Unit apartemen itu terasa panas, sepanas dua anak manusia yang tengah bergumul, saling berebut mendaki puncak kenikmatan.
“Sudah, Van. Aku udahan.” Si pria sedikit egois. Ia telah lebih dulu mencapai puncaknya.
“Belum, Rey. Aku sedikit lagi sampe. Tahan sebentar.” Namun si wanita masih berpacu ganas, bergerak lincah di atas tubuh kekar pria itu. Sampai kemudian ia memekik puas ketika puncak kenikmatannya diraih. Wanita itu terengah-engah kelelahan, menjatuhkan tubuhnya diatas tubuh pria itu.
“Ah, Rey. Kamu selalu bisa memuaskan aku.” Vanessa, tersenyum puas dengan permainan panasnya. Pria yang sudah beberapa bulan ini menjalin hubungan diam-diam dengannya itu sering mendatangi Vanessa di apartemennya untuk bermadu kasih.
Reymond Sinaga, seorang aktor tampan yang menjadi lawan main Vanessa dalam serial terbarunya itu diam-diam menjalin hubungan dengan Vanessa. Tidak ada yang tahu, hubungan mereka tertutup rapat dari media. Bahkan Mirza samasekali tidak tahu seperti apa kelakuan kekasihnya itu.
“Van, aku mau beres-beres dulu,” kata Rey menyingkirkan Vanessa dari atas tubuhnya.
“Jangan lama-lama ya, sayang. Aku masih pengen, nih,” rengek Vanessa dengan manja.
Rey tersenyum, kemudian melabuhkan kecupan di ubun-ubun Vanessa. “Oke, sayang. Asalkan kamu bisa pastikan, aku akan selalu terlibat di setiap proyek baru pacarmu yang bego itu.”
Seperti itulah hubungan keduanya yang saling menguntungkan. Rey memanfaatkan Vanessa karena kekasih Vanessa adalah seorang produser. Dan Vanessa juga mengambil keuntungan dari Rey. Karena Rey adalah pria yang tampan dan lebih berstamina. Rey juga menyenangkan. Tidak membosankan seperti Mirza, yang selalu saja mengajak Vanessa membahas tentang pernikahan dan anak.
Vanessa berubah pikiran selepas Mirza menceraikan Renata. Semula memang Vanessa yang selalu memburu Mirza, getol sekali meminta untuk segera dinikahi. Vanessa yang tidak ingin terikat dalam satu hubungan serius dan tidak ingin gerak-geriknya dibatasi itu pun akhirnya memilih mengulur-ngulur waktu dan selalu menghindar jika Mirza membahas tentang pernikahan.
Bertemu dengan Reymond di lokasi syuting menjadi sebuah anugerah tersendiri bagi Vanessa. Kejenuhan dalam hubungannya dengan Mirza bisa terobati dengan hadirnya pria itu.
Rey sudah menyelesaikan kebutuhannya di kamar mandi. Pria itu kembali naik ke atas ranjang, hendak melanjutkan lagi senam pinggulnya saat tiba-tiba pintu apartemen digedor-gedor dari luar oleh seseorang.
“Van ... kamu di dalam, kan, Van? Ayo, cepetan, sebentar lagi pesawat mau berangkat. Kamu bukannya meminta aku memesan satu tiket? Ayo buruan. Nanti kamu ketinggalan pesawat, Van.” Nova, asisten Vanessa berteriak dari depan pintu sambil menggedor-gedor pintu itu.
Di dalam kamar, Vanessa gelagapan. Permainan ronde kedua terpaksa dihentikan. Lekas Vanessa meloncat turun dari tempat tidur.
“Kamu sebaiknya pulang, Rey. Aku harus harus pergi sekarang. Penerbanganku sebentar lagi,” kata Renata sembari berlari menuju lemari pakaian. Kemudian masuk ke kamar mandi. Tak berapa lama ia keluar dari kamar mandi itu usai berpakaian.
“Memangnya kamu mau ke mana, sayang?” tanya Rey sembari berpakaian.
“Mirza sedang menungguku. Kalau aku tidak menyusulnya sekarang, bisa tamat riwayatku. Ayo, buruan pulang.” Vanessa menarik lengan Rey, hendak menyeretnya menuju pintu.
“Iya, sabar dong, sayang. Aku belum pake baju ini.”
“Cepetan. Kalau Mirza sampai tau tentang hubungan kita, bukan cuma aku, karir kamu juga bakalan terancam. Ayo, cepat.”
Terburu-buru Rey mengancingkan kancing celananya. Kemudian buru-buru memakai sepatu. Ia lantas meninggalkan tempat itu usai menyambar jaket dan kunci mobil di atas meja.
Nova hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Vanessa yang ia nilai di luar batas itu. Bisa-bisanya Vanessa menyelingkuhi Mirza yang sudah luar biasa memperjuangkan dirinya sampai bertahun-tahun lamanya itu.
“Buruan, Nov. Anterin aku ke bandara,” pinta Vanessa menarik lengan Nova. Satu tangannya menggeret koper yang sudah ia persiapkan sedari beberapa jam lalu.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
aku suka pantai 😍
2024-09-14
1
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
🌹🌹🌹 meluncur
2024-09-14
0
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
simbiosis mutualisme, enak kah berhubungan seperti itu?
2024-09-14
0