PMI 8. Tamu Tak Terduga
Beberapa menit lagi pesawat lepas landas, namun Vanessa belum juga menampakkan batang hidungnya. Seorang pramugari mengingatkan Mirza untuk me-nonaktifkan ponselnya saat ia menghubungi Vanessa yang tak juga menjawab teleponnya.
Mirza membuang napasnya resah. Padahal sudah dari jauh-jauh hari ia merencanakan ini agar bisa pergi berlibur bersama kekasihnya itu. Ia punya tujuan tersendiri merencanakan liburan ini. Ia berencana melamar Vanessa sekali lagi, meminta wanita itu menjadi pendamping hidupnya, menjadi ibu dari anak-anaknya. Tetapi agaknya ia harus kembali menelan kekecewaan yang dalam. Vanessa ternyata tidak memahami apa yang ia inginkan.
Akhirnya dengan berat hati Mirza tetap melanjutkan perjalanannya seorang diri. Meskipun tanpa Vanessa, ia ingin menikmati waktunya dengan perasaan damai.
Sejam lebih perjalanan di udara, pesawat akhirnya mendarat di bandara Kota B. Begitu Mirza mengaktifkan kembali ponselnya, masuk pesan beruntun dari Vanessa. Yang memberitahu jika kekasihnya itu akan menyusul dengan pesawat berikutnya.
Begitu aku tiba di sana, aku janji aku akan melakukan apapun yang kamu mau. Oke? Jangan marah ya, sayang. Love you.
Mirza sudah menduga, Vanessa akan lebih memilih pekerjaannya dibanding dirinya. Vanessa lebih suka menghabiskan waktu di lokasi syuting daripada menghabiskan waktu bersamanya.
“Ck. Selalu saja seperti ini. Kenapa aku merasa kamu mulai menghindariku?” gumam Mirza sedikit kesal. Sebab lagi dan lagi hal seperti ini terulang kembali.
Namun, walaupun Mirza sedikit kesal, Vanessa selalu punya cara untuk menenangkannya sehingga kekesalan Mirza tidak berakhir menjadi amarah.
“Oke, baiklah. Kita lihat saja nanti apa kamu bisa memenuhi janjimu itu,” gumam Mirza lagi sembari mengantongi kembali ponselnya. Rautnya kembali seperti biasa, seolah ia sudah terbiasa dengan perlakuan Vanessa.
Baru saja Mirza menyimpan ponselnya, ponsel itu tiba-tiba berdering. Mirza merogoh kantong, mengambil ponsel lalu lekas menjawab panggilan dari teman lamanya.
“Za, sorry. Kayaknya aku tidak bisa jemput kamu di bandara. Tapi nanti ada pegawaiku yang akan datang menjemputmu. Di resort nanti kamu akan dilayani oleh sekertarisku.” Begitu suara yang terdengar di ujung telepon.
“Tidak perlu repot-repot kawan. Kenapa harus sekertarismu. Kan masih ada pegawaiku yang lain?” kata Mirza.
“Beda, dong. Kamu kan tamu istimewa. Jadi, pelayanannya juga harus istimewa.”
Mirza tertawa kecil. Kemudian menyimpan kembali ponsel begitu obrolan berakhir. Tak lama kemudian ada seorang pria mengenakan seragam dengan tulisan Green Paradise di sudut kiri dadanya datang menghampiri Mirza. Pria itu lantas mengambil alih koper dari tangan Mirza dan mengajak Mirza mengikutinya ke sebuah mobil yang sudah terparkir di depan terminal.
****
Renata baru saja tiba, memarkirkan mobil di pelataran parkir Green Paradise saat Tony menghubunginya. Tony meminta ia menemui tamu istimewa resort ini yang baru saja tiba dari Kota A.
“Tamunya sudah ada di cottage, Bu. Sedang melihat-lihat. Lagi milih cottage mana yang paling cocok,” kata Nita ketika ia berpapasan dengan pegawai cantik itu di lobby. Tony juga sudah memberitahu Nita tentang tamu istimewanya ini.
“Bersama tunangannya kan?” tanya Renata sembari memasangkan name tag-nya di sudut kiri kemeja berbahan satin biru muda yang dikenakannya. Yang dipadukan dengan rok hitam ketat selutut. Tak lupa heels setinggi lima centi ikut menunjang penampilannya. Rambut panjangnya dikuncir rapi. Ditambah lagi dengan wajah manisnya yang dipulas make up tipis. Membuat penampilannya terlihat cantik dan bersinar.
“Sendiri, Bu.”
“Oooh ... Ya sudah, saya ke sana sekarang.” Bergegas Renata mengayunkan langkahnya menuju sayap kiri resort itu. Dimana terdapat cottage VIP untuk tamu-tamu kelas menengah ke atas.
Tak lama berjalan, Renata sudah tiba di sebuah cottage yang menyajikan view hamparan pantai berpasir putih. Seorang pria mengenakan celana pendek yang dipadukan kemeja bermotif tengah berdiri membelakangi. Pria itu sedang berbincang dengan pegawai yang mengantarnya sampai ke cottage itu. Renata langsung saja menghampiri.
“Selamat siang. Selamat datang di Green Paradise. Kami akan melayani liburan Anda dengan sepenuh hati,” ujar Renata seraya menyunggingkan senyumnya.
Pria yang berdiri membelakangi itu pun sontak menoleh dan memutar tubuhnya begitu mendengar suara Renata. Dan detik itu juga Renata terkesiap. Renata terkejut melihat siapa tamu istimewa yang dimaksud Tony, yang kata Tony adalah teman lamanya.
Melihat tamu tak terduga hari ini, jantung Renata serasa telah berhenti berdetak. Rasanya seperti baru kemarin kesulitan yang dilaluinya karena ulah pria ini. Rasanya baru kemarin Renata melangitkan harapannya agar Tuhan menjauhkan masa lalu dari hidupnya untuk selama-lamanya. Namun Rupanya harapannya itu tidak terkabulkan.
Senyum di wajah Renata yang baru saja terbit itu, kini tenggelam. Berganti dengan wajah tegang penuh kecemasan. Masa lalu yang ia harapkan tidak akan pernah lagi bertemu dengannya itu kini sudah berdiri di hadapannya.
“Renata Amalia?” gumam Mirza dalam keterkejutan seraya matanya melirik papan nama yang tersemat di sudut kiri kemeja Renata.
Mirza hampir tak percaya, wanita cantik dan modis yang berdiri di hadapannya ini adalah Renata. Mantan isteri yang ia campakkan enam tahun lalu demi wanita lain. Mantan isteri yang tak pernah sekali pun ia cintai. Wanita yang di matanya sedikit pun tidak menarik, dia adalah Renata.
“Kamu ... Renata yang aku kenal, kan?” Mirza mencoba memastikan. Sebab Renata yang ia lihat sekarang seolah Renata yang berbeda. Wanita cantik yang mempesona. Tanpa sadar dalam hatinya mengakui itu.
Masih segar dalam ingatan Renata bagaimana dulu Mirza pernah mengatainya wanita kucel, tidak menarik, dan tidak menggairahkan. Berulang-ulang kali Mirza selalu berkata jika dirinya bukan tipe ideal pria itu, yang sangat mengidam-idamkan wanita seksi seperti Vanessa.
Masih terngiang di telinga Renata bagaimana Mirza selalu mengatakan jika dirinya adalah sebuah mimpi buruk. Mimpi buruk yang membuat hidup Mirza kacau. Bahkan berulang-ulang kali Mirza selalu mengingatkan jika pernikahan mereka dahulu itu merupakan neraka yang menyiksa batinnya. Karena Mirza sedikitpun tidak mencintainya. Perasaan Renata berdesir nyeri kala teringat saat itu.
Namun, demi profesionalitas kerja, Renata menyingkirkan perasaannya jauh-jauh. Walaupun rasa sakit yang dulu pernah ia rasakan itu masih membekas, namun Mirza adalah tamu yang harus diberikan pelayanan terbaik. Apalagi Mirza ini adalah teman atasannya.
Renata mencoba tersenyum kembali. “Selamat siang, Pak. Kenalkan, saya Renata. Saya ditugaskan oleh Pak Tony untuk melayani Anda.” Sembari mengulurkan tangan kanannya hendak menyalimi tamunya. Mengesampingkan perasaannya sejenak, Renata berusaha bersikap sopan demi pekerjaannya.
Melihat senyuman Renata yang terlihat berbeda, Mirza malah tertegun. Wanita itu sangat cantik sekarang. Sungguh sangat jauh berbeda dengan Renata ketika ia nikahi dulu. Renata yang sekarang adalah Renata yang cantik dan mempesona. Terlihat modis dan anggun, sikapnya pun tampak jauh berbeda. Dan Mirza mengakui itu.
Mirza masih ingat bagaimana ia memperlakukan Renata dulu. Bukan hanya sering membentak, ia bahkan sering meneriaki Renata jika Renata melakukan kesalahan sekecil apapun itu. Dan Renata tidak pernah membalas. Renata justru sabar menghadapinya.
Hanya karena pernikahan mereka atas dasar perjodohan, Mirza selalu bersikap kasar pada Renata. Lalu pada suatu malam, saat Mirza pulang dalam keadaan mabuk, kejadian naas itu pun tak terhindarkan. Mirza terus menyalahkan Renata atas berakhirnya hubungan pria itu dengan Vanessa. Atas dasar kesalahan Renata itu pula yang menyebabkan Mirza sampai tega mengambil kesucian Renata dengan cara yang paling menyakitkan.
Renata menghela napas pelan. “Kami punya beberapa pilihan cottage. Anda bisa memilih cottage mana yang paling nyaman sesuai dengan selera Anda. Saya akan melayani Anda memilih. Dan jika Anda merasa kurang nyaman, Anda bisa beritahukan langsung ke saya. Saya siap melayani keluhan Anda,” ujar Renata seraya menarik kembali uluran tangannya yang tidak mendapat sambutan.
Namun, belum sempat Renata menurunkan tangannya, ia dibuat terkejut tiba-tiba saat tangan Mirza meraih tangannya, menyaliminya dan menggenggamnya erat. Sembari mata pria itu tak berkedip menatapnya.
“Ren ... apa kabarmu?” tanya Mirza tiba-tiba.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
kalau aku pasti udah kebat kebit hatiku 😀
2024-09-10
1
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
🌹🌹🌹 meluncur
2024-09-10
1
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
nyesel kan tuh Mirza, Renata adalah sebuah berlian yang telah kau sia-sia kan
2024-09-10
1