...Jika bukan karena keserakahan mereka, perang itu tidak akan terjadi. Anak-anak tidak akan kehilangan orangtuanya dan semua kaum tidak akan terpecah belah lagi....
...Mereka yang selalu kami hormati. Dan kami sebut sebagai Manusia....
Begitulah kalimat yang Aurora temukan di halaman pertama buku tersebut yang sepertinya ditulis oleh seseorang.
Karena penasaran, Aurora mengambil buku itu, meletakkannya di atas meja yang berada di dalam ruangan. Gadis itu menarik kursi. Duduk sembari lanjut membuka halaman berikutnya.
Apa yang tertulis di setiap lembar buku itu membuat Aurora terdiam. Baru beberapa lembar pertama, Aurora sudah mengerti, kenapa sang penulis menamainya sebagai peradaban yang hilang.
Karena di setiap lembar itu menceritakan bagaimana kedamaian yang pernah tercipta di antara semua kaum. Sebelum akhirnya hanya akan terdengar sebagai dongeng belaka sekarang.
Buku itu juga menjelaskan awal mula terjadinya peperangan antara kaum vampir dan manusia.
Di buku itu tertulis, bagaimana kejamnya kaum manusia terhadap kaum vampir, mereka tidak segan untuk menyakiti anak-anak dan wanita.
Meski di dalamnya berisi banyak hal yang menjelekkan kaum manusia, Aurora sendiri tidak menyangkal hal tersebut. Karena selama hidupnya, ia sering menyaksikan kebusukan manusia-manusia yang gila akan harta dan kekuasaan.
"Tapi, kenapa aku tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya?"
Selama ini, Aurora tidak pernah mendengar cerita atau hal apapun yang mengatakan kalau dulu, ratusan atau ribuan tahun yang lalu mereka pernah dalam keadaan damai. Hal itu sama sekali tidak pernah terdengar oleh Aurora.
Justru yang Aurora tahu malah sebaliknya, kaum manusia dan kaum vampir telah bermusuhan sejak lama. Sejak ribuan tahun yang lalu.
"Apakah ada yang disembunyikan dari kami, para generasi muda kaum manusia?"
*******
"Pangeran, ada seorang pria dari kaum manusia yang meminta izin untuk melewati perbatasan," ucap seorang prajurit yang bertugas di daerah perbatasan kaum manusia dan vampir.
"Apa keperluannya?"
"Dia ingin mencari dan membebaskan keluarganya yang menjadi tawanan di istana."
"Izinkan dia masuk dan kawal dia sampai ke istana!"
"Baik, Pangeran."
Pangeran Felix kembali memacu kudanya. Dalam aturan dan perjanjian perang memang tertulis, para tawanan bisa dibebaskan dengan membayar atau memberikan sebuah jaminan yang disetujui oleh pihak istana.
******
Saat berdiri di halaman depan istana untuk menyambut kepulangan Pangeran Felix, Aurora tiba-tiba terpikirkan untuk mengajukan satu permintaan pada Pangeran Vampir itu.
Entah mengapa, setiap kali melihat Pangeran Felix menunggangi kuda dengan begitu gagah, Aurora jadi memiliki keinginan untuk belajar berkuda juga.
"Pasti akan sangat menyenangkan."
Gadis itu tidak sabar untuk mengutarakan permintaannya, jadi tanpa ia sadari, ia menjadi sangat bersemangat menunggu Pangeran Felix pulang.
Ketika Pangeran Felix memasuki area istana, sebuah senyuman muncul dari sudut bibir Aurora, matanya bahkan terlihat sangat berbinar penuh semangat.
"Selamat datang, Pangeran."
Semua orang menunduk hormat begitu Pangeran Felix turun dari kudanya, termasuk Aurora.
Apalagi yang Kelinci Kecil ini sedang rencanakan?! Senyum dan raut wajahnya benar - benar membuatku curiga.
Pangeran Felix memberikan isyarat agar Aurora mengikutinya. Gadis itu pun patuh dan mengekor di belakang Pangeran Felix.
"Kamu sudah melakukan apa yang aku perintahkan tadi pagi?" tanya Pangeran Felix.
"Sudah, Tuan."
Setelah memasuki istana, Aurora baru sadar kalau Pangeran Felix tidak melangkah menuju kamarnya. Melainkan ke arah ruang belajar.
"Mari kita liat seperti apa hasil pekerjaanmu!"
Pintu ruangan itu terbuka. Tampak ruangan tersebut sudah jauh lebih bersih dari terakhir kali Pangeran Felix melihatnya.
"Cukup baik."
Vampir itu memutar tubuhnya, menghadap Aurora yang berdiri tepat di belakangnya. "Jadi, imbalan apa yang ingin kamu minta?"
Aurora tersenyum. "Bisakah Anda mengajari saya cara berkuda, Tuan?"
"Bisa. Tapi, sekarang aku lapar!"
Cup.
Sebuah kecupan lembut menjadi penutup kegiatan di leher Aurora. Di pojok ruangan, di tempat itulah ia dijadikan santapan oleh Pangeran Felix.
Senyum penuh kepuasan terbit di wajah Vampir itu, seperti bayi yang sudah kenyang oleh asi ibunya.
Sedangkan Aurora, sudah bisa ditebak bagaimana ekspresi gadis itu. Hatinya mengumpati Pangeran Felix begitu kencang, sedangkan bibirnya hanya bungkam.
"Ayo ikut aku!" ucap Pangeran Felix memecahkan keheningan. Ia menarik tangan Aurora meninggalkan ruang baca.
Masih di area istana. Di sebuah kandang kuda. Pangeran Felix dan Aurora berhenti di sana.
"Kuda ini sangat sensitif, dia bisa merasakan aura jahat, jadi bersikap baiklah padanya!"
Pangeran Felix menyuruh seorang prajurit yang berjaga untuk membuka kadang kuda tersebut dan mengeluarkannya.
"Kamu pernah naik kuda?"
Aurora menggeleng pelan. Lantas, Pangeran Felix tiba-tiba saja memegang pinggang Aurora, mengangkat tubuh gadis itu hingga naik ke atas kuda. Tubuh Aurora terlihat begitu ringan di tangan Pangeran Felix.
"Diam! Jangan sampai tarik talinya!"
Dengan gerakan yang begitu cepat, Pangeran Felix kini sudah berada di belakang Aurora, tangan kanannya memegang tali kendali kuda, sementara tangan kirinya melingkar memeluk perut Aurora agar gadis itu tidak kehilangan keseimbangan dan jatuh.
Pangeran Felix menghentakkan kedua kakinya sedikit ke arah perut kuda, sehingga kuda itu mulai berjalan dengan normal.
"Lain kali akan kuajarkan caranya, sekarang cukup nikmati saja!"
Tali kendali sedikit ditarik, kuda hitam yang tampak gagah itupun mempercepat langkahnya, mulai berlari dengan kecepatan normal.
Seiring dengan hentakan kaki kuda itu, jantung Aurora semakin berdebar kencang. Ia tidak lagi mempermasalahkan tangan Pangeran Felix yang melingkar di perutnya, justru ia bersyukur, jika bukan karena itu, mungkin Aurora sudah terjatuh karena tubuhnya tidak seimbang sejak tadi.
Huaaa.... Bukannya terasa menyenangkan, ini justru terasa sangat menegangkan!!
Aurora memejamkan matanya saat kuda tersebut mulai berlari kencang, "Tu-tuan, sudah! Saya mau turun!!"
Pangeran Felix sama sekali tidak menghiraukan ucapan Aurora, ia justru tersenyum dan mulai melonggarkan pelukannya pada perut Aurora.
Karena reflek, Aurora menahan tangan Pangeran Felix agar tangan kekar itu tetap berada di sana. Karena jika tidak, mungkin tubuh Aurora akan terpental jatuh ke tanah.
Mata Aurora terus tertutup sepanjang kuda itu berlari dengan sangat kencang, hingga beberapa saat setelah kuda itu mulai berlari normal, barulah Aurora membuka matanya.
Huh. Akhirnya.
Melihat ekspresi Aurora, Pangeran Felix tertawa mengejek. "Yakin masih mau belajar berkuda?"
Hening, tak ada jawaban. Aurora sendiri mulai ragu dengan keinginannya. Tapi karena tidak ingin Pangeran Felix mengejeknya, Aurora terpaksa menjawab, iya.
Kegiatan berkuda itu berakhir dengan Aurora yang terduduk lemas di atas rumput taman, kedua kakinya sampai bergetar saat turun dari kuda. Sungguh pengalaman pertama yang sangat amat berkesan dan cukup membuat Aurora trauma!
Huh! Dia benar-benar menyebalkan! Pasti dia sengaja membuat aku ketakutan! Lihatlah senyum kejam itu terus dia pamerkan ke semua orang!
Aurora mendengus kesal. Ingin rasanya ia menumpahkan kekesalannya pada Pangeran Felix, tapi jika sampai hal itu terjadi, mungkin saja umur Aurora sudah tidak lama lagi!
"Sampai kapan kamu mau duduk di sana?!"
Pangeran Felix melangkah mendekati Aurora yang masih terduduk lemas. Gadis itu membuang muka.
"Cepat bangun!" titah Pangeran Felix.
"Tuanku yang baik hati, tunggu sebentar lagi ya, pelayanmu ini masih tidak kuat untuk berjalan," ucap Aurora diakhiri oleh senyum terpaksa.
"Lama!"
Hap. Dalam sekali gerakan tubuh Aurora sudah berada di dalam gendongan Pangeran Felix, membuat gadis itu melotot tak percaya.
"Tuan, apa yang Anda lakukan?! Turun, 'kan saya!"
"Jangan bergerak, atau aku akan melemparmu ke dalam kandang kuda!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments