Silau sinar mentari yang mengenai wajah Aurora, membuat gadis itu dengan spontan merubah posisi tidurnya, sesaat, Aurora lupa di mana ia sekarang berada, hingga suara seorang pria menyadarkannya!
"Sampai kapan kamu akan tidur di kasurku?!"
"Kasurnya?"
Pelan, Aurora membuka mata, lalu dengan wajah kebingungan, Aurora menatap sekitar. Benar saja, ia tidak sedang berada di tempat seharusnya!
"Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa berada di si—"
Ucapan gadis itu terhenti setelah ia berhasil mengingat kejadian semalam. "Dia mengigitku semalam, sampai aku merasa lemas dan berakhir pingsan?"
"Bangun dan siapkan air untukku!"
Meski nyawanya belum terkumpul penuh, Aurora tetap memilih untuk bangun dan mengikuti perintah Vampir Kejam itu, dia tidak memiliki tenaga lebih untuk membantah ataupun untuk berdebat sepagi ini!
Namun siapa sangka, justru karena belum sadar sepenuhnya, tubuh Aurora yang masih lemas pun hampir saja terjungkal ke lantai, jika saja Pangeran Felix tidak dengan sigap langsung menahannya.
"Apakah kamu tidak bisa hati-hati?!" ucap Pangeran Felix, lalu membantu Aurora untuk duduk di pinggir kasur terlebih dahulu.
"Maaf." Aurora tertunduk, jauh dalam lubuk hatinya ia ingin sekali mencaci-maki si Vampir Sialan ini, setelah apa yang ia lakukan pada Aurora semalam! Jika bukan karena dia, mana mungkin Aurora akan lemas karena kekurangan darah seperti ini!
"Hmm, beristirahatlah. Hari ini kamu dapat keringanan! Kepala Pelayan akan mengurus semua kebutuhanmu!"
"Sepertinya aku tidak bisa menghisap darahnya pagi ini. Tubuhnya masih terlalu lemah!"
Karena sudah ada perintah untuk mengikuti jamuan sarapan dengan para tamu istana, Pangeran Felix pun segera meninggalkan kamarnya, membiarkan Aurora yang masih terduduk lemas di pinggir kasur.
"Sebaiknya aku istirahat di kamarku saja," ucap Aurora. Menggunakan sisa tenaga yang ada, Aurora melangkah keluar kamar, ia berjalan pelan menuju kamarnya yang berada di ujung lorong sana, cukup dekat dengan kamar si Pangeran Vampir.
Sementara itu, di meja makan istana, semua tamu istana sudah duduk di kursi mereka masing-masing, hanya tersisa dua kursi kosong, yaitu kursi milik Raja Vampir dan Pangeran Mahkota.
Begitu Raja Felipe II memasuki area ruang makan bersama dengan putranya, semua tamu istana yang tadi duduk langsung berdiri memberikan salam hormat.
"Selamat pagi, Yang Mulia."
"Selamat pagi, Pangeran."
Baik Pangeran Felix ataupun Raja Felipe sama-sama mengangguk pelan, namun bedanya, wajah Raja Felipe masih bisa tersenyum ramah, sementara wajah si Pangeran Vampir itu tampak datar.
"Selamat pagi, silahkan, nikmati hidangannya."
Mereka yang berada di dalam ruangan itu sebenarnya masih terbilang keluarga, seperti beberapa sepupu dan keponakan Raja Felipe, ada juga beberapa pejabat dari kastil barat dan timur, dan para petinggi yang bertugas di perbatasan utara dan selatan.
Dari sekian banyak orang yang ada di sana, selain Barbara, seorang Gadis Vampir juga secara terang-terangan terus memperhatikan setiap gerak-gerik Pangeran Felix. Tanpa takut dipergoki.
Gadis itu adalah Helena, seorang anak bungsu dari salah seorang petinggi di wilayah perbatasan utara. Seperti gadis vampir pada umumnya, Helena memiliki wajah yang cantik dengan kulit putih pucat.
Beberapa tahun terakhir, setiap kali ia memiliki kesempatan berkunjung ke istana, Helena selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk mendekati Pangeran Felix, namun selalu gagal!
"Kali ini, pasti akan berhasil."
Helena tampak begitu percaya diri karena mereka akan cukup lama di istana kali ini. Itu artinya, Helena memiliki banyak peluang untuk mendekati sang Pangeran Pujaan Hati!
Tapi, ada satu hal yang tidak pernah Helena ketahui tentang sang Pangeran! Pangeran Felix yang selama ini ia kagumi bisa mendengar setiap apa yang orang pikirkan dan ucapkan di dalam hati! Jadi, semua rencananya juga sudah ketahuan dari awal!
****
Setelah acara jamuan selesai, para tamu istana dipersilahkan untuk melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.
Selama berada di istana, mereka memiliki tujuan-tujuan yang berbeda, seperti para petinggi yang ingin menyampaikan beberapa laporan tentang wilayah yang mereka jaga, atau seperti para kerabat yang datang hanya untuk sekedar berkunjung pasca perang, atau juga seperti Helena yang datang dengan tujuan untuk mendekati Pangeran Felix!
"Dia ke mana? Bukannya tadi dia masih ada di sini?" gumam Helena sembari celingak-celinguk mencari keberadaan Pangeran Felix.
"Helena!"
Seperti maling yang kepergok, Helena langsung menoleh dengan gelagapan. Dan orang yang memanggilnya ternyata hanyalah Barbara.
"Huh, kamu! Membuatku kaget saja!" ketus Helena, lalu menghembuskan napas lega.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Barbara menatap Helena lekat. Tentu saja ia menaruh curiga pada gadis itu.
"Eum, itu, aku, aku ingin melihat isi perpustakaan Pangeran Mahkota!"
"Benarkah?" tanya Barbara, curiga.
"Iya! Kamu mau ikut juga?"
Takk.
Sebuah sentilan mendarat di kening Helena. "Gadis bodoh! Kamu pikir aku akan percaya! Jelas-jelas jalan ini hanya mengarah ke museum istana! Lagi pula, kamu sudah sering mengunjungi perpustakaan Pangeran dan hanya duduk melamun di sana!"
Helena yang tidak bisa menyangkal lagi hanya tersenyum kikuk. Apa yang Barbara katakan tadi memang fakta!
"Kamu belum dengar gosip yang beredar, ya?" tanya Barbara.
"Gosip? Gosip apa?"
"Eh, kamu belum tau, ya? Kalau Pangeran Mahkota memiliki—" Barbara sengaja menghentikan ucapannya, membuat raut wajah Helena langsung berubah kesal.
"Memiliki apa? Cepat katakan!" cecar Helena.
"Rahasia! Cari tau saja sendiri!"
Hushh.
Seperti biasa, pria itu kabur sebelum Helena sempat bertanya lagi padanya.
"Sialan! Barbara! Jangan kabur!"
Seolah lupa dengan tujuan awalnya, Helena malah melesat cepat mengejar Barbara yang sudah entah sampai mana.
"Huh, huh, sialan! Dia sangat cepat!"
Helena yang sudah lama tidak pernah main kejar-kejaran pun mulai terengah-engah, ia bersandar pada dinding tiang istana, sembari mencoba mengatur pernapasannya.
"Tadi aku sempat dengar kalau Kepala Pelayan ditugaskan menyiapkan menu sarapan untuk Nona Aurora, meskipun dijadikan sebagai Pelayan Pribadi, tapi dia mendapatkan perhatian khusus dari Pangeran," ucap salah seorang Pelayan yang sedang lewat di belakang Helena.
Helena yang masih bersandar di balik dinding tiang istana menajamkan pendengarannya.
"Dengar-dengar, hari ini Nona Aurora sedang kurang sehat, sehingga dia mendapatkan jatah istirahat dari Pangeran!" sahut Pelayan yang lain.
"Huh, aku sangat iri padanya! Dia bisa terus berada di dekat Pangeran! Bahkan bisa keluar masuk kamar Pangeran setiap saat!"
"Aku pernah melihatnya dari dekat! Dia memang cantik walaupun sedikit pucat dan masih banyak luka di tubuhnya! Dan satu lagi—" Pelayan itu mengecilkan suaranya, sehingga Helena tidak bisa mendengar apa yang ia katakan selanjutnya.
"Sial! Siapa yang sedang mereka bicarakan? Nona Aurora? Siapa dia?" geram Helena. Ia menatap punggung kedua pelayan yang sudah menjauh itu, lalu bergegas pergi ke arah dapur, sepertinya Helena akan mendengar lebih banyak informasi lagi di sana!
Sementara itu, di kamar yang Aurora tempati. Aurora baru saja menghabiskan sarapan yang dibawakan oleh Kepala Pelayan, tak lupa meminum susu yang katanya bisa membantu pemulihan badan Aurora dengan lebih cepat.
"Istirahatlah, sore nanti kita harus memperbaiki potongan rambut dan juga gaya pakaian Anda."
"Kenapa?" tanya Aurora sedikit bingung.
"Itu adalah perintah dari Pangeran Mahkota."
"Hmm, baiklah, terimakasih dan maaf—"
"Sudah, jangan sungkan, tugas saya sama seperti Anda, yaitu mematuhi perintah Pangeran, apapun yang menjadi perintah Pangeran adalah kewajiban saya sebagai seorang Kepala Pelayan."
Aurora tertegun. Kepala Pelayan ini benar-benar mendedikasikan dirinya untuk sang Pangeran, tentu hal itu berbanding terbalik dengan Aurora yang hanya karena terpaksa oleh keadaan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments