Aurora tidak tau si Pangeran Vampir itu sedang ke mana, yang pasti, ia merasa sangat lega karena diberikan waktu istirahat sampai beberapa jam kedepan.
"Sial, luka-luka ini masih terasa sangat nyeri, waktu istirahatku jadi tidak bisa terpakai dengan maksimal!"
Aurora bangkit dari tidurnya, berjalan ke arah cermin. Wajah cantiknya kini terlihat begitu pucat, dengan tubuh yang dipenuhi luka, memang tidak terlalu besar, tapi luka-luka itu cukup dalam sehingga butuh waktu lama untuk benar-benar sembuh total.
Masih dengan tatapan yang tertuju pada pantulan cermin, Aurora meraba bahunya, bekas gigitan Pangeran Vampir itu terlihat sangat jelas di atas kulit putihnya dan masih terasa sakit jika disentuh.
Hanya bisa menghembus napas pelan. Aurora kembali melangkah mendekati kasur, merebahkan tubuhnya di sana. Mengeluh tidak akan merubah keadaan, sebaiknya Aurora sekarang mulai beristirahat, setidaknya ia harus menggunakan kesempatan berharga ini, meski tidak bisa beristirahat dengan tenang dan nyenyak seperti sediakala.
Sebelum memasuki pertengahan malam. Seorang pelayan wanita membangunkan Aurora, meminta Aurora bersiap-siap menyambut kepulangan Pangeran Mahkota Istana Vampir dan Raja Istana Vampir.
Di bawah cahaya rembulan yang bersinar terang, di antara barisan para pelayan wanita, Aurora berdiri paling depan, mengikuti acara penyambutan kepulangan sang Raja.
Dari tempat Aurora berdiri sekarang, Aurora bisa melihat dengan jelas tubuh tegap Pangeran Felix yang berdiri di sisi kanan seorang pria yang tak kalah gagahnya, dialah sang Raja Vampir.
Berbeda dengan Pangeran Felix yang memancarkan aura bengis dan kekejaman, wajah dan bahasa tubuh Raja Vampir justru sebaliknya, ia tampak sangat berwibawa tanpa ada kesan mengintimidasi orang lain. Tampak gagah tanpa ada aura kekejaman sedikit pun.
"Tidak, Aurora, kamu tidak boleh tertipu dengan wajah pria itu, kamu tidak pernah tau seperti apa sifat aslinya!"
Aurora tersentak saat seorang pelayan mencubit tangannya, memberikan isyarat agar Aurora ikut mendudukkan kepala, memberikan hormat pada Pangeran Mahkota dan Raja.
"Matilah aku, kenapa dia menatapku seperti itu!"
Buru-buru Aurora ikut mendudukkan kepalanya, bukan berniat memberikan hormat, lebih tepatnya untuk menghindari kontak mata dengan si Pangeran Vampir!
Semua rombongan Raja Vampir sudah memasuki istana. Kini, para pelayan ditugaskan untuk menjamu tamu-tamu istana yang berada satu rombongan dengan Raja.
"Aurora, kamu tidak perlu ikut menjamu tamu, sebaiknya cepatlah ke kamar Pangeran Mahkota, sepertinya Pangeran sudah menunggumu!" ucap kepala pelayan, membuat Aurora langsung membeku, kaku.
Dengan langkah gontai, mau tak mau Aurora melangkahkan kakinya menuju kamar maut itu. "Semoga nasib baik berpihak lagi padaku."
Belum sempat Aurora mengetuk pintu kamar, suara Pangeran Felix sudah terdengar terlebih dahulu. "Masuk!"
"Dia tau kalau aku sudah ada di depan kamarnya?" gumam Aurora, lalu dengan sangat pelan ia membuka pintu kamar Pangeran Felix.
"Siapkan air hangat untukku!"
Aurora hanya menjawab dengan anggukan pelan.
"Tuan, panggil aku Tuan, aku adalah Tuanmu! Mengerti!"
Meski merasa jengkel, sekali lagi, Aurora mencoba untuk memasang wajah tenang dan tersenyum. "Baik, Tuan. Saya mengerti."
Pangeran Felix tersenyum samar. "Sana, pergi siapkan airnya!"
"Baik, Tuan. Tunggu sebentar." Aurora bergegas pergi menyiapkan apa yang Pangeran Felix perintah, tak lupa sembari menggerutu di dalam hati.
"Dasar Vampir Pemaksa! Maunya selalu dituruti! Mau selalu dilayani! Dan sekarang mau dihormati! Tuan? Dia memintaku untuk memanggilnya Tuan?! Jika tidak terpaksa, aku tidak akan pernah sudi memanggilnya Tuan! Aku bukan pelayan!!"
*****
Di lantai dasar Istana Vampir, semua tamu sibuk menikmati jamuan, tak satupun dari mereka berani menanyakan keberadaan sang Pangeran Mahkota yang seharusnya ikut menikmati jamuan juga.
Sedangkan orang yang tidak menghadiri jamuan malah sedang tersenyum lebar di dalam kamar.
"Pelayan!!"
Teriakan Pangeran Felix lagi-lagi mampu memekakkan telinga Aurora. Dengan wajah kesal, Aurora kembali berlari mendekati kamar mandi, namun ia tidak berani masuk. "Saya di sini, Tuan."
"Masuk!"
"Apa? Aku harus masuk lagi?! Tadi dia menyuruhku untuk menyiapkan baju! Sekarang?! Dasar Vampir Menyebalkan!"
"Kamu tuli?!"
"Tidak, Tuan."
"Cepat!"
"Baik, Tuan."
Kejadian tadi pagi terulang kembali, bedanya, kali ini Aurora tidak bertugas untuk menggosok punggung si Vampir Kejam itu, melainkan Aurora diminta untuk memijat bahu dan juga lengannya.
"Aku baru sadar kalau Vampir Menyebalkan ini memiliki bahu kekar dan otot lengan yang sangat besar. Eh, aku kok jadi berpikiran ke sana!!!"
"Pijat yang benar!"
"Baik, Tuan."
Pangeran Felix kembali memejamkan matanya, sebelum Aurora masuk ke dalam kamar mandi, ia selalu menggunakan kekuatannya untuk memberikan efek buram pada air yang ada di dalam bak mandi tempat ia berendam, agar Aurora tidak bisa melihat bagian privasinya. Meski sebenarnya ia tau kalau Aurora tidak akan mengintip juga! Tapi, apa salahnya jaga-jaga!
"Aku harus mengobati lukaku setelah ini, rasanya tangan dan kakiku keram dan nyeri sejak tadi."
Pangeran Felix yang tadinya terpejam berdehem pelan setelah mendengar ocehan hati Aurora. "Hmm, keluarlah! Dan pergi ambilkan makan malam untukku!"
"Baik, Tuan."
Aurora menghembus napas lega. Meski tugasnya belum selesai, setidaknya tugas pelayanan mandi untuk Pangeran sudah terlewatkan!
Kepala Pelayan yang melihat Aurora yang berjalan lemas ke arah dapur, segera memberikan isyarat pada beberapa pelayan, agar mereka menyiapkan hidangan makan malam Pangeran Mahkota.
"Minumlah!"
Aurora menatap segelas susu yang Kepala Pelayan sodorkan. "Untukku?"
"Iya, ini susu sapi terbaik yang istana vampir miliki, minumlah!"
"Tapi, aku ke sini untuk—"
"Makan malam Pangeran Felix sebentar lagi siap, sembari menunggu, duduk dan minumlah terlebih dahulu!" ucap Kepala Pelayan menyela ucapan Aurora.
"Baiklah, terimakasih."
Aurora pun menerima segelas susu tersebut dengan tersenyum canggung. Dari awal Kepala Pelayan memang selalu berlaku baik padanya, tapi Aurora tetap merasa sungkan. Bagaimanapun, Aurora sebelumnya hanyalah orang asing di istana ini, dan tetap menjadi orang asing sampai selamanya!
Setelah menghabiskan segelas susu yang Kepala Pelayan berikan, Aurora pun melanjutkan tugasnya, ia mengambil nampan yang berisi makan malam untuk Pangeran Felix, membawa nampan itu menuju kamar sang Pangeran dengan hati-hati.
"Tuan, ini makan malam—"
Ucapan Aurora terhenti ketika melihat Pangeran Felix sedang berdiri di dekat jendela kamar yang terbuka, hingga hembusan angin malam yang cukup kencang membawa serta aroma tubuh pria itu.
"Harum."
Aurora tertegun ketika tatapan Pangeran Felix tertuju padanya. Dengan langkah pelan, Vampir itu mendekati Aurora. Senyum yang entah apa maknanya membingkai wajah yang tampak terlihat lebih segar itu.
"Kamu menyukai aroma tubuhku?"
"Eh?"
Seperti maling yang sedang kepergok, Aurora kikuk, mau menyangkal, tapi bibirnya tak bisa mengeluarkan kata-kata!
"Jadi, mana yang benar? Aroma tubuhku busuk atau harum?" tanya Pangeran Felix, masih dengan langkah yang semakin mendekati Aurora.
"Tuan, saya harus taruh di mana makan malam—"
Deg.
Aurora semakin dibuat melongo setelah Pangeran Felix mengambil alih nampan ya ia pegang, lalu dengan santai melempar nampan tersebut ke arah meja, anehnya, nampan itu malah mendarat dengan mulus, bahkan tidak setetes pun dari darah yang berada di dalam gelas itu tumpah!
Melihat raut wajah Pangeran Felix yang tiba-tiba saja berubah seperti seorang serigala yang kelaparan dan siap menerkam mangsanya, Aurora pun mulai melangkah mundur. Hendak melarikan diri.
"Kenapa dia tiba-tiba menatapku seperti itu lagi? Apa yang akan dia lakukan?! Heh! Jangan semakin mendekatiku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments