Unexpected Of Love
Erzan Akhtar Ranendra, lelaki tanpa ekspresi dan dingin sangatlah muak dengan pertanyaan 'kapan nikah?'
Di acara keluarga besarnya pun pasti pertanyaan itu akan terlontar. Meskipun hanya sebagai candaan, tetap saja membuat wajahnya akan berubah masam.
"Emang gak ada pertanyaan lain apa? Seenggaknya tanyain gimana kabar gua. Atau rekening aman? Lah ini mah pertanyaan yang sama yang sama juga jawabannya."
Erzan mendumal sendiri menuju kamar mandi. Dia sudah sangat muak dengan pertanyaan tersebut.
Belum lagi sang adik yang terus mendesaknya agar cepat menikah. Kepala yang awalnya dingin kembali memanas.
"Lu boleh nikah asalkan lu kabulin pelangkah yang gua minta."
"Atuhlah, Bang. Gak kira-kira sih minta pelangkahnya. Abang kira adek sultan Dubai apa?"
Mau memasang wajah semelas apapun, Erzan tak akan luluh pada adik lelakinya itu.
"Terserah lu!" balas Erzan sambil berjalan menuju dapur.
"BANG--"
"Rega pelangkahnya aja apartment mewah yang gua impikan. Dan lu, gua cuma minta mansion doang."
"Doang kata Abang? Itu puluhan bahkan ratusan Milyar, Bang."
Erzan hanya menggedikkan bahu. Dia mengambil alkohol kalengan yang selalu tersedia di lemari pendingin khusus pria.
"Bang, turunin atuh pelangkahnya."
Suara kaleng yang diletakkan dengan keras di atas meja terdengar. Rayyan seketika terdiam. Dia menatap sang Abang yang sudah berwajah sangat datar bak papan bangunan.
"Gua bukan barang dagangan di pasar yang bisa lu tawar. Kata gua segitu, YA SEGITU!"
Sang mami hanya bisa memijat kepalanya jika anak pertama dan ketiganya beradu argumen. Dia hanya berada di tengah. Tak membela siapapun. Rayyan pernah merengek kepada sang papi tentang mansion yang Erzan minta. Namun, tanggapan sang papi malah datar saja.
"Sabar dikit sih, Dek. Kasihan loh Abang kalau dilangkahin terus mah," ucap sang mami dengan begitu lembut.
"Tahu lu! Kencing aja belum lurus," omel Reyn sambil menoyor kepala Rayyan.
"Nih apaan sih datang-datang." Rayyan menatap sang kembaran yang sama sekali tak takut ditatap olehnya.
"Kenapa lu ngebet banget pengen cepet kawin? Udah lu cicipin, ya?"
"Astaghfirullah. Mulut si Abang kalau ngomong gak ada saringannya," sahut Rayyan sambil mengusap dada.
Bisa mematikan Erzan akan keluar kepada siapapun. Dia akan lembut hanya kepada ratu cantik keluarga, yakni Achel.
Setiap kali Erzan datang ke rumah kedua orang tuanya, dia akan tidur bersama sang keponakan. Ada kehangatan yang dia rasakan jika bersama Achel. Ada aura bubu Echa pada diri Achel yang dapat Erzan rasakan.
Dia masih tenggelam dalam rasa rindu kepada orang yang sudah tidak bisa dia temui lagi. Memeluknya pun sudah tidak bisa.
"Andai jika Bubu masih ada, Abang pasti sudah menikah."
Tatapannya tertuju pada sosok Achel yang tertidur begitu lelap. Tangan Erzan mengusap lembut rambut Achel yang lebat.
"Abang rindu, Bubu."
Mata Erzan pun mulai terpejam. Tangannya memeluk tubuh kecil Achel. Balita yang mampu memberikannya kenyamanan.
.
Semakin hari pertanyaan 'kapan nikah?' semakin memekik gendang telinga. Ingin rasanya Erzan berteriak bagai Tarzan.
Jimmy, asisten pribadi Erzan mengulum senyum ketika Erzan tengah menjadi objek perjodohan para koleganya.
"Putri saya lulusan S1 di Singapura. Dia cantik, dan sudah pasti itu termasuk ke dalam tipe ideal Pak Erzan."
Jiwa mafianya meronta ingin keluar. Dia ingin memelintir bibir koleganya itu yang tak henti mempromosikan anaknya kepada dirinya.
"Ini pertemuan pekerjaan apa perjodohan? Muak gua! MUAK!"
Selesai pertemuan, Erzan bersungut ria. Omelannya tak berhenti sampai dia tiba di kantor.
"Kata gua mah udah sih married. Bungkam mulut mereka."
"Enggak semudah itu, BODOH!"
Jimmy pun berdecak kesal. Erzan tak pernah terbuka perihal kisah asmaranya. Namun, tak ada yang aneh juga selama dia bekerja dengan Erzan. Tak ada tanda-tanda dia dekat dengan seorang wanita. Selesai bekerja, main game atau meneguk alkohol. Monoton sekali hidup seorang Erzan Akhtar Ranendra.
.
Berdiri di balkon apartment dengan menggenggam alkohol kalengan. Dia menatap langit yang begitu ramai.
Sorot mata penuh kerinduan terpancar di sana. Bukan rindu kepada kekasih, melainkan kepada sang nenek terkasih.
"Kalau kamu ingin dicintai dengan besar, cintailah dia yang memiliki luka yang menganga begitu lebar. Cintanya jangan pernah diragukan. Kamu akan dicintai lebih ugal-ugalan dengan penuh ketulusan."
Pesan dari sang nenek yang sampai saat ini masih Erzan ingat. Pesan terakhir seminggu sebelum bubu pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.
Alkohol kalengan sudah dia tengguk. Dahaganya sudah terobati sedikit. Dia pun mengambil rokok di saku celananya. Membakarnya, lalu menyesapnya dengan sangat dalam. Asapnya pun dia buang ke udara.
Begitulah cara dia melepaskan semua pikiran yang mengganjal. Tengah asyik menikmati malam ditemani dua sahabat sejati, bayang wajah seseorang hadir. Senyum kecil pun terukir di bibirnya.
"Di mana dia sekarang?"
Kembali asap rokok itu dia buang. Tak terasa alkohol kalengan sudah habis, dan dia memilih masuk. Merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang cukup besar untuk dia tiduri sendiri.
.
Mendengar suara motor yang bising, balita yang tengah makan berlari keluar.
"Wawa!"
Begitu nyaring suara Achel hingga membuat Erzan tertawa. Achel ingin memeluk tubuh lelaki yang sepertinya menjadi cinta keduanya setelah sang papi.
"Wawa ganti baju dulu, ya." Balita itupun mengangguk setuju.
Jika, ingin melihat kelembutan dan kehangatan Erzan, lihatlah ketika Erzan berbicara dengan Achel. Di mana sikap dingin dan datarnya akan hilang begitu saja.
"Giliran ada Wawa, Papi dilupain," sindir Rega kepada putrinya yang tak mau jauh dari Erzan.
Balita itu memamerkan gigi putihnya. Lalu, berlari menghampiri sang papi.
"Sorry, Papi," ucapnya begitu lembut. Dia juga mengecup pipi papinya.
"Achel miss Wawa so much."
Semua orang pun tertawa termasuk Erzan. Ada saja tambahan kosakata baru setiap harinya yang membuat mereka semakin gemas.
Suara ponsel Erzan berdering. Namun, tak ada di saku maupun di meja. Rayyan mengambil ponsel sang Abang yang berada tak jauh dari dirinya. Dahinya seketika mengkerut melihat siapa yang menghubungi sang Abang.
"Aera," gumam Rayyan.
"Yan, hape gu--"
Kalimat Erzan terhenti ketika Rayyan menunjukkan layar ponsel sang Abang. Di mana seorang wanita cantik menghubunginya.
"Who is Aera?"
Semua mata kini tertuju pada Erzan. Begitu juga dengan Achel yang sudah mengadukan kedua alisnya melihat ke arah layar ponsel sang paman. Mereka semua menunggu jawaban dari Erzan karena lelaki tanpa ekspresi itu tidak pernah menyimpan nomor perempuan selain keluarganya.
"Dia te--"
Crangg ...!
Suara kaca pecah terdengar. Di lantai LCD ponsel Erzan sudah berserakan.
"Achel," tegur sang mami ketika putrinya-lah yang membanting ponsel Erzan.
"Wawa punya Achel. Wawa milik Achel celamanya," jawab Achel.
"Dak boleh ada cewe yang phone Wawa. DAK BOLE!" Bibir Achel pun sudah panjang menahan tangis.
... **** BERSAMBUNG ****...
Tes ombak, yuk! 50 komen up lagi.
Biasakan komen ya kalau udah habis baca. Jangan ditinggal begitu aja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Medy Jmb
Baru Nemu kak Fie, suka cerita nya. Lah...Achel ngingati kita sama sultan
2024-10-31
0
Eli Sholihah
bagus kak
2024-11-18
0
Tiwi
n
2024-09-21
0