Setelah jam makan siang Erzan baru tiba di kantor. Dia melenggang dengan begitu santai. Sedangkan wajah Jimmy sudah sangat masam.
"Jam berapa ini?" tanyanya penuh kekesalan.
"Mana yang mau gua interview?"
Erzan malah melontarkan pertanyaan balik. Padahal, pertanyaan Jimmy belum dia jawab.
"Mereka udah kesel nungguin lu. Ada ya interview diundur-undur."
Jimmy masih bersungut. Erzan malah sudah duduk di kursi kebesaran dan mulai menyalakan laptop miliknya. Omelan Jimmy sama sekali tak Erzan dengar. Pada akhirnya Jimmy mengerang kesal.
"Lu mau sampai kapan sih nguji kesabaran gua, Zan?"
"Sampai bumi bentuknya jajargenjang."
Erzan sungguh sangat menyebalkan dan selalu menyulut emosi Jimmy. Untungnya Jimmy sangat pandai mengatur kesabaran. Jika, dia sama seperti Erzan sudah dipastikan hanya akan adu mulut setiap harinya.
"Gua udah bilang jam setengah dua baru mereka diinterview," ujar Jimmy setelah berhasil mengatur kesabaran. Erzan hanya mengangguk dengan pandangan masih tertuju pada layar segiempat.
Setelah Jimmy keluar, dada Erzan tiba-tiba berdegup kencang. Harusnya para pelamar yang deg-degan. Ini malah sang bos yang merasakan hal itu. Dia melihat ke arah jam tangan. Masih jam satu lewat lima belas.
Erzan meraih gelas yang ada di atas mejanya. Dia teguk air putih untuk menghilangkan narvous yang tiba-tiba muncul.
"Kenapa dengan gua?" gumamnya.
Pintu ruangan terbuka. Jimmy sudah membawa dua CV kandidat calon sekretaris Erzan.
"Mana yang mau lu panggil dulu?" tanya Jimmy.
"Yang pengalaman aja dulu."
Jimmy berdecih. Ada kesal dan lucu melihat sikap Erzan yang bukan seperti Erzan biasanya. Jimmy pun mengikuti kemauan Erzan. Dia berada di dalam juga ketika Erzan mulai meng-interview kandidat pertama.
Jimmy tersenyum mendengar jawaban demi jawaban yang terucap. Dia cocok dengan kandidat pertama ini. Namun, Erzan masih terlihat datar saja. Tak ada reaksi suka maupun tak suka.
"Oke, cukup."
Erzan memberi kode kepada Jimmy. Kandidat pertama pun sudah keluar dan kini kandidat kedua yang tidak berpengalaman Jimmy panggil. Sejujurnya Jimmy pun penasaran dengan wajah asli si pelamar ini.
Jantung Erzan tiba-tiba berdegup hebat. Dia sangat deg-degan tak karuhan. Hingga seorang wanita tinggi dengan pakaian seksi masuk dan sontak membuat Erzan membeku. Bahkan Jimmy pun menggelengkan kepala karena penampilan kandidat minim pengalaman itu sangatlah berbeda dari yang tadi dia lihat.
"Selamat siang."
Mata Erzan tak berkedip untuk beberapa saat. Bahkan jantungnya tak berhenti berdegup kencang ketika langkah Aruna Cyra Sachikirani melangkah mendekat kepadanya.
Senyum yang sangat manis Aruna berikan kepada Erzan yang masih membeku. Erzan menggelengkan kepalanya pelan.
"Bukan! Dia bukan Cyra. Hanya nama dan senyumnya yang mirip."
Erzan paling membenci wanita seksi. Apalagi memperlihatkan kulit paha dengan sengaja. Seketika wajah Erzan kembali dingin dan tanpa ekspresi. Semanis apapun senyum wanita di hadapannya tak berarti apapun.
"Nama panggilan?"
"Aruna," jawabnya dengan begitu lembut.
"Bener kan! Dia bukan Cyra."
Tak Erzan pungkiri jikalau suara lembut itu sama seperti Cyra. Namun, Erzan seakan menolak bahwa itu teman masa kecilnya. Banyak pertanyaan yang Erzan lontarkan. Aruna mampu menjawabnya dengan tegas tanpa ada grogi sama sekali.
Perlahan Erzan menatap ke arah Aruna. Mata Aruna pun tertuju pada lelaki tampan di hadapannya. Sorot mata mereka seakan berbicara. Hingga senyum yang begitu manis terukir di wajah Aruna. Senyum penuh keteduhan yang Erzan rasakan.
Namun, Erzan kembali fokus. Dan dia mulai menanyakan hal yang tidak biasanya ditanyakan. Sontak Jimmy pun menukikkan kedua alisnya.
"Saya bersekolah pindah-pindah negara."
Erzan pun terdiam. Fakta menyebutkan bahwa dia memang Cyra, tapi hati Erzan menolak karena penampilan Cyra tak seperti Aruna. Teman masa kecilnya itu begitu sopan. Tak suka dengan pakaian minim seperti yang Aruna pakai. Bahkan dia sangat risih ketika ibunya memakaikan rok mini.
Jimmy sedikit heran ketika Erzan banyak sekali memberikan pertanyaan kepada Aruna. Tidak seperti biasanya. Jimmy akui, Aruna menjawab pertanyaan Erzan dengan sangat lugas dan tegas. Sangat cocok dijadikan sekretaris. Tapi, semua keputusan ada di tangan Erzan. Jika, jadi Erzan dia akan dilanda kebingungan. Di mana dia tidak akan bisa memilih antara kandidat pertama atau Aruna.
"Oke. Cukup!"
Erzan kembali menatap Aruna dengan tatapan tanpa ekspresi. Aura kulkas dua puluh pintu itupun mampu Aruna rasakan. Erzan memberikan kode kepada Jimmy, dan Jimmy mulai membuka suara.
"Interview selesai. Diterima atau tidaknya nanti akan dikirim lewat e-mail."
Pandangan Aruna masih tertuju pada Erzan. Padahal, Jimmy tengah berbicara. Deheman pun Jimmy berikan dan Aruna pun mulai berdiri.
"Baiklah, saya tunggu kabar baiknya," ucap Aruna dengan begitu sopan.
Sebelum keluar dia kembali menatap Erzan. Tersenyum dengan begitu manis ke arah Erzan.
"Saya permisi."
Setelah Aruna keluar dari ruangan, Erzan menghela napas begitu kasar. Tubuhnya pun dia sandarkan pada kursi kebesaran.
"Aruna kok ngeliatin ke lu beda, ya," ujar Jimmy.
Namun, Erzan tak merespon apapun. Dia masih memejamkan matanya.
"Apa lu kenal Aruna?" Jimmy mulai menyelidik.
Erzan masih saja membungkam mulutnya. Sedangkan Jimmy masih menunggu jawaban. Erzan pun membuka mata dan berdiri dari sana.
"Keputusannya nanti akan gua kirim."
Erzan pun pergi meninggalkan ruangannya karena dia memang ada rapat penting di jam empat sore. Jimmy hanya menghela napas kasar. Sedari dulu Erzan tetap saja begitu. Tak pernah terbuka akan kehidupan pribadinya.
.
Pagi harinya, Jimmy sedikit dikejutkan dengan keputusan yang diambil Erzan. Dia sudah berada di ruangan Erzan sebelum Erzan datang.
"Iya sih oke, tapi kan minim pengalaman," gumamnya.
Baru saja Erzan masuk, berondong pertanyaan sudah Erzan terima. Erzan belum menjawab satupun pertanyaan dari Jimmy. Setelah Erzan duduk di kursi panasnya, dia mulai menatap Jimmy dengan begitu dingin.
"Keputusan gua bersifat FINAL."
Bukannya penjelasan, tapi sebuah kalimat yang sudah tidak bisa Jimmy sanggah.
"Oke. Gua udah hubungin e-mailnya kok. Dan jam sepuluh nanti dia akan datang untuk menandatangani kontrak perjanjian."
Memang ada kontak perjanjian untuk menjadi sekretaris Erzan. Banyak aturan juga yang harus dipatuhi.
Jam sepuluh pagi, Jimmy sudah membawa calon sekretaris Erzan ke ruangannya. Lalu, dia tinggalkan karena dia harus mewakili Erzan rapat penting.
Selembar kertas dia serahkan kepada Aruna. Aruna membacanya dan hanya seulas senyum yang dia berikan.
"Tanda tangan."
Aruna meraih pulpen dan mulai membubuhkan tanda tangannya di nama yang tertera di kertas tersebut. Erzan berdiri dan mulai mengulurkan tangan. Namun, Aruna hanya melihat ke arah uluran tangan Erzan tanpa meraihnya. Dahi Erzan pun mengerut. Tatapannya begitu tajam kepada Aruna.
Kini, kedua alis Erzan menukikkan sangat tajam ketika Aruna malah mendorong kursi ke belakang. Berjalan memutari meja kebesaran Erzan. Aruna sudah berada di samping Erzan dan senyum pun terukir di sana.
Cup!
Kecupan di pipi pun Aruna berikan hingga membuat tubuh Erzan menegang.
"Terimakasih, Er. Kamu selalu baik sama aku."
...*** BERSAMBUNG ***...
Biasakan komen ya kalau udah habis baca. Jangan ditinggal begitu aja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Lies Atikah
berarti aruna masih mengingat nya tuh buktinya nyosor emang sih kalau orang dingin harus dapat nya orang panas jadi pas lah hehe
2025-01-03
0
Indah Alifah
😄😄😄😄😄
2024-11-07
0
nuraeinieni
kwkwkwkw,,,,dpt bonus ciuman dari aruna
2024-09-10
0