Dia menatapku dengan sorot mata tajamnya. Aku menunduk dan mengangguk seperti orang lemah.
"Apa aku tidak salah? Kau memohon padaku?" sindirnya lalu kembali menarik daguku dan membuat mata ini menatap pada wajahnya. "Iya," kataku lemas.
"Sayangnya aku tidak akan mengabulkan." Mas Danu menggigit leherku dengan kuat. Aku mendorong wajahnya tak kalah kuat.
"Lepas sialan!" Aku sungguh membenci pria ini.
Pintu diketuk keras dari luar, sontak menghentikan gerakan Mas Danu.
"Mbak Lintang! Mas Danu! Buka pintunya!" Gina menggedor-gedor pintu. Apakah dia mendengar teriakanku tadi? Sepertinya dia mengkhawatirkan diri ini. Semoga saja dugaanku benar.
"Mas ... Gina," ucapku berharap Mas Danu tidak fokus padaku lagi. Dia menatapku dingin tanpa kata.
"Mungkin ada yang penting, aku khawatir terjadi sesuatu dengan si kembar." Sebenarnya aku yakin mereka baik-baik saja. Aku tidak boleh membiarkan kesempatan untuk lepas begitu saja.
"Mas Danu! Mbak Lintang!" teriak Gina lagi dengan panik. Bukannya melepaskanku, Mas Danu semakin menarik tubuh ini dan menggigit bibirku hingga bengkak. Setelah itu dia berbisik di telingaku. "Awas kalau mengadu! Aku pastikan kamu akan menerima lebih dari ini."
Mas Danu melepaskan lalu berjalan menuju pintu. Aku mengambil napas dan menghembuskan perlahan. Sungguh sedari tadi dadaku sesak seperti kekurangan stok oksigen.
"Ada apa?" Mas Danu membuka pintu dengan tatapan tidak suka pada Gina, tetapi sang adik malah lebih memilih melihat ke arahku dibandingkan pada kakaknya sendiri. Dengan gelagapan aku membenahi pakaianku yang berantakan.
"Mas tidak ngapa-ngapain Mbak Lintang, kan?" Gina memicingkan mata curiga. Dia menatap pada leherku sehingga aku segera menutupnya.
"Menurutmu?" Mas Danu malah balik bertanya.
"Mbak Lintang tidak apa-apa? Aku membawakan teh hangat untuk Mbak." Gina tersenyum canggung. Mas Danu menoleh dengan tatapan intimidasi sehingga aku terpaksa menjawab tidak apa-apa.
"Hanya karena teh kamu menggedor-gedor pintu? Tidak sopan! Kamu tahu kan, apa yang dilakukan suami istri di dalam kamar berduaan jika pintunya dikunci?" Mas Danu benar-benar menyebalkan. Dia bicara seperti ini pada gadis polos seperti Gina dan seolah-olah menggambarkan kami baru saja melakukan adegan mesra.
Wajah Gina langsung memucat. "Maaf Mas Danu, Mbak Lintang, aku tidak tahu kalau seperti itu Syukurlah kalau Mbak Lintang nggak kenapa-kenapa, tadi mama khawatir, makanya menyuruhku untuk menyusul ke sini." Gina menjelaskan kalau dirinya terpaksa karena perintah mamanya, tetapi Mas Danu tidak peduli.
"Mengganggu saja!" Dia menabrak bahu Gina kemudian pergi dengan langkah cepat. Hal itu membuat Gina terkesiap.
"Danuar!" Dari arah pintu aku melihat ibu mertua mengejar Mas Danu yang sedang menuruni tangga.
"Jangan kasar dengan Lintang!" tegur mamanya, dan Mas Danu menoleh.
"Aku tahu apa yang harus aku lakukan padanya," jawab Mas Danu datar. Ibu mertua menggeleng.
"Lagipula aku hanya ingin menuruti keinginan Mama untuk punya bayi lagi, tapi dia selalu menolak. Apa aku salah jika aku memaksanya? Sepertinya dia terobsesi untuk menikah dan memiliki anak dengan pria lain."
Aku membekap mulut, pandai sekali Mas Danu bersilat ludah. Padahal jelas-jelas dia tadi yang tidak ingin memiliki anak. Aku menolak Mas Danu karena dia meminta haknya secara kasar. Seandainya tidak begitu, apa aku bisa menolaknya?
"Pergilah!" ucap Mamanya, kemudian dia berbalik dan menghampiri diriku, sementara Mas Danu langsung melenggang pergi tanpa menoleh sedikitpun. Gina terpaku di tempat. Aku menebak dia tidak bisa mengerti situasi semacam ini. Bagaimana ia bisa paham? Apa yang dia lihat dan yang dikatakan Mas Danu padanya, berbeda dengan yang dikatakan pada mamanya.
"Aku percaya apa yang dikatakan Danuar itu tidak benar. Aku percaya padamu." Bola mataku berkaca-kaca mendengar pernyataan ibu mertua. Sungguh aku tidak menyangka mertuaku lebih percaya padaku dibandingkan putranya sendiri.
"Saya tidak akan mengecewakan Mama," ucapku lalu berhamburan ke pelukan ibu mertuaku.
Di dalam pelukannya aku merasa nyaman. Ada kehangatan kasih sayang yang menjalari hatiku. Dulu aku bahkan tidak pernah dibela ketika berselisih dengan Kak Libra. Kedua orang tuaku lebih menyayangi Kak Libra daripada aku sebagai anak bungsunya.
"Terima kasih ya, Ma."
"Iya Nak, tapi Mama minta satu hal dan aku harap kamu bisa mengabulkan."
Aku mendongak, menatap mata ibu mertuaku yang sangat serius.
"Jangan pernah tinggalkan Danu. Aku berharap kalian tidak terpisahkan untuk yang kedua kalinya."
Darah di seluruh tubuh berdesir. Apalagi ketika mengingat sikap kasar Mas Danu tadi, ingin rasanya melarikan diri. Mampukah aku hidup dengan pria seperti itu?
"Ma–"
Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, ibu mertua langsung memotong. "Kamu hanya butuh stok kesabaran meskipun itu tidak semudah saat diucapkan. Mama tidak tahu konflik apa yang terjadi diantara kalian di masa lalu. Namun, Mama yakin pasti ada kesalahpahaman yang belum terkuak. Kalian bahaslah berdua jika kepala kalian sudah sama-sama dingin. Mama tahu walaupun Danuar terlihat benci padamu tetapi Mama juga tahu cintanya padamu masih sangat kuat."
"Bagaimana Mama bisa tahu?"
"Aku tahu semuanya, tapi Danuar tidak tahu kalau Mama tahu."
Aku menghela napas panjang. Merasa dilema antara ingin bertahan atau melepaskan. Namun, mengingat ucapan Mas Danu yang tidak ingin melepaskan membuatku tidak punya pilihan lain selain harus bertahan dengan harapan suatu saat Mas Danu akan berubah. Kembali menjadi Mas Danu duluku dulu. Mas Danu yang perhatian dan penyayang. Aku meyakinkan diri ini hanya perkara waktu, walaupun aku tidak tahu sampai kapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Siti Aminah
jujur...aku kdng tdk suka dgn ortu ygsdkt egois meminta atw memaksa kehendakny sgn mengorbankan perasaan orang lain. Lintang jg peeasaan ny rimbul tenggelam
2024-11-19
0
Siti Koyah
kaya nya si libraa deh biang keladi nya
2024-09-21
1
Siti Ariani
othor minta tolong up nya rada banyakan dong biar terobati rasa penasaranku, makin kesini makin ricuh aja hubungan mereka bingung mau ngomong apa 🤔
2024-09-21
1