Aku melihat tangannya terkepal di bawah sofa sementara ekspresinya terlihat masam. Aku tidak peduli dan segera keluar dari kamar pengantin kami.
Aku kembali ke kamarku sendiri dan membaringkan tubuh di atas ranjang. Kupejamkan mata meskipun rasa kantuk belum menyerang. Entah kenapa aku tidak bisa tidur setelah seharian ini lelah berdiri di atas pelaminan. Apa karena sikap menyebalkan Mas Danu yang membuatku seperti ini?
Pikiranku kacau, mengingat kelopak mawar merah di atas ranjang pengantin kami membuat air mataku luruh tak tertahankan. Aku merenungi nasib, kebahagiaan di hari pernikahanku ternyata seperti bayang-bayang yang tidak akan pernah tergapai, semakin aku mendekat, ia akan bergerak menjauh. Aku jadi membandingkan, apakah begini juga saat kakakku menikahi Mas Danu? Aku mengusap air mata dengan punggung tangan lalu menutup wajah dengan kedua telapaknya agar isak tangisku tak keluar.
Aku memilih duduk dengan kaki berselonjor di atas ranjang. Rasa pegal di paha dan betis membuatku menekan-nekan dan memijit perlahan. Tak hilang juga akhirnya aku mengambil balsem dan mengoleskannya. Rasa sedih dan panas hati menguar, menguap di udara bersama rasa sakit yang sedari tadi bersemayam dalam dada.
Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya menjatuhkan tubuhku di atas kasur lembut yang mengantarkan ke alam mimpi.
"Lintang! Maafkan aku." Entah aku bermimpi ataukah berhalusinasi. Alam setengah sadarku menangkap sosok berbaju putih panjang dengan mata berkaca-kaca menatapku tiada henti. Kak Libra, ya dia seperti Kak Libra, ia tengah berdiri mengamati diriku yang berbaring di ranjang.
"Maafkan Kakak, ini semua salahku. Ada sesuatu yang aku sembunyikan padamu dan belum sempat aku ceritakan."
Udara terasa panas dan aku seakan tidak dapat bernapas. Namun demikian, tubuh ini reflek duduk, turun dari ranjang dan berjalan mendekat.
"Apa maksudmu Kak?" Aku meraih punggung yang bergetar dengan tangis yang pecah itu dengan lembut. Sayangnya aku merasa hanya menyentuh udara. Ya, sosok itu bukan hanya tak dapat tersentuh, tapi juga lenyap seketika.
Aku mengucek kedua mata dengan kasar dan kesal. Apa yang dimaksud Kak Libra belum tersampaikan padaku, kenapa dia harus pergi secepat itu? Kenapa dia harus datang kalau hanya ingin mempermainkan perasaanku? Aku merasa dia ataupun Mas Danu, sama saja. Sama-sama menyebalkan.
Aku tersenyum kecut mengingat sikap pria yang katanya sudah sah menjadi suamiku itu. Aku melihat cincin kawin di jari manisku. Melepasnya dan membuang ke lantai dengan emosi. Aku merasa ini adalah ikatan yang mengantarku pada garis takdir kepedihan.
Setelah kejadian ini mataku tidak dapat terpejam lagi. Aku memilih mengambil ponsel dan mengecek media sosialku. Banyak ucapan selamat dari teman-teman dan ucapan maaf dari mereka yang tidak bisa hadir. Aku hanya tersenyum membaca beberapa pesan dari mereka yang lucu-lucu. Mereka berpikir aku sedang menikmati malam pertama dengan Mas Danu. Ah andai mereka tahu ... tapi mereka tidak salah, ini memang malam pertama bagiku, malam pertama masuk ke dalam ranah penderitaan.
Saat aku merenung, tangisan bayi kembar di kamar sebelah membuatku tersentak kaget. Aku segera bangkit, berdiri dan berlari menuju kamar mereka. Langkahku terhenti di depan pintu tatkala aku melihat Mas Danu tengah mengangkat bayi Lula.
Aku mematung, bingung antara ikut masuk ke dalam kamar mereka ataukah pergi begitu saja. Bagaimanapun aku malas berpapasan dengan Mas Danu. Wajahnya yang datar membuatku tidak bersemangat menjalani hidupku.
Dia yang sedang menggendong putrinya dengan tangan kanan dan membuat susu dengan tangan kiri terlihat kesulitan, menoleh, melirikku sekilas lalu melanjutkan aktivitasnya mengocok botol susu.
Aku berbalik, toh anak-anak sudah ada ayahnya yang merawat dan setelah dipegang oleh Mas Danu tangis Lula langsung terdiam. Setelah aku berjalan beberapa langkah tiba-tiba terdengar tangisan bayi lagi. Jadi aku mengurungkan diri untuk pergi dan berbalik.
Tanpa mempedulikan tatapan Mas Danu aku berlari masuk ke dalam kamar si kembar dan meraih Lilac yang masih berada di atas keranjang bayi.
"Ternyata kamu pipis," ucapku pada bayi dalam genggaman sambil berusaha menggantikan popoknya yang sudah basah. Aku melakukannya tanpa kaku sedikitpun meskipun sejujurnya aku tidak pernah merawat seorang bayi.
Mas Danu berdiri di belakangku, dari balik punggung, aku melihat dia tertegun melihatku. Entah apa yang dia pikirkan, aku juga tidak tahu dan aku tidak peduli. Anggap saja dia ada tapi seperti tidak ada. Itu bisa membuat hatiku sedikit lebih bisa berdamai dengan keadaan.
Setelah popoknya diganti, mata bayi Lilac terpejam lagi. Jadi, aku berinisiatif meletakkan bayi tersebut di keranjangnya. Aku berbalik dan hendak keluar, Mas Danu menatapku tajam. Namun, kali ini sorot matanya lebih tajam dari sebelumnya. Aku mencerna ekspresinya, sepertinya ia sangat marah padaku, tapi aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun, sehingga aku tetap berusaha tenang.
"Bayi Lilac sudah tidur dan Lula sudah kamu gendong, berarti tugasku di kamar ini selesai," ucapku seraya melenggang pergi.
Namun, Mas Danu menarik tanganku dengan kasar hingga membuatku hampir terjungkal ke belakang.
"Mas!" pekikku tak terima. Enak saja dia memperlakukanku seperti ini, belum sehari saja menjadi suami sudah mau KDRT, bagaimana kalau setahun? Aku tidak boleh diam saja, kalau tidak, pria ini akan semakin kasar dan ngelunjak. Aku ngeri membayangkan seumur hidup, hidup dengan lelaki red flag seperti itu.
"Ternyata kamu tidak paham apa itu arti pernikahan," ucapnya. Kata-katanya tidak kalah tajam dengan tatapannya. Aku terkesiap. Apa yang sebenarnya ingin dia katakan padaku? Air mataku hampir keluar, tetapi aku menekannya agar jangan sampai jatuh di depannya.
"Ya anggap saja aku seperti itu. Seharusnya kamu tidak menikahi wanita sepertiku. Lelaki sepertimu bisa mendapatkan wanita sepuluh kali lebih baik daripada aku." Aku membalikkan ucapannya satu tahun yang lalu. Ucapan yang nyaris membuatku tidak dapat berdiri tegak di pesta pernikahan mereka. Pesta yang seharusnya menjadi milikku dengannya. Dia menikahi kakakku secara tiba-tiba padahal sebelumnya dia sangat menolak permintaan keluargaku itu. Dia mengakhiri hubungan kami tanpa penjelasan dan pada ujungnya tetap aku yang salah? Takdir macam apa ini?
Apa dia tidak tahu bagaimana rasa sakit hatiku tatkala mendengar bisik-bisik tetangga dan semua tamu yang sudah tahu akan hubungan kami? Apakah dia tahu? Aku, tubuhku drop setelah melihatnya mengucapkan kalimat ijab terhadap kakakku? Kalau aku ingat itu, rasanya aku ingin mengumpat dan menendang Mas Danu kuat-kuat.
Setelah itu aku memutuskan untuk membencinya seumur hidup. Sayangnya, rasa cintaku tidak pernah pudar sedikitpun padanya. Aku sudah mencoba mengalihkan pada yang lain, tetap tidak bisa. Aku pikir, ini hanyalah masalah waktu dan pada akhirnya aku dipaksa kembali pada masa lalu oleh keadaan.
"Kalau bukan karena terpaksa, mana mungkin aku mau menikahimu," ucapnya seraya keluar dari kamar membawa bayinya.
Aku menekan dada, jantungku serasa diremas-remas oleh makhluk tak kasat mata.
"Apa dia sendiri paham arti pernikahan yang sebenarnya?" lirihku pada angin yang berhembus melalui sela-sela jendela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Anonymous
bgd
2025-01-24
1
Iges Satria
ada salah paham yg tercipta, ya kknya yg. bermain ulah x disini
2024-10-11
0
Siti Koyah
minta dobel up donk kk
2024-08-21
1