"Terima kasih Bik atas informasinya." Bik Mirna mengangguk lalu memandangku dengan ragu.
"Ada apa Bik, ada yang ingin Bibi sampaikan?" tanyaku agar dia mengutarakan apa yang ingin dia katakan.
"Nona, saya permisi sebentar ya, saya mau pulang sebelum bersih-bersih. Tadi ada telepon dari rumah, cucuku kejang-kejang dan putriku sendirian." Bik Mina langsung menunduk dengan kedua tangan saling meremas. Sepertinya dia tidak nyaman mengucapkan hal itu, tetapi terpaksa mengutarakannya.
"Silahkan Bik, hal darurat tidak bisa ditunda," ucapku memaklumi. Bik Mirna terlonjak kaget ketika mendapatkan izin dariku. Apa ini adalah sesuatu yang istimewa? Aku pikir tidak. Dia sangat berterima kasih dan mengatakan tidak masalah jika gajinya dipotong. Mana mungkin aku melakukan hal itu?
Setelah Bik Mirna pergi aku meneruskan sarapan seorang diri. Tak apa jika tidak ada Mas Danu, aku bisa lebih menikmati makanan yang terhidang. Selesai aku mengontrol ke kamar kedua keponakan yang sedang ditemani pengasuhnya.
"Kalau perlu sesuatu padaku panggil aku di kamar Mas Danu," ucapku dan wanita itu mengangguk. Hari ini aku berniat memindahkan pakaianku yang ada di sana ke kamar kedua bayi agar aku tidak mondar-mandir antara kamar yang satu dan yang lainnya.
"Baik Nyonya."
Aku mengangguk lalu melangkah pergi. Ketika aku menapaki kamar Mas Danu aku merasakan auranya begitu dingin. Ada apa denganku? Kenapa aku tiba-tiba merasa merinding masuk ke kamar tersebut?
Namun, aku tidak mau menunda waktu, aku harus segera memindahkan baju-bajuku mumpung tidak ada Mas Danu di kamar ini. Aku melangkah menuju lemari dan membukanya pelan-pelan. Sebuah buku terjatuh ke dada membuatku tersentak kaget.
"Apa ini?" Aku menyentuhnya dan memeriksa bagian luar.
"Buku milik siapa ini?" Tidak mungkin ini milik Mas Danu karena warnanya begitu lembut dan feminim. Diary ini terkunci dan aku tidak tahu apa isinya. Aku menariknya dengan kencang tetapi tidak bisa terbuka.
Aku harus mencari kuncinya. Dimana? Aku segera mencari di tumpukan baju. Saat tanganku menyentuh sebuah baju, aku baru menyadari itu tumpukan baju Milik Kak Libra. Aku mematung untuk sesaat. Setelah beberapa hari aku tinggal di sini, kenapa baru sadar bajuku berada di dalam lemari yang sama dengan Kak Libra?
"Kak!" Pelupuk mataku berair, mengiringi rasa nyeri di dalam hati. "Kenapa kita mencintai pria yang sama? Dan kenapa kita harus memiliki dia secara bergiliran? Ah Kak Libra, andai kamu masih hidup, mungkin aku tidak akan pernah mendapatkan tatapan dingin seperti sekarang dari Mas Danu. Lebih baik begitu daripada hidup dengannya yang hanya menyisakan kebencian untukku." Akhirnya bulir bening yang dari tadi ku tahan lolos juga.
"Ah." Aku menyeka air mata lalu menarik napas panjang hingga merasa sedikit lebih tenang. Aku berdiri lalu berjalan menuju ranjang. Duduk di sana dan berusaha membuka diary itu meskipun tidak berhasil.
Dari arah pintu aku melihat ada bayangan yang berjalan mendekat, jadi aku menyembunyikan diary tersebut di bawah ranjang lalu kembali ke sisi lemari dan mengambil baju-bajuku. Jika itu adalah Mas Danu biar dia tahu aku ke kamarnya hanya untuk mengambil pakaianku, bukan untuk yang lainnya.
Beberapa puluh menit berselang akhirnya aku berhasil membawa tumpukan bajuku ke kamar ponakan kembarku. Sayang keduanya tidak ada di sana.
"Mungkin dibawa si Mbak," tebakku melihat pengasuh mereka juga tidak kelihatan. Jadi aku langsung menaruh baju-bajuku di sana. Selesai aku membaringkan tubuh di atas ranjang sambil mengkhayal tentang isi diary milik Kak Libra. Kira-kira apa isinya ya?"
Aku berniat untuk kembali dan mengambil serta membawanya ke kamar ini. Namun, baru saja aku duduk pengasuh bayi kembar itu kembali ke kamar tanpa membawa bayi.
"Loh kemana Lula dan Lilac?" tanyaku. Dia mengerikan kening.
"Itu yang mau saya tanyakan pada Nyonya. " Dia malah balik bertanya.
"Apa maksudmu? Jangan bermain-main. Nggak usah bercanda beginian denganku!" sentakku. Membuatku syok begini bukanlah hal yang bagus.
"Saya tidak bercanda Nyonya, tadi keduanya tidur dan ada yang menelpon saya. Jadi agar tidak menganggu mereka saya keluar sebentar selama mengangkat telepon."
"Astaga! Jadi kemana mereka?" tanyaku dengan gusar. Pengasuh itu menggeleng pelan.
"Saya juga tidak tahu Nyonya, mungkin sama Bik Mirna."
"Bik Mirna sudah pulang dari tadi? Tidak mungkin, 'kan bayi umur 3 bulan bisa berjalan sendiri? Merangkak saja mereka belum." Aku mengacak rambut, frustrasi. Mataku memindai seluruh ruangan untuk mencari keberadaan mereka. Mungkin saja terjatuh dari keranjang bayi meskipun tidak masuk akal.
"Bagaimana ini Nyonya?" Pengasuh itu terlihat tak kalah panik denganku. Saat aku menatapnya, dia terlihat takut-takut.
"cepat cari!" perintahku.
Dia keluar dan mencari di setiap sudut rumah. Aku pun juga begitu. Namun, kami tidak menemukan tanda-tanda.
"Ayo dong Nak, nangis gitu biar Mama bisa tahu dimana keberadaan kalian!" Pada saat ini justru aku berharap terbalik dengan biasanya.
"Bagaimana?" tanyaku.
"Belum ketemu Nyonya. Pak satpam juga tidak melihat siapapun yang membawa mereka pergi."
"Ya Tuhan! Ini sudah setengah jam mencari, tetapi belum ketemu juga." Oleh karena itu aku terpaksa menelpon Mas Danu.
"Apa! Putri-putriku hilang?" Mas Danu begitu terkejut.
"Iya Mas, kami sudah mencari di setiap sudut rumah tapi tidak ada. Pak satpam juga tidak melihat orang lain yang membawanya."
"Maksudnya mereka tidak terlihat begitu? Apa Kamu pikir mereka hantu?!" Mas Danu terdengar murka.
"Bukan begitu maksudku Mas, tapi–"
"Oh, atau kamu akan mengatakan dia diambil ibu kandungnya begitu? Lintang! Jangan macam-macam kamu menuduh almarhumah kakakmu menculik bayinya sendiri."
"Ya Allah! Mas Danu ...." Di saat yang genting seperti ini bisa-bisanya dia masih berprasangka buruk padaku.
"Dasar tidak becus, jadi istri tidak becus, jadi ibu juga tidak becus, apa kelebihanmu?" Bentak Mas Danu hingga aku hampir melompat saking terkejutnya.
"Aku–" Tangannya sampai bergetar karena rasa takut akan hal buruk terjadi pada kedua bayi kamu ditambah rasa sakit akan ucapan Mas Danu. Tidak bisakah dia menahan diri saat ini saja?
"Cepat cari sampai ketemu, atau aku tidak akan pernah memaafkanmu!"
Aku langsung menutup telepon. Percuma, Mas Danu hanya akan terus memarahiku dan itu akan membuang-buang waktu. Apa dia tidak khawatir tentang putrinya?
"Bagaimana Nyonya?"
"Tidak ada dengan Mas Danu, cari sampai dapat. Jangan berhenti kalau tidak ketemu. Kami dibayarkan untuk menjaga merawat, kenapa bisa lalai begini?" Wanita yang menungguku menelpon Mas Danu dengan harap-harap cemas ini langsung menunduk.
"Maafkan saya, Nyonya."
"Aku baru bisa memaafkan kalau mereka ketemu," ucapku seraya meninggalkan dirinya. Aku tidak bisa mengendalikan emosi disaat-saat seperti ini.
Aku menelpon ibu dan menanyakan apakah ibu datang ke tempat tinggal kami tetapi ibu mengatakan dia dan ayah tidak kemana. Lalu aku beralih menelpon Mama dan beliau juga mengatakan tidak ke rumah kami.
Aku langsung terduduk lemas di lantai. "Jadi siapa yang mengambil mereka?" tanyaku dalam hati.
"Ada apa Nak Lintang?"
"Tidak apa-apa Ma, saya cuma bertanya saja," ucapku agar beliau tidak khawatir. Semoga kami segera menemukan keduanya secepat mungkin.
***
Maaf ya teman-teman karena updatenya tersendat-sendat. Sebenarnya Author ingat rajin update, tetapi akhir-akhir ini tubuh sakit-sakitan. ***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Iges Satria
si kembar kemana kalian? bikin mama lintang kena marah terus nah /Sob//Sob/
2024-10-11
0
Rahma Inayah
masa satpam gk tau ada org asing menyusup masuk rumh...apa mkn ada kerja sma org dlm yg menculik sang baby
2024-09-17
1
Siti Koyah
semoga lekas sembuh kk
2024-09-17
1