Bab 12. Bertengkar

Setelah Mas Danu keluar, air mata luruh tak tertahankan. Aku menelungkupkan wajah pada bantal dan melepaskan semua kepedihan di dalam sentuhan lembutnya. Dadaku bergemuruh dengan rasa perih menyengat sampai ulu hati. Dengan menangis begini, aku bisa sedikit merasa lega dan tenang.

Sampai hari menjelang siang aku berdiam diri di dalam kamar. Air mata sudah berhenti mengalir, menyisakan sembab di wajah dan suasana hati yang buruk. Aku berjalan ke balkon kamar, melihat ke bawah dan mendapati mobil Mas Danu masih terparkir di garasi. Ternyata pria itu tidak masuk kerja, ini membuat ku semakin enggan keluar dari kamar. Aku juga tidak ingin ketahuan kalau habis menangis.

Sore hari aku baru keluar dan turun ke lantai bawah. Saking hancurnya mood, aku sampai melewatkan makan siang. Saat kakiku menapaki tangga, hanya ada hening yang menyapa.

"Kemana Mas Danu? Apa dia masih di kamar?" Aku menatap ke atas dan berharap tidak berpapasan dengan Mas Danu. Ternyata Tuhan mengabulkan keinginanku. Hingga aku selesai memasak Mas Danu tidak tampak batang hidungnya.

Seperti biasa, aku mengurusi kedua bayi yang sudah diamanatkan padaku, keponakan sekaligus anak tiriku.

Jam 6 sore Mas Danu belum juga kelihatan, aku mencoba memeriksa ke dalam kamarnya dan ternyata tidak ada. "Apakah dia bekerja? Bisa saja Pak Eric menjemputnya tadi pagi dan beliau membawa mobilnya sendiri sedangkan kemarin sehabis mengantar Mas Danu beliau pulang naik taksi.

Aku menimbang-nimbang ponsel di tangan. Haruskah menghubungi dia? Egoku masih tinggi dan aku tidak mungkin melakukan itu. Jadi, aku hanya bisa menunggu kedatangan Mas Danu.

Satu jam aku menunggu Mas Danu di ruang tamu, namun tak ada tanda-tanda dia akan datang. Oleh karena itu aku memutuskan untuk menelpon Pak Erik.

"Halo Pak, apakah Mas Danu hari ini masuk kantor?" tanyaku.

"Iya Nona tadi Tuan Danuar masuk kantor tetapi satu jam yang lalu sudah pulang dengan sekretaris. Mungkin masih dalam perjalanan." Suara Pak Erik terdengar hati-hati. Aku menghela napas lalu mengucapkan terima kasih. Jika benar apa yang dikatakan Pak Erik mungkin sebentar lagi dia akan tiba.

Sayangnya 2 jam berlalu dia belum pulang juga. Apa ada sesuatu yang terjadi dengannya? Tidak dapat aku pungkiri aku tetap tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkannya. Akhirnya dengan terpaksa aku menghubungi nomornya.

"Tidak aktif, padahal tadi sempat masuk." Aku cemberut karena Mas Danu lebih memilih mematikan ponselnya daripada mengangkat panggilan dariku. Aku berdecak kesal lalu kembali naik ke lantai atas. Kuhempaskan tubuh di atas kasur lalu berbaring dengan malas. Rasa-rasanya mulai bosan berdiam diri di rumah terus.

Namun, ini sudah malam dan sekarang memiliki dua bayi yang tidak bisa aku tinggalkan. Kuraih kembali handphone dan menelpon salah satu teman kantorku. Dia merekomendasikan kenalannya untuk menjadi pengasuh kedua bayi kami. Dia mengatakan wanita yang akan mengasuh kedua keponakanku sudah berpengalaman dan dapat dipercaya. Aku setuju saja karena itu bagus menurutku.

Belum selesai aku bicara dengan temanku, kedua bayi sudah menangis kencang hingga mengalihkan fokusku.

"Astaga, dua bayimu nangis bareng tuh. Benar-benar kamu harus secepatnya punya pengasuh bayi," ucap Dita dalam telepon.

Aku tidak menjawab melainkan melangkah cepat ke arah keranjang bayi.

"Besok aku akan menyuruh bibi langsung ke rumahmu saja," lanjut Dita. Aku berkata oke lalu mematikan sambungan telepon. Setelah itu itu aku meraih tubuh Lilac yang semakin kencang menangis.

"Sabar ya Sayang." Aku membuat susu lalu menyodorkan pada mulut Lilac, tetapi bayi itu menolak dan terus menangis sementara Lula juga tangisnya semakin menjadi.

"Oh Tuhan bagaimana ini?" Aku benar-benar bingung setelah Lula juga tidak mau meminum susunya. Setelah aku periksa ternyata keduanya demam. Aku semakin panik. Ketika mencoba menelpon Mas Danu, ponselnya masih sama, tidak aktif.

"Sebenarnya kamu sedang ngapain sih, Mas? Tidak masalah jika kamu tidak peduli padaku, tapi mereka? Mereka ini anak-anakmu Mas." Aku bicara sendiri seperti orang stres. Lalu aku berlari keluar dan mendekati pak satpam.

"Bapak bisa menyetir mobil tidak?" tanyaku dan pria itu mengangguk.

"Kalau begitu tolong setir mobil Mas Danu dan antar kami ke rumah sakit," pintaku dengan penuh harap.

Pak satpam langsung berdiri "Siapa yang sakit Nona? Saya teleponkan taksi ya? Saya tidak berani membawa mobil Tuan Danuar, atau saya minta izin Tuan dulu." Pak satpam tampak ragu, tetapi aku mendesaknya.

"Tidak perlu, nomornya tidak aktif. Lagipula yang sakit adalah putri-putrinya. Nanti kalau ada apa-apa Mas Danu bakal marah dengan kita. Cepat Pak!" Aku berlari ke depan rumah dan pak satpam mengikutiku.

Aku memintanya mengendong salah satu bayi sedang aku berlari ke kamar Mas Danu untuk mencari kunci mobil. Barulah aku membawa bayi yang satunya dan menyusul ke mobil.

"Cepat Pak!" perintahku setelah kami semua dalam mobil. Mobil pun melaju ke rumah sakit terdekat.

"Mereka demamnya tinggi, kalau nggak kuat bisa saja kejang," ucap dokter. Aku menghela napas berat.

"Lalu bagaimana sekarang, Dok? Apa perlu diopname?" Seluruh tubuhku terasa kaku karena tegang. Aku takut terjadi hal buruk pada keduanya.

"Mereka sudah saya berikan obat, tunggu sebentar sampai obatnya bereaksi, kalau demamnya turun bisa dibawa pulang, tapi kalau belum juga, bisa diopname. Yang penting terus dikompres."

Aku mengangguk dan mengompres Lula sedangkan Lilac sudah ada suster yang mengompresnya. Hingga tengah malam barulah demam mereka menurun. Setelah diperiksa kembali dokter memperbolehkan kami membawa pulang kedua bayi.

"Keluyuran kemana malam-malam hingga membawa kedua anak-anakku?" Di pos satpam Mas Danu menunggu kami dan langsung mengintrogasi. Aku terhenyak, Mas Danu, bukannya berterima kasih malah melayangkan protes.

"Kamu juga Pak, bukannya jaga rumah malah keluar tanpa izin. Tugas kamu jaga rumah bukan mengawal istri orang!" Sungguh Mas Danu benar-benar menyebalkan. Perkataannya sungguh keterlaluan.

"Aku yang meminta, nggak usah menyalahkan pak satpam," ucapku lalu bergegas membawa dua bayi dalam gendongan ke dalam rumah. Tidak ingin keduanya bertambah sakit karena masuk angin.

Mas Danu mengejarku lalu menarik tanganku. "Mas!" pekikku, kalau tidak kuat-kuat aku memegang mungkin Lula sudah terlepas dari gendongan. Tidak mudah menggendong dua bayi sekaligus, apalagi bagiku yang belum pernah punya pengalaman merawat bayi sebelumnya.

"Kamu tidak pilih-pilih ya merayu pria? Pak satpam pun kau embat juga." Mas Danu bicara dengan nada emosi. Entah apa yang salah kalau aku pergi dengan pak satpam. Kalau dia ada di rumah, apa perlu aku meminta bantuan orang lain?

Mataku memanas mendengar tuduhan Mas Danu. "Apa kamu pikir aku semurahan itu Mas? Kalau pikiranmu seperti itu seharusnya engkau tidak menikahiku, karena memberikan sosok ibu untuk anak harusnya adalah wanita yang bisa menjadi panutan."

Mas Danu tidak menjawab. Dia berdiri terpaku. Entah apa yang ada dalam benaknya.

"Kalau aku tidak pantas menjadi istri dan ibu untuk anak-anakmu, lebih baik kamu ceraikan saja aku." Aku pikir ini adalah keputusan terbaik. Siapa tahu Mas Danu bisa memberikan ibu yang hebat untuk keduanya.

Terpopuler

Comments

Iges Satria

Iges Satria

dibilang keguguran dodol.... noh bawa sikembar ke rs paham.

2024-10-11

0

Rahma Inayah

Rahma Inayah

lintang pulg bkn di tny baik2 dr mb langs main tuduh yg menyakitkan sampai ke hati ..hrs nyq cek tu hp jgn cuma main salhim org ...pasti byk tlp masuk dr lintang ..suami egois .dia malh senang2 sm sekertaris nya entah apa yg dilakukan danu br pulg malm2 pdhl kaki nya sakit..lnjut mkn seru

2024-09-07

3

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Menikah dengan Mantan
2 Bab 2. Arti Pernikahan
3 Bab 3. Bukan Perbandingan
4 Bab 4. Pertengkaran
5 Bab 5. Dipaksa
6 Bab 6. Bukan Tuan Putri
7 Bab 7. Sensitif
8 Bab 8. Khawatir
9 Bab 9. Kesal
10 Bab 10. Haruskah Begini?
11 Bab 11. Suami Egois
12 Bab 12. Bertengkar
13 Bab 13. Kecurigaan
14 Bab 14. Jijik
15 Bab 15. Tuduhan
16 Bab 16. Diam
17 Bab 17. Panik
18 Bab 18. Puncak Kecewa
19 Bab 19. Kegilaan Mas Danu
20 Bab 20. Permintaan Mertua
21 Bab 21. Mengalah
22 Bab 22. Sakit
23 Bab 23. Nekad
24 Bab 24. Keluyuran
25 Bab 25. Ada yang Aneh
26 Bab 26. Kehilangan
27 Bab 27. Berkelahi
28 Bab 28. Pupus
29 Bab 29. Penuh Kepalsuan
30 Bab 30. Akting
31 Bab 31. Sombong
32 Bab 32. Syarat
33 Bab 33. Mencari Tahu
34 Bab 34. Murka
35 Bab 35. Benarkah?
36 Bab 36. Rencana Melarikan Diri
37 Bab 37. Kejutan
38 Bab 38. Hampir
39 Bab 39. Keputusan
40 Bab 40. Dilema
41 Bab 41. Pilihan
42 Bab 42. Sesal
43 Bab 43. Rantau
44 Bab 44. Rapuh
45 Bab 45. Hampir
46 Bab 46. Rindu
47 Bab 47. Geram
48 Bab 48. Bukan Tanggung Jawabku
49 Bab 49. Samuel Pembohong
50 Bab 50. Samuel Tidak Berbohong?
51 Bab 51. Apa ini?
52 Bab 52. Pertolongan Samuel
53 Bab 53. Perhatian Samuel
54 Bab 54. Tidak Aman
55 Bab 55. Menyebalkan
56 Bab 56. Topeng
57 Bab 57. Menguji Adrenalin
58 Bab 58. Operasi
59 Bab 59. Kejutan
60 Bab 60. Sudah Terkunci
61 Bab 61. Ketemu
62 Bab 62. Rasa Cemburu
63 Bab 63. Emosi
64 Bab 64. Surprise
65 Bab 65. Karena Masa Lalu
66 Bab 66. Tidak Salah?
67 Bab 67. Mencari Tahu
68 Bab 68. Pengecut
69 Bab 69. Hampir
70 Bab 70. Adu Kekuatan
71 Bab 71. Mencari Titik Terang
72 Bab 72. Buku Harian Libra
73 Bab 73. Petunjuk
74 Bab 74. Cara Satu-satunya
75 Bab 75. Bersyarat
76 Bab 76. Kabar Buruk
77 Bab 77. Sebuah Alasan
78 Bab 78. Berkhianat
79 Bab 79. Bukan Obsesi
80 Bab 80. Akar Masalah
81 Bab 81. Ku mohon
82 Bab 82. Peduli atau Modus?
83 Bab 83. Candu
84 Bab 84. Cemas
85 Bab 85. Hamil?
86 Bab 86. Istri Anda Aneh
87 Bab 87. Praduga
88 Bab 88
89 Bab 89
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bab 1. Menikah dengan Mantan
2
Bab 2. Arti Pernikahan
3
Bab 3. Bukan Perbandingan
4
Bab 4. Pertengkaran
5
Bab 5. Dipaksa
6
Bab 6. Bukan Tuan Putri
7
Bab 7. Sensitif
8
Bab 8. Khawatir
9
Bab 9. Kesal
10
Bab 10. Haruskah Begini?
11
Bab 11. Suami Egois
12
Bab 12. Bertengkar
13
Bab 13. Kecurigaan
14
Bab 14. Jijik
15
Bab 15. Tuduhan
16
Bab 16. Diam
17
Bab 17. Panik
18
Bab 18. Puncak Kecewa
19
Bab 19. Kegilaan Mas Danu
20
Bab 20. Permintaan Mertua
21
Bab 21. Mengalah
22
Bab 22. Sakit
23
Bab 23. Nekad
24
Bab 24. Keluyuran
25
Bab 25. Ada yang Aneh
26
Bab 26. Kehilangan
27
Bab 27. Berkelahi
28
Bab 28. Pupus
29
Bab 29. Penuh Kepalsuan
30
Bab 30. Akting
31
Bab 31. Sombong
32
Bab 32. Syarat
33
Bab 33. Mencari Tahu
34
Bab 34. Murka
35
Bab 35. Benarkah?
36
Bab 36. Rencana Melarikan Diri
37
Bab 37. Kejutan
38
Bab 38. Hampir
39
Bab 39. Keputusan
40
Bab 40. Dilema
41
Bab 41. Pilihan
42
Bab 42. Sesal
43
Bab 43. Rantau
44
Bab 44. Rapuh
45
Bab 45. Hampir
46
Bab 46. Rindu
47
Bab 47. Geram
48
Bab 48. Bukan Tanggung Jawabku
49
Bab 49. Samuel Pembohong
50
Bab 50. Samuel Tidak Berbohong?
51
Bab 51. Apa ini?
52
Bab 52. Pertolongan Samuel
53
Bab 53. Perhatian Samuel
54
Bab 54. Tidak Aman
55
Bab 55. Menyebalkan
56
Bab 56. Topeng
57
Bab 57. Menguji Adrenalin
58
Bab 58. Operasi
59
Bab 59. Kejutan
60
Bab 60. Sudah Terkunci
61
Bab 61. Ketemu
62
Bab 62. Rasa Cemburu
63
Bab 63. Emosi
64
Bab 64. Surprise
65
Bab 65. Karena Masa Lalu
66
Bab 66. Tidak Salah?
67
Bab 67. Mencari Tahu
68
Bab 68. Pengecut
69
Bab 69. Hampir
70
Bab 70. Adu Kekuatan
71
Bab 71. Mencari Titik Terang
72
Bab 72. Buku Harian Libra
73
Bab 73. Petunjuk
74
Bab 74. Cara Satu-satunya
75
Bab 75. Bersyarat
76
Bab 76. Kabar Buruk
77
Bab 77. Sebuah Alasan
78
Bab 78. Berkhianat
79
Bab 79. Bukan Obsesi
80
Bab 80. Akar Masalah
81
Bab 81. Ku mohon
82
Bab 82. Peduli atau Modus?
83
Bab 83. Candu
84
Bab 84. Cemas
85
Bab 85. Hamil?
86
Bab 86. Istri Anda Aneh
87
Bab 87. Praduga
88
Bab 88
89
Bab 89

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!