Aku kembali ke kamar dengan perasaan tak menentu. Dada ini terus digeluti rasa sesak yang enggan berkesudahan. Ini baru awal tapi aku sudah lelah menghadapi sikapnya. Selemah itukah aku?
Aku kembali membaringkan tubuh, menatap langit-langit kamarku lalu memindai ke segala ruangan. Tak disangka mataku menatap cincin kawin yang tergeletak di atas lantai. Aku langsung mengingat ucapan tidak menghargai pernikahan yang keluar dari mulut Mas Danu. Saat itu matanya melirik pada jari manisku dengan pandangan sinis. Apa ini yang dia maksud? Kenapa aku malah tidak menyadarinya?
Aku bangkit lalu berjalan pelan dan berjongkok meraih benda bulat itu di lantai. Namun, aku hanya memutar-mutar dan mengamati serta tidak berniat memakainya. Aku berdiri dan menarik laci serta meletakkannya di sana. Nanti kalau sudah ingin keluar dari kamar baru, aku memakainya kembali.
Setelah itu aku berbaring dan tidak aku sadari diri ini dapat tertidur pulas. Masih terasa sebentar sekali ketika pintu kamarku diketuk dari luar. Aku mengucek mata dan beberapa kali menguap. Kantuk masih melanda dan rasanya aku tidak ingin membuka mata. Saat aku menoleh ke arah jendela sinar di luar sudah tampak terang.
Perlahan ketukan pintu berubah menjadi gedoran. "Lintang bangun!" teriak ibu dari luar.
Aku membuang napas. "Ckk, ibu selalu saja menganggu tidurku," cicitku lalu melempar selimut dengan kesal. Setelah itu dengan malas aku turun dari ranjang dan melangkahkan kaki ke arah pintu.
Tepat saat aku membuka pintu, ibu menatapku dengan melotot. "Kenapa kamu tidur di sini? Apa kamu melarikan diri dari suamimu?"
Aku tercengang, baru sadar jika pagi ini adalah pagi pertamaku menjadi seorang istri. Aku menggaruk kepala memikirkan alasan yang tepat.
"Kenapa diam? Kalian tidak bertengkar, kan?" Ibu memicingkan mata, menatapku curiga.
Aku menggeleng. "Tentu saja tidak, mana ada orang melarikan diri masih berada di dalam rumah yang sama? Ibu, aku tidak sekonyol itu. Bukannya Ibu sendiri tahu, menikah dengan Mas Danu adalah keinginanku sejak sebelum Kak Libra menikah dengannya?"
Aku melihat wajah ibu mendadak pias dan pucat. Dia hanya mematung dan tidak berkata apapun. Suasana menjadi canggung hingga aku harus mengalihkan rasa tidak nyaman ibuku itu.
"Lilac dini hari terbangun dan rewel. Aku yang menggendongnya hingga terlelap kembali. Setelah itu mungkin karena sangat mengantuk, aku salah masuk kamar. Mas Danu mungkin tidak menyadari kalau aku tidak ada di sampingnya," ucapku beralasan. Di dalam hati aku meminta maaf kepada bayi itu karena telah menggunakannya sebagai alasan.
"Maaf, seharusnya ibu menemani tidur mereka agar tidak menganggu malam pengantin kalian. Turunlah! Sebentar lagi Danu turun dan sebagai seorang istri kamu harus terbiasa menyiapkan sarapan untuknya." Setelah berkata demikian ibu berbalik dan pergi.
"Tunggu aku bersihkan muka dulu." Aku langsung berlari ke kamar mandi dan membasuh wajah. Setelah itu aku turun dan membantu ibu melanjutkan memasak di dapur.
"Kamu tidak bertanya suamimu mau makan apa?" tanya ibu sambil menatapku lembut. Aku menggeleng dan dengan begitu percaya diri berkata, "Ibu tenang saja, aku tahu selera Mas Danu."
Ibu tersenyum tipis seraya mengangguk-angguk.
"Yang lain mana? Semalam ramai tapi sekarang langsung sepi begitu saja?" tanyaku pada ibu.
"Subuh tadi semua orang pulang," jawab ibu dan aku hanya mengangguk. Kemana ayah? Dari semalam ia tidak tampak. Aku mengedarkan pandangan dan tetap tidak melihat keberadaan pria itu.
Selesai makanan dibuat, aku menghidangkan semua menu di atas meja makan, baru setelah itu naik kembali ke atas untuk mandi. Beberapa langkah aku menapaki tangga, aku berpapasan dengan Mas Danu yang enggan menatapku.
Ya sudahlah, aku lanjut naik ke atas. Perutku sudah sangat lapar dan aku belum mandi.
Setelah aku turun dari lantai atas, ayah, ibu, dan Mas Danu sudah duduk mengelilingi meja makan. Mereka tampak menatap kedatanganku dengan tidak sabaran. Barangkali mereka sudah menunggu terlalu lama, siapa suruh mereka tidak makan duluan?
Aku menarik kursi dan duduk. Setelah itu aku mengambil centong nasi dan menaruh di atas piringku.
"Lintang, ambilkan dulu untuk suamimu!" tegur ayah.
"Ya, layani dulu suamimu Nak, baru mengambil untuk dirimu sendiri," sambung ibu.
Aku menghentikan gerakan tanganku. Sesaat kemudian mengambil nasi kembali untuk ditaruh di piring Mas Danu. Dalam hati aku menggerutu sendiri, ribet amat punya suami.
"Maklum Yah, Bu, dia tidak seperti Libra," ujar Mas Danu membuat emosiku langsung terpancing.
Aku melotot ke arah Mas Danu. Bisa-bisanya dia membandingkan diriku dengan Kak Libra. Di dunia ini tidak ada orang yang sama persis meskipun kembar sekalipun. Jika ingin tetap bersama Kak Libra, "Mati sana!" rutukku di dalam hati.
"Dia belum terbiasa," lanjutnya seraya tersenyum manis pada ayah dan ibu. Sungguh menyebalkan. Ingin rasanya aku mencakar wajahnya yang sok merasa tidak bersalah.
"Oh ya Nak Danu, Lintang sudah membuatkan makanan favoritmu. Kasih sana Nak!" perintah ibu.
Aku menghela napas, lalu dengan terpaksa menarik mangkuk berisi mie seafood di dalamnya. Saat mengambil dan hendak menaruh di atas piringnya, Mas Danu berkata, "Aku tidak makan seafood lagi."
Menyebalkan sekali, bukan?
Mataku terbelalak dan bahkan aku melihat kedua orang tuaku juga terkejut. Sepertinya mereka juga tidak tahu. Apa Mas Danu berkata begini hanya ingin membuatku kecewa? Ah sudahlah, tidak penting. Aku menarik mangkuk tersebut dan aku makan sendiri sampai puas.
"Sejak kapan?" Aku mendengar ayah bertanya pada Mas Danu.
"Sejak Libra meninggal, sebelumnya dia berkata padaku ingin kami berdua jadi vegetarian saja dan aku menyetujuinya."
Ayah dan ibu mengangguk-angguk paham sedangkan aku makan dengan menekan rasa marah. Libra lagi! Libra lagi! Tidak adakah yang lebih penting dari dia? Sedari dulu keluarga ini selalu mengutamakan Kak Libra dibandingkan diri ini, dan sekarang, meskipun menjadi suami sekalipun, Mas Danu juga sama, masih saja menunjukkan betapa dia sangat perhatian dengan wanitanya tersebut.
Apa dia pikir aku ini angin yang tidak memiliki perasaan? Baiklah Mas Danu, jangan salahkan aku jika aku membalasmu! Apa kamu pikir tidak ada pria yang peduli padaku? Bahkan jika aku mau, aku bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik denganmu. Sayangnya aku terjebak dengan pernikahan sialan ini. Andai saja ibu tidak memaksa dan aku tidak kasihan pada kedua keponakanku, aku tidak akan pernah setuju kembali padanya. Biarlah perasaanku, kucoba kubur dalam-dalam saja.
"Kau tidak makan nasi?" tanyanya pura-pura peduli saat ayah dan ibu memperhatikan gerak-geriknya.
Aku meletakkan sendok lalu bangkit berdiri. "Aku sudah kenyang!" ucapku seraya melenggang pergi meninggalkan meja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Capricorn 🦄
bgs
2025-01-24
1