Bab 4. Pertengkaran

"Lintang!" sentak ayah dan aku tidak mempedulikan seruannya. Aku semakin mempercepat langkah naik ke atas tangga. Sampai di lantai dua rumahku, aku tidak langsung masuk ke dalam kamarku melainkan mengecek kedua keponakanku yang sudah terbangun.

Aku menyiapkan susu untuk keduanya kemudian menyiapkan air hangat. Setelah keduanya meminum susu sampai habis aku segera membuka baju bayi tersebut untuk dimandikan.

"Lihatlah aku seperti mama muda aja," ucapku kepada mereka seraya terus membersihkan tubuh Lilac sedangkan Lula sudah selesai dimandikan dan tubuhnya berbalut handuk.

"Andai mama kalian masih hidup, aku tidak akan repot seperti ini, tapi tidak apa-apa, Tante sayang kok sama kalian," ucapku seraya tersenyum manis.

"Dan pernikahan kita tidak akan terjadi." Suara dari arah pintu kamar mandi mengejutkanku. Aku menoleh, tatapan mata kami bertemu dan sorot mata dinginnya membuat kebencianku yang timbul tenggelam muncul kembali.

"Ya, dan mungkin sekarang aku masih bebas mencari dan menentukan pilihan," ucapku. Dia mendengus dan memalingkan muka. Kena mental, kan? Suruh siapa dia menantang?

Ketika aku membawa Lilac ke dalam kamar, Mas Danu menggendong putri yang satunya menyusul di belakangku. Dia meletakkan Lula di samping Lilac dan dia sendiri ikut duduk di sampingku.

Berdekatan seperti ini membuat degup jantungku tidak dapat terkontrol. Detak itu lebih cepat dari biasanya. Sial, kenapa perasaan semacam ini masih saja sama seperti yang dulu?

Aku mengganti handuk Lilac dengan pakaian setelah memberinya minyak telon dan bedak tabur bayi. Mas Danu juga melakukan hal yang sama pada Lula. Kami seperti keluarga harmonis yang kompak berbagi tugas. Kalau orang lain melihatnya, mereka bisa merasa iri dan menganggap ini adalah pernikahan yang bahagia. Sayangnya, ini tidak seperti yang terlihat. Mas Danu melandasi pernikahan ini dengan kebencian, dan aku? Aku hanya bisa mengikuti alur.

Aku meliriknya, tampangnya yang tampan dengan rahang tegas itu selalu membuat hatiku tak karuan, dia juga melirikku dengan tatapan datar. Namun, aku segera memutus kontrak mata agar dia tidak over percaya diri menjadi pria.

Sekian menit kami duduk berdampingan, tak ada satupun dari kami yang bicara. Hanya ada keheningan ditemani detak jantung kami yang seakan berlomba dengan waktu. Kedua bayi di depan kami pun tidak mengeluarkan suara, seakan ingin memberikan suasana yang senada dalam kebisuan kami.

"Besok kamu harus ikut denganku, bersiaplah," ucapnya dengan suara dingin, menyingkap keheningan yang tercipta, namun membuat hatiku membeku.

"Ya." Aku hanya menjawab singkat. Dari awal sebelum menikah aku sudah tahu pasti keputusan ini yang akan Mas Danu ambil. Lagipula pekerjaanku juga berada di kota, jadi semua ini tidak masalah bagiku.

Dia menghela napas, berdiri seraya mengendong putrinya dan keluar. Aku menatap kepergiannya dengan tatapan hampa. Aku memejamkan mata, seakan dengan cara seperti ini dapat menghilangkan rasa perih di dalam hati. Bukan pernikahan seperti ini yang aku inginkan, ingin sekali aku menjerit, tetapi aku tidak sanggup.

"Ya Tuhan, hamba ingin bahagia. Jika dia bukan jodohku kenapa kami harus bersatu dalam tali pernikahan suci ini?" Tak terasa air mataku menetes. Segera aku mengusapnya. Aku takut dia kembali dan melihat ini. Betapa malunya diri ini jikalau kepergok menangis. Ah, mungkin egoku terlalu tinggi, tetapi aku tidak mungkin mengatakan perasaanku yang masih bersemayam seperti dulu, sementara di hatinya hanya tersisa kebencian.

"Mas Danu, bisakah kamu melepaskanku dalam belenggu cintamu ini?" lirihku. Mungkin jika aku tidak mencintainya, semua akan baik-baik saja. Aku menarik napas panjang lalu menggendong Lilac dan membawanya berjemur di balkon kamar.

Kedua bayi tersebut terlahir kuning, oleh karenanya dokter menyarankan agar dijemur di pagi hari. Sayangnya, kedua bayi terlambat bangun dan mungkin ibu tidak tega menjemur mereka dalam keadaan masih tidur, sementara aku justru bangun kesiangan.

Dari atas aku melihat Mas Danu sedang menggendong Lula di bawah sinar matahari. Pria tegap itu menyapa ibu-ibu yang lewat dengan senyuman manisnya. Kenapa dia bisa bersikap seperti itu pada mereka sementara pada istrinya sendiri tidak? Aku terpaku di tempat menyadari posisiku hanya sebatas istri status, hingga tidak sadar seorang ibu melambaikan tangan dan memanggil namaku.

"Neng Lintang! Kok melamun aja?"

Aku tersentak kaget. Mas Danu menatapku dengan alis berkerut.

"Pagi-pagi jangan melamun nanti disapa yang lewat," ujar ibu tersebut dan aku hanya tersenyum tipis. Mood-ku sedang tidak bagus untuk menanggapi candaan orang-orang.

"Ini sudah disapa oleh yang lewat," ujar Mas Danu dan ibu tersebut cekikikan.

"Maksudnya setan gitu Mas Danu, bukan saya," ralat ibu tersebut dan Mas Danu hanya

mengangguk-angguk.

"Dia nggak mempan sama setan Bu, Ibu," jawab Mas Danu ikut bergurau.

"Eh gimana Mas Danu semalam dengan Mbak Lintang?" Aku merasa pertanyaan ibu yang lain kurang ajar. Padahal itu mungkin hanya perasaanku yang sensitif, sementara orang-orang desa kami bercandanya memang seperti itu, omongannya tidak difilter.

"Alhamdulillah," jawab Mas Danu dan itu membuat senyum di bibir ibu-ibu terbit.

"Pasti lebih keren dari Mbak Libra, kan?" celoteh seorang ibu. Mas Danu menatap ke atas, tepat padaku, dan aku tidak ingin mendengarkan pembicaraan mereka. Jadi aku mundur ke belakang dan masuk ke dalam kamar si kembar. Aku meletakkan bayi yang sudah kembali tidur itu pada keranjang bayi.

"Apa yang mereka tanyakan? Apa mereka tidak tahu Mas Danu bahkan tidak mau menyentuhku? Jika dibandingkan dengan Kak Libra, aku tidak ada apa-apanya. Dia adalah perempuan cantik dan anggun, sementara aku ... aku hanya wanita sederhana yang sedikit tomboi. Walaupun sekarang penampilanku lebih feminim, tetapi itu tidak akan pernah mengubah pandangan orang lain terhadapku.

Aku tetap Lintang yang dulu.

"Kenapa kamu masuk kamar? Apa Kamu cemburu pada almarhumah kakakmu?" Ketika aku merenung, Mas Danu masuk dengan masih menggendong bayi Lula.

"Cemburu?" ulangku. Ya, aku memang cemburu setiap kali Mas Danu dikaitkan dengan Kak Libra, namun aku tidak mau mengakui hal itu pada Mas Danu.

"Ya, tadi saat aku dan orang tuamu membahas dia, kamu juga pergi meninggalkan meja makan. Sekarang saat tetangga membahasnya kamu juga masuk kamar. Apa itu bukan cemburu namanya?"

"Heh." Aku tersenyum sinis. "Hanya orang gila yang cemburu dengan orang mati," ucapku dengan kesal.

"Lintang!" sentaknya. Wajahnya terlihat murka karena aku menyebut Kak Libra sudah mati.

"Apa itu salah Mas? Apa Kak Libra masih hidup?" Aku tidak kalah marah.

"Tapi ucapanmu tidak sopan!"

"Aku tidak suka dibanding-bandingkan apalagi dengan orang yang sudah tiada! Itu lebih tidak sopan!" Napasku tersengal-sengal karena amarah membara dalam hati.

"Hiduplah dengan bayang-bayang Kak Libra, dan aku tidak mau ikut denganmu besok!" teriakku dengan amarah yang masih meluap.

Terpopuler

Comments

Sity Herfa

Sity Herfa

nyesek amat thor 😭

2025-01-29

1

Siti Aminah

Siti Aminah

aku ikut merasakan sakitny Lintang

2024-11-19

1

Iges Satria

Iges Satria

sakitnya tuh disini /Brokenheart/

2024-10-11

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Menikah dengan Mantan
2 Bab 2. Arti Pernikahan
3 Bab 3. Bukan Perbandingan
4 Bab 4. Pertengkaran
5 Bab 5. Dipaksa
6 Bab 6. Bukan Tuan Putri
7 Bab 7. Sensitif
8 Bab 8. Khawatir
9 Bab 9. Kesal
10 Bab 10. Haruskah Begini?
11 Bab 11. Suami Egois
12 Bab 12. Bertengkar
13 Bab 13. Kecurigaan
14 Bab 14. Jijik
15 Bab 15. Tuduhan
16 Bab 16. Diam
17 Bab 17. Panik
18 Bab 18. Puncak Kecewa
19 Bab 19. Kegilaan Mas Danu
20 Bab 20. Permintaan Mertua
21 Bab 21. Mengalah
22 Bab 22. Sakit
23 Bab 23. Nekad
24 Bab 24. Keluyuran
25 Bab 25. Ada yang Aneh
26 Bab 26. Kehilangan
27 Bab 27. Berkelahi
28 Bab 28. Pupus
29 Bab 29. Penuh Kepalsuan
30 Bab 30. Akting
31 Bab 31. Sombong
32 Bab 32. Syarat
33 Bab 33. Mencari Tahu
34 Bab 34. Murka
35 Bab 35. Benarkah?
36 Bab 36. Rencana Melarikan Diri
37 Bab 37. Kejutan
38 Bab 38. Hampir
39 Bab 39. Keputusan
40 Bab 40. Dilema
41 Bab 41. Pilihan
42 Bab 42. Sesal
43 Bab 43. Rantau
44 Bab 44. Rapuh
45 Bab 45. Hampir
46 Bab 46. Rindu
47 Bab 47. Geram
48 Bab 48. Bukan Tanggung Jawabku
49 Bab 49. Samuel Pembohong
50 Bab 50. Samuel Tidak Berbohong?
51 Bab 51. Apa ini?
52 Bab 52. Pertolongan Samuel
53 Bab 53. Perhatian Samuel
54 Bab 54. Tidak Aman
55 Bab 55. Menyebalkan
56 Bab 56. Topeng
57 Bab 57. Menguji Adrenalin
58 Bab 58. Operasi
59 Bab 59. Kejutan
60 Bab 60. Sudah Terkunci
61 Bab 61. Ketemu
62 Bab 62. Rasa Cemburu
63 Bab 63. Emosi
64 Bab 64. Surprise
65 Bab 65. Karena Masa Lalu
66 Bab 66. Tidak Salah?
67 Bab 67. Mencari Tahu
68 Bab 68. Pengecut
69 Bab 69. Hampir
70 Bab 70. Adu Kekuatan
71 Bab 71. Mencari Titik Terang
72 Bab 72. Buku Harian Libra
73 Bab 73. Petunjuk
74 Bab 74. Cara Satu-satunya
75 Bab 75. Bersyarat
76 Bab 76. Kabar Buruk
77 Bab 77. Sebuah Alasan
78 Bab 78. Berkhianat
79 Bab 79. Bukan Obsesi
80 Bab 80. Akar Masalah
81 Bab 81. Ku mohon
82 Bab 82. Peduli atau Modus?
83 Bab 83. Candu
84 Bab 84. Cemas
85 Bab 85. Hamil?
86 Bab 86. Istri Anda Aneh
87 Bab 87. Praduga
88 Bab 88
89 Bab 89
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Bab 1. Menikah dengan Mantan
2
Bab 2. Arti Pernikahan
3
Bab 3. Bukan Perbandingan
4
Bab 4. Pertengkaran
5
Bab 5. Dipaksa
6
Bab 6. Bukan Tuan Putri
7
Bab 7. Sensitif
8
Bab 8. Khawatir
9
Bab 9. Kesal
10
Bab 10. Haruskah Begini?
11
Bab 11. Suami Egois
12
Bab 12. Bertengkar
13
Bab 13. Kecurigaan
14
Bab 14. Jijik
15
Bab 15. Tuduhan
16
Bab 16. Diam
17
Bab 17. Panik
18
Bab 18. Puncak Kecewa
19
Bab 19. Kegilaan Mas Danu
20
Bab 20. Permintaan Mertua
21
Bab 21. Mengalah
22
Bab 22. Sakit
23
Bab 23. Nekad
24
Bab 24. Keluyuran
25
Bab 25. Ada yang Aneh
26
Bab 26. Kehilangan
27
Bab 27. Berkelahi
28
Bab 28. Pupus
29
Bab 29. Penuh Kepalsuan
30
Bab 30. Akting
31
Bab 31. Sombong
32
Bab 32. Syarat
33
Bab 33. Mencari Tahu
34
Bab 34. Murka
35
Bab 35. Benarkah?
36
Bab 36. Rencana Melarikan Diri
37
Bab 37. Kejutan
38
Bab 38. Hampir
39
Bab 39. Keputusan
40
Bab 40. Dilema
41
Bab 41. Pilihan
42
Bab 42. Sesal
43
Bab 43. Rantau
44
Bab 44. Rapuh
45
Bab 45. Hampir
46
Bab 46. Rindu
47
Bab 47. Geram
48
Bab 48. Bukan Tanggung Jawabku
49
Bab 49. Samuel Pembohong
50
Bab 50. Samuel Tidak Berbohong?
51
Bab 51. Apa ini?
52
Bab 52. Pertolongan Samuel
53
Bab 53. Perhatian Samuel
54
Bab 54. Tidak Aman
55
Bab 55. Menyebalkan
56
Bab 56. Topeng
57
Bab 57. Menguji Adrenalin
58
Bab 58. Operasi
59
Bab 59. Kejutan
60
Bab 60. Sudah Terkunci
61
Bab 61. Ketemu
62
Bab 62. Rasa Cemburu
63
Bab 63. Emosi
64
Bab 64. Surprise
65
Bab 65. Karena Masa Lalu
66
Bab 66. Tidak Salah?
67
Bab 67. Mencari Tahu
68
Bab 68. Pengecut
69
Bab 69. Hampir
70
Bab 70. Adu Kekuatan
71
Bab 71. Mencari Titik Terang
72
Bab 72. Buku Harian Libra
73
Bab 73. Petunjuk
74
Bab 74. Cara Satu-satunya
75
Bab 75. Bersyarat
76
Bab 76. Kabar Buruk
77
Bab 77. Sebuah Alasan
78
Bab 78. Berkhianat
79
Bab 79. Bukan Obsesi
80
Bab 80. Akar Masalah
81
Bab 81. Ku mohon
82
Bab 82. Peduli atau Modus?
83
Bab 83. Candu
84
Bab 84. Cemas
85
Bab 85. Hamil?
86
Bab 86. Istri Anda Aneh
87
Bab 87. Praduga
88
Bab 88
89
Bab 89

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!