"Lintang!" Seruan Mas Danu masih terdengar di telinga disertai dengan langkah kaki di luar.
"Ngapain sih masih mencariku? Kenapa nggak lanjutin mimpinya aja biar bisa terus sama Kak Libra?!" Aku ngedumel sendiri. Ketika mendengar suara pintu dibuka aku langsung pura-pura tertidur.
"Oh ternyata dia di sini, syukurlah." Terdengar suara disertai helaan napas panjang di ujungnya. Setelah itu suara pintu kembali ditutup dan langkah kaki Mas Danu terdengar semakin menghilang.
Aku membuka mata dan melihat ke arah pintu. "Aku di sini? Syukurlah? Apa dia pikir aku akan kabur?" Aku memberengut kesal lalu berdiri dan memeriksa kedua balita. Ketika melihat tidak ada tanda-tanda keduanya akan bangun, aku kembali ke atas ranjang dan tidur.
Ketika aku membuka mata, hangat matahari sudah menyambut pagi nan cerah. Sayangnya hatiku berbeda, seperti ada kabut yang menutupi hati ini. Aku kembali ke kamar untuk mengambil pakaian ganti.
Dengan pelan aku membuka pintu. Aku mengintip ke dalam dan ternyata Mas Danu sudah tidak ada di sana. Kemana dia? Apa dia sudah berangkat bekerja padahal kakinya masih sakit? Bodoh amat, dia nggak ada lebih baik daripada dia tinggal di rumah.
Setelah memastikan tidak ada Mas Danu aku segera masuk dan berlari ke arah lemari. Saat aku menarik pakaian, terdengar gemericik dari dalam kamar mandi. Ternyata Mas Danu masih ada dalam ruangan ini, buru-buru aku keluar dan mandi di kamar kedua keponakan.
"Mana sarapannya?" Ketika aku memasuki dapur Mas Danu sudah duduk di sana dan langsung menanyakan sarapan.
Aku tidak menjawab, dibandingkan menghiraukan dia aku lebih baik fokus mencuci botol susu.
"Lintang!" seru Mas Danu lagi, kali ini suaranya sudah agak meninggi. Aku tak bergeming, malas bicara padanya.
"Kamu tidak memiliki gangguan pendengaran, kan?" tanyanya lagi. Kenapa tidak sekalian mengataiku tuli?
"Buatkan sarapan, aku sudah sangat lapar!" perintahnya lagi, tetapi aku terus bersikap cuek.
Dia berdiri, berjalan pelan ke arahku. "Kamu sadar posisimu, kan?" Dia masih terus mencecarku dengan pertanyaan. Aku mengangguk kecil.
"Apa?" tanyanya sambil mencubit daguku dan menarik paksa hingga wajah ini menatap wajahnya.
"Pengasuh anak-anak." Aku menepis tangan Mas Danu dan memalingkan muka. Setelahnya aku melangkah pergi meninggalkan dapur. Namun, lagi-lagi Mas Danu mencekal tanganku. "Kamu juga istriku, kamu punya kewajiban melayani aku."
Aku menahan emosi yang hampir meledak.
"Sana buat sarapan!"
"Minta saja sama Kak Libra!" ucapku lalu beranjak pergi. Sempat kulihat kening pria itu mengkerut. Apa dia masih tidak paham apa maksudku? Biarlah, aku tidak ingin lagi memedulikannya.
Ketika kakiku sampai kamar, senyuman kedua bayi membuat hatiku menghangat. Paling tidak, ada yang menyemangati untuk tetap bertahan tinggal di rumah ini. Aku langsung membuatkan mereka susu, lalu lanjut memandikannya.
Setelahnya aku masih bermain-main dengan mereka, mencubit gemas kedua pipi bayi umur 3 bulan itu yang semakin hari semakin membulat seraya mengajak mereka bicara. Puas mengoceh tidak jelas, kedua bayi tersebut kembali tertidur.
Aku turun ke bawah saat menyadari perutku perih minta diisi. Kembali aku berpapasan dengan Mas Danu di dapur. Kulirik pria itu sedang memasak mie instan. Sejujurnya hati ini kasihan melihatnya dengan kakinya yang sakit masih membuat makanan sendiri, namun ketika mengingat dia tidak pernah menghargai diriku aku membuang jauh-jauh rasa itu.
Aku membuka kulkas dan mencari roti lalu mengolesi dengan selai strawberry kesukaanku. Ketika aku menyantap roti dengan tenang, aku menyadari Mas Danu sedang melirikku dengan ekor matanya.
Aku bangkit dan melangkah keluar. Kakiku terhenti di depan pintu saat suaranya kembali terdengar. "Sebenarnya kamu kenapa sih, Lintang?"
Aku tidak ingin menjawab dan melanjutkan langkah kembali ke kamar kedua bayi. Sampai di dalam kamar ponselku kembali berdering. Gegas aku memeriksa, ternyata dari Pak Samuel. Beliau menanyakan kapan aku masuk kerja dan dia memberikan kabar bahwa beliau sudah merekomendasikanku untuk naik jabatan, dan sepertinya diterima.
"Terima kasih ya Pak, tapi cutiku masih tinggal 4 hari lagi," ucapku. Sebenarnya aku ingin segera masuk kerja, tetapi pada siapa aku akan menitipkan kedua keponakan? Aku berpikir akan mencari pengasuh saja, jika Mas Danu tidak ingin membayar biarlah aku yang akan membayarnya. Posisiku lumayan, jika benar-benar diterima, aku akan menjadi manager. Kapan lagi punya kesempatan bagus seperti ini? Aku tidak boleh menyia-nyiakan, terlebih aku tidak tahu masa depanku akan seperti apa.
"Sebaiknya kamu usahakan agar masuk kerja lebih cepat, apa urusanmu belum selesai?"
"Saya ...."
Aku tercengang ketika ponselku dirampas oleh Mas Danu. Aku menatap tajam pada pria yang berdiri di sampingku kini, tetapi dia mengabaikanku. Kapan dia masuk kamar? Benar-benar kurang ajar.
"Maaf, Lintang Arjuna tidak akan bekerja lagi, aku tidak mengizinkan," ucap Mas Danu lalu mematikan sambungan telepon.
"Mas!" pekikku tak terima. Enak saja dia mengambil keputusan tentang hidupku tanpa persetujuan dariku.
"Kamu di rumah, jaga si kembar dan urus rumah!" perintahnya lalu melempar ponselku ke atas ranjang dengan kasar. Aku terhenyak, tubuhku bergetar menahan emosi yang kembali membuncah.
"Kamu egois Mas!" sentakku.
"Kamu tinggal bersamaku, jadi ikuti aturanku! Jangan mempermalukanku sebagai seorang suami!" bentaknya. Setelah berkata dia pergi begitu saja. Aku memukul kasur dengan keras seakan dengan begitu aku bisa melampiaskan amarah ini.
"Tidak, bagaimana mungkin aku akan menurutinya? Jika aku patuh, dia pasti akan merasa senang. Dia menikahiku untuk menyiksaku, kenapa aku harus masuk ke dalam belenggunya? Lama-lama aku hanya akan menjadi babunya. Tidak, aku tidak akan ikut perintahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Siti Ariani
libra mungkin maksudnya o
2024-09-05
1
Siti Koyah
nyesek apalagi kalo d kasih dobel up tambah sedih
2024-09-05
0