Aku bersikap cuek dan terus berjalan. Dari belakang terdengar derap kaki melangkah cepat. Aku mempercepat langkah agar sampai pada ibu dan adik iparku yang menunggu di pintu rumah sebelum Mas Danu marah padaku.
"Lintang!" Tangan Mas Danu terasa hangat menyentuh punggung, sesaat kemudian terasa mencengkram dan menarik dengan kuat. Tubuhku langsung oleng dan hampir terjatuh. Segera aku menangkap tangan Mas Danu untuk mempertahankan keseimbangan. Sayangnya, lantai yang basah membuat kakiku tergelincir dan kami sama-sama jatuh di lantai.
Bug.
Aku tercengang, tubuh Mas Danu berada di atas menimpa tubuhku. Payung yang tadi ia pegang entah terlempar kemana.
Mata elangnya menatap tajam mataku. Jarak wajah kami yang hanya tersisa beberapa senti meter membuatku malu, apalagi di tempat ini ada adik ipar dan ibu mertua yang pasti melihat kami.
"Kamu ...," Mas Danu tersenyum tipis membuat hatiku berbunga-bunga. Aku pikir dia kembali menyukaiku seperti dulu.
Aku terkesiap, napas hangatnya membuat jantungku berdebar-debar. Detak jantung Mas Danu juga sama, berpacu cepat dan terdengar tak beraturan. Aku memejamkan mata, membayangkan wajahku pasti merah saat ini.
"Kamu mau menggodaku?" lanjutnya. Aku terbelalak lalu mendorong tubuhnya dengan kuat. Ternyata aku salah sangka, dia tetap Mas Danu yang menjengkelkan, bukan Mas Danuku yang dulu. Oh Tuhan, aku merindukan sosok itu.
"Aku bukan wanita penggoda. Rugi juga merayu pria sepertimu," ucapku sambil mengibaskan pakaianku bekas sentuhan Mas Danu tadi, seakan ingin menunjukkan kalau aku tidak sudi disentuh olehnya. Dia terlihat menahan emosi. Aku berdiri dan beranjak pergi, tak peduli Mas Danu menatapku dengan kesal.
"Kalian kenapa sih?" tanya ibu mertua di pintu setelah kami berdua berdiri di depan mereka.
"Ckk, Mama nggak tahu aja, ini namanya romantis Ma. Peluk-pelukan di bawah guyuran air hujan. Duh, kan pengen jadi pengantin baru juga," ujar Gina, adikku iparku lalu terkekeh.
Aku menunduk dengan murung. Apa yang dikatakan Gina hanya khayalan bagiku. Meskipun aku ingin, Mas Danu tidak akan pernah melakukannya. Yang ada dia akan menghinaku.
"Kalian tidak apa-apa, kan?" tanya ibu dengan nada suara khawatir. Aku mengangkat wajah dan melihat ibu mertua memicingkan mata. Sepertinya beliau mencurigai akan hubungan kami yang tidak baik-baik saja.
"Kami baik-baik saja kok Ma, hanya tadi Lintang tergelincir dan aku yang ingin menolongnya ikut jatuh. Jadi dia kesal dan marah-marah padaku. Tapi sekarang sudah nggak apa-apa, iya kan, Sayang?" Mas Danu merangkulku lembut dan membawa masuk diriku ke dalam rumah.
Apa katanya? Aku yang marah-marah? Apa tidak kebalik?
"Oh syukurlah, Mama hanya takut hubungan kalian buruk karena masa ...."
"Siapapun punya masa lalu, kami sudah melupakannya," potong Mas Danu. Aku membelalak dengan tangan membekap mulut. Mas Danu mendelik ke arahku seolah ingin memberi kode bahwa jangan sampai aku berbicara yang sebenarnya pada ibunya.
"Benar Lintang?" tanya ibu mertua memastikan, aku hanya bisa mengangguk saat Mas Danu terus menatapku.
"Yasudah, kalau begitu mandi dulu sana, nanti kalian masuk angin. Gina antar Mbakmu ini ke kamarnya dan kamu Danuar, mandi di kamar lain saja!"
Mas Danu dan Gina mengangguk bersamaan. Setelah itu Gina menggandeng tanganku dan membawanya ke kamar Mas Danu.
Begitu pintu kamar terkuak, aku langsung disuguhkan oleh pemandangan yang menyayat hati. Tepat di depanku, di samping ranjang Mas Danu, ada foto Kak Libra memeluk Mas Danu yang sedang duduk pada sebuah kursi dari posisi belakang. Foto itu sangat besar dan seperti poster.
Aku membeku di tempat, meskipun dia kakakku, tidak dapat dipungkiri aku cemburu padanya.
"Mbak, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Gina dengan panik.
Aku tidak merespon pertanyaannya. Rasaku terlalu sakit dan tidak kuat untuk sekadar bicara. Aku mencoba menekan dada agar sesak itu pergi.
"Maaf, aku dan mama juga baru sampai. Jadi belum beres-beres rumah ini. Rencananya hari ini, tetapi kalian malah tiba sekarang. Kenapa Mas Danu tidak menghubungi kami? Kalau tahu kan kami ke sini lebih awal, biar nanti aku minta–"
Aku mengangkat tangan sebagai kode agar Gina berhenti bicara. Setelah melihat keberadaan kamar mandi aku langsung bergegas masuk ke dalam.
Di bawah guyuran air shower aku membasahi tubuhku dengan air hangat. Air mataku juga turut membasahi tubuh ini. Entah kenapa aku tidak kuasa menahan kesedihan. Di depan Mas Danu, aku bisa berpura-pura, tetapi di belakangnya mana bisa? Aku duduk berjongkok seraya meratapi nasib.
Aku tahu Kak Libra adalah istri Mas Danu sebelumnya, dia juga ibu dari anak-anaknya, tetapi pantaskah Mas Danu mengabaikan perasaanku? Tidak bisakah foto itu dipindahkan dulu sebelum aku sampai?
Aku tahu Gina dan ibu mertua baru sampai, tidakkah bisa Mas Danu mengutus orang?
Aku terus menangis sampai rasa sesak di dalam dada menghilang. Ya, setelah air mataku tumpah ruah aku merasa jauh lebih tenang. Aku kembali teringat bahwa misi Mas Danu ingin menyakitiku, jadi untuk apa aku heran jika foto itu masih tetap ada di dalam kamar kami? Perasaanku tidak boleh sensitif seperti tadi, bisa-bisa Mas Danu menertawaiku.
Setelah selesai mandi, aku keluar dengan mantel mandi dan keluar kamar untuk mencari pakaian. Entah dimana kopernya, apa sudah dibawa masuk atau masih ada dalam mobil?
Saat aku melewati ruang keluarga aku mendengar Mas Danu sedang berdebat dengan ibu mertua sedangkan Gina duduk di sofa sambil melamun. Aku menajamkan pendengaran dan ternyata mereka membahas masalah foto Kak Libra yang tadi.
"Kenapa Mama yang sewot sih? Lintang saja tidak apa-apa." Aku melihat Mas Danu melirikku. Ternyata dia langsung menyadari keberadaanku. Aku hanya diam, tidak bermaksud menimpali pembicaraan anak dan ibu itu.
"Kalau Mama tidak percaya, tanya sama Lintang sendiri tuh! Aku tidak memindahkan foto Libra ke kamar si kembar karena permintaan dia. Dia selalu bilang kalau dirinya masih merindukan Libra." Mas Danu menunjuk ke arahku tanpa rasa bersalah.
Aku menahan napas. Oksigen di sekitar seolah sudah tercemar. Ibu mertua menatapku dan sekali lagi aku hanya bisa mengangguk pasrah.
"Ya sudah, terserah kalian kalau begitu," ucap ibu mertua seraya menarik koper untuk dibawa ke kamar kami. Aku mendekat dan mengambil alih.
"Biar aku saja Ma, sekalian Lintang mau ambil pakaian ganti," ucapku seraya menerima koper dari tangan ibu mertua dan kembali ke kamar.
Setelah berganti pakaian aku duduk melamun di tepi ranjang. Saat itu Mas Danu membuka pintu dan berjalan masuk.
"Kamu benar-benar tidak keberatan, kan?"
Aku mengangkat wajah dan kedua bahu untuk menunjukkan tidak peduli dengan semua itu. Mas Danu mengangguk-angguk lalu berjalan ke sisi ranjang. Sebelum sampai, ponselku berbunyi dan tangannya reflek mengangkat. Mungkin dia pikir itu ponselnya sendiri karena kebetulan merek, warna dan nada deringnya sama. Aku mengabaikan itu, paling ayah atau ibu yang menanyakan apakah kami sudah sampai atau belum.
Aku mengerutkan kening melihat wajahnya memerah marah. Aku menebak-nebak sekiranya siapa yang sudah menelponku.
"Nih, ada yang rindu padamu," ucapnya sambil mengulurkan ponsel padaku. Aku mengangkat kedua alis, bingung dengan ekspresi Mas Danu yang tidak biasa.
Saat aku melihat panggilan dari siapa, aku langsung menyunggingkan senyuman manis. Mas Danu memandangku dengan tatapan masam.
"Wah terima kasih banyak Pak Sam, Bapak memang selalu baik padaku. Insyaallah saya akan melakukan yang terbaik," kataku menyambut gembira kabar baik yang disampaikan oleh atasanku.
Brak.
Tiba-tiba pintu kamar ditutup dengan keras hingga membuatku terlonjak kaget.
Ada apa dengan Mas Danu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Siti Aminah
cuekin aj trs Lin..biar dia kelabakan sendiri ky kakek kebakaran jenggot
2024-11-19
0
Herlin
foto kak Libra maksudnya ya?
2024-12-01
0
Iges Satria
ternyata cemburu juga, ngakunya ga ada rasa gi
2024-10-11
0