Alex duduk di ruang kerjanya, memandangi layar laptop yang menyala tanpa benar-benar melihat apa yang tertulis di sana. Pikirannya berkelana, terjebak di antara masalah keluarga yang menjeratnya dan sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih pribadi. Apakah aku... jatuh cinta pada Elena?
Ia menghela napas panjang, mengingat kembali alasan mengapa ia menikahi Elena: tantangan gila dari temannya. Pernikahan kontrak itu seharusnya hanya menjadi cara untuk membuktikan bahwa ia bisa mengendalikan situasi. Tidak lebih. Tapi sekarang, segalanya terasa berbeda. Setiap senyuman Elena, setiap percakapan kecil mereka, bahkan kekhawatirannya atas keselamatan Elena—semua itu menyusup ke dalam pikirannya tanpa henti.
Alex memijit pelipisnya, mencoba mengabaikan rasa aneh yang menguasai hatinya. Tidak. Aku tidak boleh jatuh cinta. Cinta hanya membawa kelemahan, seperti yang kulihat pada ibuku dulu. Tetapi bayangan Elena terus muncul di benaknya, membuat hatinya tidak tenang.
Sementara itu, Elena duduk di ruang makan bersama para pelayan, mencoba menikmati makan malamnya. Namun, ia merasa ada sesuatu yang salah. Selama beberapa hari terakhir, Alex tampak semakin tenggelam dalam pikirannya. Ia kembali menjadi sosok dingin dan sulit didekati, meskipun ada momen-momen kecil di mana perhatian Alex kepadanya terasa begitu tulus.
“Elena,” panggil salah satu pelayan, menyadarkannya dari lamunannya. “Anda baik-baik saja? Sepertinya Anda sedang memikirkan sesuatu.”
Elena tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah.”
Namun, dalam hatinya, ia tahu itu bukan lelah fisik. Ia lelah dengan ketidakpastian pernikahan ini. Awalnya, ia berpikir bisa menjaga jarak emosional dari Alex, tetapi semakin lama mereka bersama, ia merasa ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka. Sesuatu yang tidak ia duga.
Malam itu, Alex akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruang kerjanya. Ia menemukan Elena sedang duduk di taman belakang, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Untuk sesaat, ia hanya berdiri di sana, memperhatikannya dari kejauhan. Elena tampak begitu damai, tetapi Alex tahu bahwa di balik ketenangan itu, mungkin ada kekhawatiran yang tidak pernah ia ungkapkan.
“Elena,” panggil Alex akhirnya, suaranya rendah tetapi cukup untuk membuat Elena menoleh.
“Alex,” balas Elena, tersenyum kecil. “Kau tidak tidur?”
Alex berjalan mendekat dan duduk di sampingnya. “Aku hanya butuh udara segar. Bagaimana denganmu? Kenapa masih di sini?”
Elena mengangkat bahu. “Aku hanya merasa tenang di sini. Tapi sepertinya kau sedang memikirkan banyak hal belakangan ini. Apa ada yang bisa kubantu?”
Alex terdiam sejenak, memandangi Elena dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kau sudah cukup membantuku hanya dengan berada di sini, Elena.”
Elena terkejut mendengar kata-kata itu, tetapi ia tidak ingin terlalu berharap. “Kau tahu, aku tidak pernah menyangka kita akan sejauh ini,” katanya dengan senyum tipis. “Tapi apa pun yang terjadi, aku bersyukur telah mengenalmu.”
Alex tidak menjawab. Ia hanya menatap Elena lebih lama, merasa hatinya semakin kacau. Apakah ini cinta? Atau hanya rasa takut kehilangan? Tetapi satu hal yang pasti: Alex tidak ingin membayangkan hidupnya tanpa Elena.
“Elena,” katanya akhirnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi di antara kita. Tapi aku tahu satu hal—aku tidak ingin kau terluka.”
Elena menatap Alex dengan mata melebar, hatinya berdebar kencang. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Alex berdiri, membelakanginya. “Aku butuh waktu untuk menyelesaikan semua ini.
Setelah itu, Alex melangkah pergi, meninggalkan Elena yang masih duduk di taman dengan pikiran berkecamuk. Apa maksudnya? Apakah ini berarti Alex merasakan hal yang sama?
Malam itu, baik Alex maupun Elena tidak bisa tidur, masing-masing tenggelam dalam perasaan yang tidak pernah mereka duga akan hadir dalam hidup mereka.
***
Elena duduk di sofa ruang tengah, memandangi cangkir teh hangat di tangannya. Pikiran-pikirannya melayang ke masa lalu, saat hidupnya penuh dengan perjuangan. Ia mengingat bagaimana dulu ia bekerja dari pagi hingga malam, mencoba melunasi hutang ayahnya yang tak kunjung habis. Dulu, ia bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang benar-benar diinginkannya dalam hidup.
Sekarang, meskipun pernikahannya dengan Alex adalah hasil dari situasi yang aneh, ia tidak bisa menyangkal bahwa hidupnya jauh lebih baik. Alex, meskipun dingin, tidak pernah memperlakukannya dengan kasar. Malah, di balik sikapnya yang kaku, Elena sering melihat perhatian kecil yang membuatnya merasa dihargai.
Tapi kenapa aku merasa ini semua tidak nyata? pikir Elena. Ia tahu bahwa pernikahan mereka hanyalah kontrak, sesuatu yang akan berakhir suatu saat nanti. Namun, setiap kali Alex menunjukkan sisi lembutnya—seperti malam tadi—ia tidak bisa menahan hatinya yang perlahan-lahan mulai terbuka.
Di ruang kerjanya, Alex sibuk dengan tumpukan dokumen, tetapi pikirannya terus kembali ke Elena. Ia mengingat senyuman Elena, cara perempuan itu dengan mudah berinteraksi dengan para pelayan, dan bagaimana ia membawa kehangatan ke dalam rumah yang sebelumnya terasa begitu dingin.
Alex menyandarkan punggungnya ke kursi, menghela napas panjang. Elena... kau membuatku merasa seperti manusia lagi. Ia membenci kenyataan itu, tetapi ia tidak bisa menyangkalnya. Sejak Elena datang ke dalam hidupnya, ia mulai mempertanyakan banyak hal tentang dirinya sendiri—tentang luka masa lalunya, tentang keluarga, bahkan tentang cinta yang selama ini ia hindari.
Namun, ada satu hal yang masih menghantuinya: ayahnya, Tuan Romanov, yang terus mengancam untuk mengendalikan hidupnya. Alex tahu bahwa jika ia tidak berhati-hati, Elena bisa menjadi korban dalam permainan kekuasaan keluarganya.
Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Alex menggerakkan tangannya ke ponsel dan mengetik pesan kepada salah satu orang kepercayaannya, memerintahkan agar keamanan di sekitar rumahnya diperketat. Ia tidak ingin mengambil risiko, tidak ketika Elena mulai menjadi bagian yang begitu penting dalam hidupnya.
Sore itu, Elena memutuskan untuk keluar ke taman belakang, menikmati udara segar. Di tengah pikirannya yang melayang, Alex tiba-tiba muncul di sampingnya, membuatnya sedikit terkejut.
“Kau suka sekali di taman ini,” kata Alex dengan nada datar, meskipun ada sedikit kehangatan di matanya.
Elena tersenyum kecil. “Tempat ini membuatku tenang. Aku merasa seperti bisa melupakan semua masalah untuk sesaat.”
Alex mengangguk, lalu duduk di sampingnya. Untuk beberapa saat, mereka hanya diam, menikmati keheningan yang nyaman.
“Elena,” kata Alex tiba-tiba, memecah keheningan. “Kau tahu, aku sering bertanya-tanya bagaimana kau bisa tetap kuat setelah semua yang kau alami. Dulu kau harus bekerja keras, berjuang sendirian, dan sekarang kau berada di sini, menghadapi semua ini tanpa pernah mengeluh.”
Elena menoleh, terkejut mendengar kata-kata Alex. Ia tidak pernah menyangka pria itu memperhatikannya sedalam itu. “Aku tidak punya pilihan,” jawabnya pelan. “Jika aku menyerah, tidak akan ada yang peduli. Jadi aku harus tetap kuat, walaupun itu sulit.”
Alex menatapnya dengan penuh rasa hormat. “Kau lebih kuat dari yang kau pikirkan, Elena. Dan aku ingin kau tahu bahwa kau tidak sendiri lagi. Apa pun yang terjadi, aku akan memastikan kau aman.”
Elena merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. Meskipun ia tahu Alex adalah pria yang sulit ditebak, kata-kata itu terdengar tulus. Untuk sesaat, ia merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, Alex benar-benar peduli padanya lebih dari sekadar pernikahan kontrak ini.
Namun, di balik ketenangan sore itu, Elena tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa badai masih mengintai di kejauhan—badai yang mungkin akan menguji hubungan mereka lebih dari sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments