Cahaya matahari pagi yang hangat menerobos masuk ke jendela besar di mansion, memantulkan kilauan lembut di lantai marmer putih. Elena duduk di ruang keluarga, memandangi taman luas yang seolah-olah membentang hingga ujung dunia. Kehidupannya sebagai istri Alex, seorang pengusaha sukses, memang terjamin. Tapi hari-hari di mansion yang megah ini sering kali terasa seperti berada di dalam sangkar emas.
Setelah menyeruput teh hangatnya, Elena memutuskan sesuatu. Hari ini ia ingin keluar, menghirup udara segar, dan meninggalkan kehidupan monoton yang kerap menyelimuti hari-harinya. Keputusan ini membawa pikirannya pada satu tempat: rumah ayahnya. Sudah lama ia tidak mengunjungi pria tua yang dulu selalu menjadi pelindungnya.
Elena berjalan menuju pintu utama, mengenakan mantel panjang berwarna krem yang elegan. Kepala pelayan Antonio, seorang pria paruh baya yang sangat setia pada Alex, mendekatinya dengan langkah tenang namun penuh kewaspadaan.
"Ny. Elena, apakah Anda akan pergi?" tanya Antonio sopan, namun ada nada ingin tahu di suaranya.
"Ya, Antonio. Saya ingin mengunjungi Ayah hari ini. Sudah lama saya tidak bertemu dengannya," jawab Elena sambil tersenyum tipis.
Antonio mengangguk, tetapi matanya menyiratkan keraguan. "Apakah Tuan Alex sudah mengetahui rencana Anda, Ny. Elena? Biasanya beliau ingin diberi kabar tentang kepergian Anda."
Elena menghela napas ringan. Ia tahu, Alex adalah pria yang protektif, bahkan terkadang sedikit terlalu mengatur. Namun, hari ini ia ingin mengambil kendali atas hidupnya, meski hanya beberapa jam.
"Tidak perlu mengkhawatirkan Alex. Saya akan memberitahunya nanti," jawab Elena, mencoba terdengar tegas namun tetap lembut.
Namun, Antonio tetap berdiri di tempatnya, tidak bergerak. "Maaf, Ny. Elena. Tapi saya punya tanggung jawab untuk memberi tahu beliau. Ini adalah perintah langsung dari Tuan Alex."
Elena merasa hatinya berdesir. Ia menghargai loyalitas Antonio, tetapi aturan ini mulai membuatnya merasa terkekang. Setelah beberapa detik berpikir, ia menatap Antonio dengan senyum kecil.
"Baiklah, Antonio. Anda bisa menghubungi Alex setelah saya pergi. Katakan saja saya akan baik-baik saja," katanya, sambil melangkah menuju mobil.
Antonio menatapnya, kemudian membungkuk hormat. "Baik, Ny. Elena. Tetapi, tolong tetap berhati-hati."
Elena tersenyum dan masuk ke dalam mobil, supir pribadinya siap mengantarnya ke rumah ayahnya. Saat mobil melaju meninggalkan mansion, Elena merasakan sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan—kebebasan.
Namun, di kejauhan, ia tidak menyadari seseorang mengamati pergerakannya. Sesuatu, atau seseorang, menunggu di sudut kehidupan Elena, membawa rencana yang bisa mengguncang dunianya.
***
Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana yang dulu menjadi tempat Elena tumbuh besar. Bangunan itu masih sama, meski tampak lebih tua dan kusam. Ayahnya, Pak Raymond, tinggal sendiri sejak ibunya meninggal beberapa tahun lalu. Meski Elena sering mengirim bantuan, ia tahu kebiasaan buruk ayahnya sulit diubah—minum alkohol berlebihan, kebiasaan yang semakin parah sejak kepergian sang istri.
Elena melangkah masuk, membawa keranjang berisi makanan dan beberapa barang yang ia pikir dibutuhkan ayahnya. Rumah itu sunyi, hanya suara televisi samar terdengar dari ruang tengah. Ia mendapati ayahnya duduk di sofa, dengan sebotol minuman keras di meja kecil di depannya.
"Ayah..." panggil Elena lembut, mencoba menyembunyikan rasa khawatirnya.
Pak Raymond mendongak, matanya sedikit merah dan wajahnya terlihat kusut. "Elena? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada berat, sambil mengambil botolnya dan menuangkan isinya ke dalam gelas.
"Aku ingin menjenguk Ayah. Sudah lama kita tidak bertemu," jawab Elena, mencoba tersenyum meski perasaannya tidak tenang.
Pak Raymond mendengus. "Kau datang hanya untuk menghakimiku, ya? Sama seperti orang-orang lain! Mengapa kau repot-repot?"
Elena terkejut mendengar nada tajam ayahnya. "Tidak, Ayah. Aku hanya ingin memastikan Ayah baik-baik saja. Aku membawa makanan untuk Ayah."
Namun, respons itu tampaknya malah memicu amarah Pak Raymond. Ia berdiri dengan gerakan kasar, gelasnya nyaris terjatuh. "Aku tidak butuh makananmu! Apa kau pikir aku ini orang tak berguna yang harus dikasihani?" teriaknya, suaranya menggema di ruangan kecil itu.
Elena mundur selangkah, rasa takut mulai merayap di hatinya. "Ayah, aku hanya ingin membantu..."
"Tidak usah berpura-pura, Elena! Kau tidak peduli padaku! Kau hanya datang karena merasa bersalah, bukan?!" serang ayahnya, wajahnya memerah oleh emosi.
Air mata mulai menggenang di mata Elena. Ia tidak pernah melihat ayahnya semarah ini sebelumnya. "Ayah, aku peduli... Ayah adalah keluargaku," suaranya hampir berbisik.
Tiba-tiba, Pak Raymond meraih botol di meja dan melemparkannya ke lantai. Pecahan kaca berhamburan, membuat Elena tersentak dan mundur lebih jauh. "Keluar dari rumahku, Elena! Aku tidak butuh dirimu!"
Elena menahan napas, tubuhnya gemetar. Hatinya sakit mendengar kata-kata ayahnya, tetapi ia tahu tidak ada gunanya melawan. Dengan langkah berat dan air mata mengalir, ia meninggalkan rumah itu, suara pintu menutup mengiringi kepergiannya.
Di bawah pohon, Elena duduk diam, membiarkan tangisnya pecah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membantu ayahnya. Tapi satu hal jelas: kunjungannya hari ini meninggalkan luka yang sulit disembuhkan.
***
Elena memutuskan untuk tidak kembali ke mansion langsung. Ia merasa hatinya terlalu berat dan pikirannya terlalu kacau. Dalam keadaan linglung, ia membuka aplikasi di ponselnya dan memesan mobil Grab. Saat mobil datang, ia hanya memberi tahu sopir untuk berkeliling kota.
"Ke mana, Bu?" tanya sopir dengan ramah.
"Keliling saja... tidak perlu tujuan," jawab Elena lirih sambil menyeka air mata yang masih menetes.
Sopir itu mengangguk, mungkin mengerti bahwa penumpangnya sedang tidak ingin banyak bicara. Mobil pun melaju melewati jalan-jalan besar di pusat kota, melewati gedung pencakar langit, taman kota, dan lampu-lampu yang mulai menyala seiring matahari tenggelam.
Di dalam mobil, Elena duduk diam sambil memandangi jendela. Pemandangan luar seolah menjadi refleksi dari kekacauan dalam hatinya. Ia memikirkan ayahnya—bagaimana pria yang dulu menjadi pahlawan masa kecilnya kini berubah menjadi sosok yang penuh amarah dan kehilangan kendali. Ia juga memikirkan Alex, suaminya yang protektif, yang mungkin sedang mencarinya sekarang.
Waktu terus berlalu. Langit semakin gelap, dan lampu jalan menjadi satu-satunya penerang. Mobil itu terus bergerak tanpa arah, membawa Elena semakin jauh ke sudut kota yang kurang familiar. Sopir sesekali melirik melalui kaca spion, tampak ragu untuk mengganggu, tetapi akhirnya ia berbicara.
"Bu, maaf, ini sudah malam. Apakah Anda ingin saya antar ke suatu tempat?" tanyanya hati-hati.
Elena terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "Tidak, terus saja... Saya hanya butuh waktu."
Namun, saat mobil melewati jalanan sempit dengan deretan bangunan tua, Elena mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Suasana di luar terasa asing dan agak menyeramkan. Sopir itu terlihat gugup, ia membuka peta di ponselnya.
"Maaf, Bu, saya rasa kita harus segera kembali ke jalan utama. Tempat ini tidak aman jika terlalu malam," katanya.
Elena mengangguk pelan, tetapi tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Alex muncul di layar. Ia ragu sejenak sebelum mengangkatnya.
"Elena, kau di mana?!" suara Alex terdengar cemas di ujung telepon. "Antonio bilang kau pergi ke rumah ayahmu, tapi aku sudah ke sana dan kau tidak ada!"
"Aku... aku hanya berkeliling," jawab Elena lemah.
"Berhenti bermain-main, Elena. Ini sudah malam. Beritahu aku di mana kau, aku akan menjemputmu," ujar Alex, nada suaranya bercampur antara marah dan khawatir.
Elena menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Aku akan pulang. Beri aku waktu," katanya sebelum memutuskan telepon.
Mobil Grab itu akhirnya kembali ke jalan utama, tetapi malam itu terasa semakin panjang bagi Elena. Dengan hati yang penuh luka dan pikiran yang tak menentu, ia tahu bahwa ia tidak hanya harus menghadapi ayahnya, tetapi juga suaminya yang mungkin tak akan mudah memaafkan keputusan impulsifnya hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments