Setelah percakapan mereka di kafe, Alex dan Elena kembali berjalan menuju mobil. Suasana pagi yang cerah tampaknya tidak mampu mengusir kegundahan di hati Alex. Wajahnya tetap tenang dan dingin, seperti biasa, tetapi pikirannya berputar-putar dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban.
Kenapa sekarang? pikir Alex, mengingat panggilan telepon dari ayahnya beberapa hari lalu. Selama ini, pria yang membawa nama besar keluarga Romanov itu seperti hilang dari hidupnya. Alex bahkan merasa lebih baik tanpa kehadiran sosok tersebut. Ia telah merintis semuanya dari nol, menolak bayang-bayang kekuasaan dan ambisi sang ayah.
Namun, sekarang, saat hidupnya sudah stabil, ayahnya tiba-tiba kembali muncul. Tidak ada kata permintaan maaf atau sapaan penuh kerinduan. Hanya pesan singkat, tegas, seperti biasanya:
"Kita harus bicara. Ini soal masa depan keluarga Romanov."
Alex menghela napas panjang, menatap ke depan sambil menyetir. Elena duduk di sampingnya, diam, sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia ingin bercerita padanya, ingin mengatakan bagaimana hatinya masih tergores oleh kenangan masa lalu bersama ayahnya yang keras dan ambisius. Tapi ia tahu ini bukan saat yang tepat.
Elena baru saja terbuka tentang ayahnya yang menyakitinya secara fisik dan emosional. Alex tidak ingin membebani wanita itu dengan masalahnya sendiri, meskipun luka emosional mereka tampaknya memiliki kesamaan: keduanya tumbuh dengan ayah yang mendominasi dan penuh tuntutan.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Elena tiba-tiba, memecah keheningan. Matanya menatap Alex, penuh rasa ingin tahu.
Alex tersentak dari lamunannya, tetapi ia dengan cepat memasang wajah tenang. "Hanya memikirkan pekerjaan," jawabnya singkat. "Ada banyak yang harus dilakukan."
Elena mengangguk kecil, tidak mendesak lebih jauh. Tetapi ia bisa merasakan sesuatu yang berbeda dalam diri Alex. Biasanya, pria itu tidak sependiam ini. Ia tahu Alex adalah orang yang jarang berbagi, tetapi pagi ini, ada sesuatu yang tampak lebih berat dari biasanya.
Setelah beberapa saat, Alex memberanikan diri bertanya, mencoba mengalihkan perhatian Elena dari dirinya. "Apa kau berniat menemui ayahmu lagi?"
Elena terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Tidak untuk sekarang. Aku butuh waktu. Lagi pula, aku tidak ingin memperumit situasi."
Alex mengangguk. "Bagus. Kau tidak perlu memaksakan diri. Dan kalau pun kau memutuskan untuk bertemu dengannya, aku akan memastikan semuanya aman."
Elena tersenyum kecil. "Terima kasih, Alex. Aku tahu aku tidak sendiri sekarang."
Alex menoleh sekilas, melihat senyuman itu. Ada rasa hangat yang melintas di hatinya, tetapi ia segera mengalihkan perhatian ke jalan. Aku tidak akan membiarkanmu tahu, Elena, pikirnya. Aku harus menyelesaikan masalahku sendiri.
Di dalam hatinya, Alex tahu bahwa panggilan ayahnya bukanlah sekadar pertemuan biasa. Mungkin ayahnya tahu tentang pernikahan kontraknya dengan Elena, atau mungkin ini soal perusahaan Romanov yang sudah lama ditinggalkannya. Apa pun itu, Alex tidak berniat menyerah pada kehendak ayahnya, seperti yang selalu ia lakukan sejak muda.
Tetapi satu hal yang pasti: kehadiran Elena di hidupnya, meskipun hanya sementara, mulai memberikan Alex alasan untuk mempertimbangkan apa arti "keluarga" yang sebenarnya. Dan itu adalah hal yang baru dan membingungkan baginya.
***
Alex memegang erat kemudi mobilnya, pikirannya kembali melayang ke masa lalu yang selalu berhasil menyisakan rasa pahit di hatinya. Betapa ironis hidupnya. Ia adalah anak dari perselingkuhan Tuan Romanov dengan seorang wanita sederhana yang kemudian meninggal saat Alex masih kecil. Ia ingat dengan jelas bagaimana dirinya tiba-tiba diambil dari lingkungan yang penuh kesederhanaan dan dilempar ke dalam kehidupan mewah nan dingin keluarga Romanov.
"Kau adalah tanggung jawabku," suara Tuan Romanov bergema dalam ingatannya. Ayahnya tidak pernah benar-benar menganggapnya sebagai anak. Ia lebih seperti beban yang harus ditanggung agar reputasi keluarga Romanov tetap terjaga.
Namun, Tuan Romanov tidak membiarkannya tumbuh tanpa didikan keras. Alex dipaksa mengikuti setiap aturan rumah besar Romanov. Disiplin adalah segalanya, Alex, sering kali itu yang diucapkan Tuan Romanov setiap kali Alex melakukan kesalahan sekecil apa pun.
Ny. Romanov, wanita yang seharusnya menjadi sosok ibu baginya, bersikap dingin dan menjaga jarak. Ia tidak pernah mengangkat tangan pada Alex, tetapi juga tidak pernah memberikan kasih sayang. Bagi Ny. Romanov, Alex adalah pengingat hidup dari perselingkuhan suaminya. Namun, ia tetap menerima Alex di rumah itu karena ia tidak punya pilihan lain. Romanov adalah segalanya, dan perceraian bukan pilihan. Sumber kekayaan mereka berasal dari keluarga Ny. Romanov, yang memberikan kekuasaan besar bagi Tuan Romanov untuk menjalankan bisnis dan mempertahankan nama keluarga.
Alex mendengus pelan, menertawakan dirinya sendiri. Betapa ironis hidupnya. Ia, yang sejak kecil dibentuk dengan keras oleh keluarga yang sebenarnya tidak benar-benar menginginkannya, kini menjadi pria yang berhasil membangun segalanya sendiri tanpa bantuan mereka. Dan sekarang, mereka memanggilku kembali. Untuk apa? pikirnya.
Mobil berhenti di lampu merah, dan Alex melirik Elena yang duduk diam di sampingnya, menatap keluar jendela. Dia tidak tahu apa-apa tentang semua ini, pikir Alex. Dan aku tidak ingin dia tahu. Hidupnya sudah cukup rumit tanpa menambahkan kisah keluargaku yang berantakan ke dalamnya.
Elena tiba-tiba menoleh, menangkap tatapan Alex. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanyanya dengan nada lembut, meskipun ada sedikit rasa ingin tahu.
Alex menggeleng, memasang ekspresi biasa. "Hanya berpikir. Kau terlihat lebih tenang sekarang."
Elena tersenyum kecil. "Mungkin karena aku merasa lebih aman bersamamu," katanya jujur.
Kata-kata itu menusuk hati Alex dengan cara yang aneh. Ia tidak tahu bagaimana harus meresponsnya, jadi ia hanya mengangguk dan kembali fokus ke jalan.
Aman? pikirnya. Kalau dia tahu latar belakangku, mungkin dia tidak akan merasa seperti itu. Tapi untuk sekarang, biarkan saja seperti ini. Aku tidak ingin menghancurkan kepercayaannya.
***
Alex memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, pikirannya terus tenggelam dalam kenangan pahit yang tidak pernah benar-benar hilang. Hubungannya dengan Ny. Romanov selalu tegang. Wanita itu, meskipun menerima keberadaannya di rumah keluarga Romanov, tidak pernah benar-benar menganggapnya sebagai bagian dari keluarga.
"Aku menerimamu karena aku tidak punya pilihan, Alex. Tapi jangan pernah berpikir aku akan mencintaimu," ucapan itu masih terngiang di telinganya, dingin dan menusuk. Ny. Romanov tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mengingatkan Alex bahwa ia adalah anak haram, produk dari pengkhianatan suaminya. Bahkan setelah bertahun-tahun, luka itu tetap segar di hati wanita itu, dan Alex menjadi target dari kemarahannya yang tak pernah reda.
Alex mendesah panjang, mencoba mengusir rasa sesak di dadanya. Mungkin aku tidak pantas menyalahkannya, pikirnya, tetapi kenyataan itu tidak membuat rasa sakitnya berkurang.
Namun, yang lebih menyakitkan bagi Alex adalah pertanyaan yang selalu menghantuinya sejak kecil: Kenapa, Bu? Kenapa kau menjadi orang ketiga? Kenapa kau tidak memilih pria lain? Alex tidak pernah mendapatkan jawaban itu. Ibunya meninggal ketika ia masih kecil, meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Pengalaman itu membentuk cara pandangnya terhadap wanita dan pernikahan. Ia tidak percaya pada cinta, apalagi komitmen jangka panjang. Baginya, pernikahan hanyalah kontrak sosial yang rentan terhadap kebohongan dan pengkhianatan. Semua yang dilihatnya dalam keluarga Romanov—pengkhianatan, ambisi, dan manipulasi—hanya memperkuat keyakinannya bahwa pernikahan adalah jebakan.
Dan sekarang, di sampingnya ada Elena. Wanita itu berbeda dari siapa pun yang pernah ia temui sebelumnya. Ada kejujuran dalam tatapannya, ketulusan dalam caranya berbicara. Tetapi Alex tetap menjaga jarak. Ia tidak ingin membiarkan perasaannya terlibat terlalu dalam. Ini hanya kontrak, ia selalu mengingatkan dirinya sendiri. Ketika semua ini selesai, kita akan kembali ke kehidupan masing-masing.
Namun, ada sesuatu yang mengguncang hatinya saat ia mengingat bagaimana Elena berbicara tentang luka dan penderitaannya. Di balik senyumnya yang hangat, ada rasa sakit yang begitu dalam, mirip dengan apa yang ia rasakan selama bertahun-tahun.
Alex melirik Elena sekilas. Wanita itu tampak tenang, memandangi jalanan dengan tatapan kosong. Apakah dia juga merasakan kekecewaan yang sama terhadap keluarganya seperti aku? pikirnya. Tetapi ia tidak bertanya. Ia tahu Elena sudah cukup terbuka pagi ini, dan ia tidak ingin menekannya lebih jauh.
"Alex," suara lembut Elena memecah keheningan. "Kau tidak pernah bercerita tentang keluargamu. Apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?"
Alex terdiam sejenak, mempertimbangkan jawabannya. "Hubunganku dengan mereka... rumit," jawabnya singkat.
Elena menoleh, menatap Alex dengan rasa ingin tahu. "Rumit seperti apa?"
Alex menghela napas, memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Aku tidak punya hubungan yang baik dengan mereka. Keluargaku... penuh dengan konflik. Itu saja yang perlu kau tahu."
Elena mengangguk perlahan, tidak mendesak lebih jauh. "Kalau begitu, aku harap suatu hari nanti kau bisa berdamai dengan mereka, atau setidaknya dengan dirimu sendiri."
Kata-kata Elena menusuk Alex dengan cara yang tak terduga. Berdamai dengan diriku sendiri? pikirnya. Itu adalah sesuatu yang belum pernah ia pertimbangkan sebelumnya. Tetapi ia segera mengusir pikiran itu.
"Tidak semua hal bisa diperbaiki, Elena," katanya dingin. "Beberapa hal hanya perlu diterima apa adanya."
Elena menatap Alex dengan sedih tetapi tidak berkata apa-apa lagi. Ia tahu, ada dinding tinggi yang mengelilingi hati pria itu, dinding yang tidak mudah ia tembus. Tetapi, entah kenapa, ia merasa bahwa di balik dinginnya Alex, ada seseorang yang hanya ingin dicintai dan diterima apa adanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments