Hari itu, kantor Alex menjadi lebih ramai dari biasanya. Kabar tentang kedatangan Sofia Petrov, wanita yang disebut-sebut sebagai calon istri Alex, membuat seluruh karyawan berbisik-bisik di sudut-sudut ruangan. Semua orang penasaran dengan sosok Sofia, yang konon tidak hanya cantik tetapi juga cerdas dan berasal dari keluarga terpandang.
Sofia tiba di kantor tepat pukul sebelas siang. Dengan pakaian formal berwarna krem dan rambutnya yang tertata rapi, ia melangkah masuk dengan percaya diri. Senyumnya memikat, dan setiap gerak-geriknya memancarkan kelas dan keanggunan.
Mark, asisten pribadi Alex, yang bertugas menyambut Sofia, berusaha menjaga sikap profesional meskipun sedikit gugup. “Selamat datang, Nona Sofia. Tuan Alex sedang menghadiri rapat di luar kantor. Apakah ada yang bisa saya bantu?”
Sofia tersenyum manis. “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengejutkan Alex. Aku dengar dia sering makan siang di sini. Aku pikir, kami bisa makan siang bersama.”
Mark ragu sejenak, tetapi ia tetap menjaga sopan santun. “Saya akan mencoba menghubungi Tuan Alex untuk memastikan jadwalnya.”
Namun, beberapa menit kemudian, Mark kembali dengan kabar bahwa Alex masih sibuk dengan rapatnya dan kemungkinan besar tidak bisa kembali ke kantor dalam waktu dekat.
“Oh, begitu,” Sofia berkata sambil tetap tersenyum. “Tidak apa-apa. Aku akan menunggu.”
Sofia memutuskan untuk duduk di lounge kantor, menikmati secangkir kopi sambil memperhatikan suasana. Ia terlihat santai, tetapi matanya terus mencari-cari sesuatu—atau seseorang.
Para karyawan yang lewat berusaha menjaga jarak, tetapi tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahu mereka. Bisik-bisik semakin terdengar di sudut-sudut ruangan.
“Jadi, dia calon istri Tuan Alex?”
“Cantik sekali. Mereka pasti pasangan yang sempurna.”
“Tapi aku dengar Tuan Alex belum memberikan keputusan apa-apa.”
Sofia menyadari perhatian yang tertuju padanya, tetapi ia tidak memperdulikannya. Ia tahu statusnya sebagai calon istri Alex adalah topik hangat, dan ia sudah terbiasa dengan perhatian semacam ini.
Sore harinya, Alex akhirnya kembali ke kantor setelah rapat yang melelahkan. Ketika ia berjalan melewati ruang utama, Mark segera menghampirinya.
“Tuan Alex, Nona Sofia sudah menunggu Anda sejak siang,” katanya hati-hati.
Alex mengerutkan dahi. “Sofia? Apa yang dia lakukan di sini?”
“Dia ingin mengajak Anda makan siang, tetapi Anda sedang rapat. Sekarang dia ada di lounge.”
Alex menghela napas panjang. Ia tahu Sofia adalah wanita yang baik, tetapi kehadirannya yang tiba-tiba hanya menambah tekanan pada situasi yang sudah rumit.
Alex berjalan ke lounge, dan begitu Sofia melihatnya, senyum lebarnya langsung menghiasi wajahnya.
“Alex! Akhirnya kau datang,” katanya sambil berdiri.
“Sofia,” Alex menyapa singkat. “Apa yang membawamu ke sini?”
“Aku hanya ingin mengejutkanmu,” jawab Sofia, masih dengan senyumnya. “Kupikir kita bisa makan siang bersama, tetapi sepertinya kau terlalu sibuk.”
Alex mengangguk, merasa sedikit bersalah. “Maaf, rapatku tadi berjalan lebih lama dari yang kuduga.”
“Tidak apa-apa,” kata Sofia sambil melambaikan tangan dengan santai. “Bagaimana kalau kita makan malam saja? Aku sudah di sini, dan aku ingin menghabiskan waktu bersamamu.”
Alex terdiam sejenak. Ia tahu ia tidak bisa terus menghindar dari Sofia. Tetapi di sudut pikirannya, ada sosok Elena yang membuatnya ragu.
“Aku harus melihat jadwalku,” jawab Alex akhirnya. “Aku akan memberitahumu nanti.”
Sofia tersenyum tipis, tetapi ada sedikit kekecewaan di matanya. “Baiklah. Aku akan menunggu kabarmu.”
Setelah Sofia pergi, Alex kembali ke ruangannya dengan kepala penuh pikiran. Ia merasa seperti berada di tengah badai yang terus berputar. Di satu sisi, ada Sofia yang sempurna di mata dunia. Di sisi lain, ada Elena, wanita yang diam-diam mulai mengisi celah dalam hatinya.
Dan Alex tahu, apa pun keputusan yang ia buat, akan ada hati yang terluka.
***
Malam itu, Alex pulang ke Mansion dengan kepala yang masih penuh. Ketika ia membuka pintu, ia menemukan Elena sedang duduk di sofa, membaca sebuah buku. Ia tampak santai dengan piyama santainya, tetapi ada sesuatu dalam ketenangannya yang membuat Alex merasa sedikit bersalah.
“Kau pulang terlambat lagi,” Elena berkata tanpa menoleh.
Alex melepaskan jasnya dan mengangguk. “Hari ini cukup rumit.”
Elena menutup bukunya dan berdiri. “Kau sudah makan malam?”
“Belum,” jawab Alex singkat.
“Aku akan memanaskan sesuatu,” katanya sambil menuju dapur.
Alex memperhatikan Elena dari kejauhan. Dia begitu berbeda dari Sofia. Sofia adalah wanita yang glamor, penuh percaya diri, dan selalu tampil sempurna di depan umum. Sementara Elena sederhana, tenang, dan selalu terlihat nyaman dalam keheningannya.
Saat Elena kembali dengan sepiring makanan, ia meletakkannya di meja depan Alex. “Makanlah. Kau butuh energi.”
“Terima kasih,” ujar Alex, mengambil garpu dan mulai makan.
Elena duduk kembali di sofa, tetapi Alex bisa merasakan ada sesuatu yang ingin dia tanyakan.
“Bagaimana rapatmu?” tanya Elena akhirnya.
“Lancar,” jawab Alex sambil mengunyah.
Elena mengangguk. “Dan Sofia? Aku dengar dia datang ke kantormu hari ini.”
Alex berhenti sejenak, lalu menatap Elena. “Dari mana kau tahu?”
“Gosip cepat menyebar, terutama tentang calon istrimu,” jawab Elena dengan nada netral, tetapi Alex bisa merasakan ada sedikit ketegangan di sana.
Alex menghela napas. “Dia ingin makan siang denganku, tapi aku sedang sibuk. Kami tidak sempat bertemu lama.”
Elena hanya mengangguk. Ia tidak tahu mengapa ia merasa lega mendengar itu, tetapi ia mencoba menyembunyikan perasaannya.
“Dia wanita yang baik,” lanjut Alex, suaranya pelan.
“Tentu saja,” jawab Elena, masih dengan nada datar. “Dia sempurna untukmu.”
Alex terdiam, memandang Elena yang kini kembali membuka bukunya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu terasa sulit keluar.
“Elena,” panggil Alex akhirnya.
Elena menoleh. “Ya?”
“Menurutmu... apakah aku membuat keputusan yang salah dengan membiarkan semua ini terjadi?” tanyanya.
Elena terkejut dengan pertanyaan itu, tetapi ia segera menguasai dirinya. “Semua keputusan pasti punya konsekuensi. Hanya kau yang bisa menilai apakah itu benar atau salah.”
Alex tersenyum tipis. “Kau selalu punya cara untuk membuat segalanya terdengar sederhana.”
Elena tersenyum kecil, tetapi di dalam hatinya, ia merasa hancur. Ia tahu, pada akhirnya, Alex akan memilih Sofia—wanita yang sepadan dengannya. Ia hanya istri kontrak, bagian kecil dari hidup Alex yang tidak akan bertahan lama.
Malam itu, Elena berdiri di depan cermin di kamarnya. Ia menatap bayangannya sendiri, mencoba meyakinkan dirinya.
“Jangan jatuh cinta,” gumamnya, seperti mantra yang terus ia ulang. “Ini hanya sementara. Jangan pernah lupa itu.”
Namun, hatinya berbisik sebaliknya. Setiap senyum Alex, setiap perhatian kecil yang ia tunjukkan, membuat dinding pertahanannya semakin rapuh.
Dan di kamar lain, Alex duduk sendirian di balkon, memikirkan dua wanita dalam hidupnya. Sofia yang sempurna dan Elena yang tulus.
Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus memilih. Tapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Alex merasa takut akan pilihan yang harus ia buat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments