Yuda mendengarkan cerita Nicco dengan baik, setelah selesai bercerita Nicco menghela nafas panjang lalu menunduk, Yuda prihatin dengan Nicco.
"Gua harus bagaimana Yud, bokab gua aja udah nggak peduli lagi, rasanya gua udah pingin nyerah aja, tapi gua khawatir gimana kalau Izzaz hamil anak gua?"
"Jangan ngomong gitu, lo yakin Izzaz bisa hamil anak lo? Kalau lo yakin, lo harus bertanggung jawab Co! Ambil sikap, lo harus serius sama dia, tunjukin lo bisa berubah, masih ada harapan, setidaknya perbaiki kelakuan lo dari sekarang. Banyak orang di luar sana yang lebih menderita dari pada lo. Lo nggak pernah ngerasain jadi anak kost, makan seadanya, nggak pernah ngerasain susahnya nyari kerja. Lo mesti bersyukur setidaknya masih ada kesempatan, masih ada waktu.
"Iya, gua harus gentle, gua akan lamar Izzaz, gua takut dia beneran hamil anak gua Yud."
"Lo yakin?" Tanya Yuda tak percaya.
"Apapun keputusannya gua terima, tapi gua harus coba, kalaupun harus di hajar lagi gua siap yang penting gua harus ke sana."
"Nah gitu dong, tapi lo harus siapin mental baja bro."
"Ya udah gua balik dulu, gua tunggu Nicco yang baru lahir masuk kantor, jangan ngumpet molor mulu." Yuda berpamitan lalu beranjak pergi ke luar kamar Nicco.
***
Sudah beberapa hari Zizi tak mau keluar kamar, tubuhnya nampak kurus, mama Zahra sangat khawatir. Ketiga kakaknya pun tak mampu membujuknya untuk keluar kamar. Suasana rumah jadi sangat sepi tak ada yang bercanda seperti dulu, gadis yang biasanya sangat cerewet hampir tak pernah bicara. Seminggu sudah Zizi pulang setelah kejadian itu.
***
Di rumah Nicco, pak Mario dan bu Nilam sedang duduk di ruang keluarga. Nicco ke luar dari kamar menemui mereka setelah satu minggu mengurung diri di kamar. Luka di wajahnya berkurang tinggal sedikit biru.
"Ma ....pa...." Sapanya yang masih berdiri agak jauh dari orang tuanya. Kedua orang tuanya melihat ke arah sumber suara.
"Ma...pa....Nicco mau ngomong." Katanya sambil menundukkan wajah masih dengan posisi berdiri.
"Duduk." Perintah papanya, yang diikuti Nicco yang duduk di sofa seberang papa mamanya. Nicco diam menunduk dan mengambil nafas dalam lalu mulai berbicara.
"Nicco mau melamar Izzaz." Kata Nicco mantap.
"Apa katamu? Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan itu?" Tanya papanya emosi. Bu Nilam hanya mengusap lengan suaminya untuk menenangkan.
"Iya pa...Nicco sadar, Nicco akan bertanggung jawab pada Izzaz, besok Nicco akan pergi ke sana. Nicco khawatir Izzaz hamil anak Nicco." Jawabnya lirih sambil menunduk.
"Baiklah kalau itu tekatmu, papa dukung tapi dengan satu syarat, mulai sekarang kamu harus berubah, jangan bikin malu lagi, buktikan pada papa mama! Apapun jawaban Izzaz kamu harus terima." Kata pak Mario tegas.
"Iya pa, Nicco janji akan berubah, dan apapun jawaban Izzaz nanti, Nicco bakal terima."
Keesokan harinya Bu Zahra membeli cincin untuk melamar Izzaz. Kemudian pada malam harinya mereka datang berkunjung ke kediaman Wiguna. Nicco memakai kemeja abu-abu dengan celana kain hitam, pak Mario dengan baju batik hitam abu, sama dengan Bu Zahra dengan model tunik.
Sampai di depan kediaman Wiguna mereka meminta ijin kepada satpam untuk masuk. Satpam mempersilahkan keluarga Galaxi masuk setelah mendapat izin dari sang pemilik rumah.
"Assalamu'alaikum." sapa pak Mario sopan.
"Wa'alaikumsalam."
Jawab semua anggota keluarga yang tengah berkumpul di ruang tamu, kecuali Zidan dan Zizi.
"Masuk!"
"Silahkan duduk."
"Ada perlu apa kalian ke sini?" Tanya pak Adi.
Nicco mengulurkan tas Zizi yang ada ditangannya.
"Saya mau mengembalikan ini om, tasnya Izzaz." Zaki dengan kasar mengambil tas dan memeriksa isinya, ponsel, dompet dan minyak wangi.
"Masih berani kamu ke sini, masih berani kamu mamanggil papa saya dengan sebutan OM hah?!" Kata Zafran yang emosi.
"Maaf." Jawab Nicco singkat.
"Bang, biar papa yang bicara." kata pak Adi pada kedua putranya, sedang Bu Zahra hanya diam menyimak dengan muka yang sulit diartikan.
"Apa maksud kedatanganmu kesini, tidak mungkin kan hanya mau mengembalikan barang-barang putri saya?"
"Maaf, maksud kedatangan saya kemari, saya ingin melamar Izzaz. Saya mau bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan pada Izzaz, saya khawatir Izzaz mengandung anak saya." Nicco memberanikan diri menyampaikan tujuannya, kedua orangtuanya mengangguk membenarkan.
"NGGAAAK! Pergi dari sini atau gua bakaln lompat dari sini!" Zizi berteriak dari lantai dua.
"Zizi......" Kata mereka semua melihat sumber suara. Zidan keluar kamar dan dengan sigap memeluk Zizi dari belakang dan membawa Zizi masuk ke kamar.
"Kamu sudah tahu kan jawaban putri saya?"
"Tapi tuan, saya sungguh-sungguh menyesal dan ingin bertanggung jawab, saya akan perbaiki diri saya tuan." Kata Nicco yang tiba-tiba duduk berlutut di kaki pak Adi. Nicco sudah mengubah panggilannya pada pak Adi.
"Bagus kalau kamu menyesal dan mau berubah, tapi saya tidak bisa memaksa putri saya untuk memaafkan dan menerima kamu. Jadi pulanglah, saya hargai niat baik kamu."
Pak Adi menolak lamaran Nicco dengan halus, walaupun dalam hatinya tetap mengakui sikap gentle Nicco, namun apa boleh buat keputusan tetap di tangan Zizi.
Ada rasa khawatir di hati pak Adi, bagaimana kalau benar Zizi mengandung anak Nicco, tentu itu akan menjadi masalah baru.
Nicco dan kedua orang tuanya pulang dengan perasaan kecewa atas penolakan Zizi, namun tak mampu berbuat apa-apa, hanya bisa menerima keputusan Zizi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments