03

"Apa yang ingin kau katakan?!" Saat ini, Dirga sedang berada di kantor polisi memenuhi keinginan seseorang yang katanya ingin bertemu dengan dirinya. Seseorang yang diduga sebagai pelaku atas sabotase rem mobil yang mengakibatkan kecelakaan dan merenggut nyawa orang-orang yang dicintainya.

Astina Pura.

Akan tetapi, sayangnya polisi belum menemukan titik temu kejadian yang sebenarnya. Sidik jari Astina ditemukan di sana, tetapi wajah yang tertangkap rekaman CCTV sebagai pelaku sabotase bukan Astina. Dan kondisi Astina sendiri membuktikan bahwa dirinya tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut.

Kondisi Astina saat ini sangat jauh dari yang dilihat Dirga terakhir kali. Bahkan, dia tak bisa berdiri tanpa bantuan. Wajahnya juga penuh dengan bekas luka sayatan. Akan tetapi, justru Astina meminta dirinya ditahan hingga kasus yang menimpa keluarga Tuan Dirga terungkap.

"Bukan saya yang melakukan sabotase itu. Tetapi orang yang menginginkan kehancuran Anda!"

"Ha-ha-ha, lalu kau berharap apa dengan berbicara seperti itu padaku? Aku akan melepaskanmu?! Itu tidak akan pernah terjadi. Dan jika tujuannya adalah kehancuranku, selamat, kalian berhasil; membuat aku kehilangan orang-orang yang aku cintai memang membuat aku berduka!" Dirga berbicara tanpa menghilangkan sorot tajam dari matanya.

"Tetapi jika tujuan kalian melihatku terpuruk setelah kehilangan seluruh keluargaku, maaf jika aku katakan, kalian gagal!! Aku adalah Dirga Wijaya, bahkan kehancuran sekecil atau sebesar apa pun, dan dalam bentuk apa pun… takut untuk mendekat padaku! Lihatlah olehmu, aku bahkan masih bisa berdiri tegak di hadapanmu!"

Sambil berbicara demikian, Dirga melepas kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di atas hidungnya.

"Atau apakah kalian ingin melihat mataku sembab karena menangis? Ha-ha-ha ha-ha-ha. Kalian bermimpi!" Suara tawa Dirga menggelegar, bergema di ruang sempit itu. Melihat itu, Astina merasa ngeri. Dirga Wijaya tidak tampak seperti manusia; dia lebih terlihat sebagai malaikat kematian yang menjelma dalam bentuk manusia.

"Katakan pada Tuanmu, aku baik-baik saja, aku bahkan masih bisa tertawa lebar. Dan katakan juga padanya untuk bersiap-siap menerima akibat dari kesalahannya, aku pasti akan datang untuk menuntut balas. Bahkan ke lubang semut pun dia bersembunyi, aku pasti akan menemukannya."

Astina mengambil napas dalam sebelum mulai berbicara. Didengar ataupun tidak, dipercaya ataupun tidak, dia tetap harus mengatakan tujuannya memanggil Dirga ke mari.

"Saya tahu mungkin saya telah melakukan banyak dosa kepada Anda. Mungkin Anda tidak akan bisa mempercayai saya, tetapi saya sungguh-sungguh dengan ucapan saya. Bukan saya yang mengincar kematian keluarga Anda. Ada orang yang memperalat saya!" ucap Astina.

"Saya juga tidak tahu apa hubungan antara Anda dengan orang itu, saya juga bahkan tidak mengenalnya. Akan tetapi, saya bisa menggambarkan pada Anda, orang tersebut adalah orang yang sangat licik. Dia bahkan mengambil sidik jari saya untuk melakukan kejahatan terhadap Anda!"

Sambil berkata demikian, Astina Pura melepas sarung tangan hitam yang membungkus ujung tangannya, lalu menunjukkan telapak berikut jari-jarinya kepada Dirga.

Penampakan tangan Astina sangat mengerikan. Kulit-kulitnya seperti dikelupas secara paksa sehingga menyisakan luka yang membuat orang jijik sekaligus ngeri untuk melihatnya.

"Katakan padaku siapa dia, maka aku akan mempertimbangkan, mungkin aku akan melupakan dosamu di masa lalu!" tekan Dirga.

"Saya tidak mengenal siapa orang tersebut. Orang tersebutlah yang membebaskan saya dari penjara, akan tetapi orang tersebut datang dengan menggunakan masker sehingga saya tidak bisa mengenali wajahnya!" jawab Astina merasa menyesal tak bisa memberitahukan pada Dirga siapa orang tersebut.

Polisi pernah mencoba mengetahui orang tersebut yang pernah mengunjungi Astina dari penjara dan sekaligus membebaskannya dengan jaminan.

Tetapi ketika polisi ingin menangkap orang tersebut, yang adalah seorang pria muda yang tinggal di rumah kos di pinggiran kota, pemilik kos dan juga orang sekitarnya mengatakan pemuda tersebut telah meninggal sebulan sebelumnya, dan dengan sangat mengerikan: terkelupas kulit wajahnya.

"Mungkin keterangan dari saya tidak banyak membantu. Akan tetapi, saya hanya menyarankan Anda untuk lebih berhati-hati ke depannya. Setelah semua keluarga Anda tertumpas habis, bukan tidak mungkin kemudian dia mengincar nyawa Anda sendiri. Yang saya dengar dari nada bicaranya, dia orang yang penuh ambisi, dan dia ingin menguasai seluruh kekayaan Anda. Dari cerita saya ini, mungkin saja Anda bisa mengambil gambaran tentang siapa orang tersebut, yang mungkin saja Anda juga mengenalnya!"

Dirga mengambil napas dalam-dalam. Keterangan dari Astina sama sekali tidak membantu. Kalau hanya untuk berhati-hati, selama ini Dirga tak pernah kurang dari hati-hati. Sebagai seorang pebisnis kelas dunia, tentu saja dia selalu siaga membentengi dirinya dari segala hal.

Dirga berdiri dari tempat duduknya kemudian melangkah keluar, tetapi tiba-tiba dia berhenti.

"Katakan pada Tuanmu, apa pun rencananya itu, dia sudah gagal sebelum memulai. Aku adalah Dirga Wijaya. Tak akan ada seorang pun yang bisa menghancurkanku kecuali kematian. Sebaliknya, Akulah yang akan menghancurnya berkali lipat! Tampaknya kalian lupa sedang berhadapan dengan siapa!!" Ucapnya penuh penekanan, tanpa menoleh ke arah Astina kemudian berlalu pergi dari tempat itu.

"Maafkan saya yang telah salah paham dan pernah ingin menghancurkan Anda!" ucap Astina tulus dan penuh penyesalan. Tetapi sayang, sudah tak bisa didengar oleh Dirga.

Dua orang sipir membantu Astina untuk berdiri kemudian membawanya kembali ke sel tahanan.

"Kalau saja aku punya kekuatan, aku ingin menebus kesalahanku pada beliau!" Dua orang sipir yang mendengar ucapan Astina hanya diam, karena mereka juga tidak tahu mau menjawab apa.

***

Astina duduk bersandar pada dinding yang dingin. Ingatannya terlempar pada masa dua tahun yang lalu, ketika dia telah dibebaskan oleh seorang pria yang tidak dikenalnya.

Dia bertekad untuk kembali membalas dendam kepada Dirga dan juga memenuhi syarat dari orang yang telah membebaskannya, yaitu membantu untuk menghancurkan Dirga.

"Amarta, jangan khawatir. Kakak pasti akan membalas dendam pada pria itu yang telah begitu arogan dengan tidak menerima cintamu!" ucap Astina.

Saat itu dia sedang berada di kamar mendiang adiknya untuk membereskan barang-barang adiknya yang ingin dia bawa untuk tinggal di rumah yang baru, rumah kecil yang baru saja dibelinya.

Rumah yang selama ini dia tempati terpaksa harus dia jual agar dia bisa bertahan hidup, karena semua harta bendanya telah habis. Perusahaan telah dijual oleh Dirga, dan harta benda yang lain telah digunakan untuk mengembalikan uang milik warga yang tanahnya dibeli oleh Golden Eye.

Pluk

Sebuah buku kecil terjatuh dari antara barang-barang milik adiknya.

"Buku diary…?!" gumam Astina. Dia belum pernah melihat buku itu sebelumnya, karena dia tak pernah menyentuh barang-barang milik adiknya.

Perlahan Astina membuka buku itu kemudian membacanya. Di bagian awal tidak ada yang aneh, hanya curahan hati biasa layaknya gadis ABG. Sampai di pertengahan buku, Astina melihat tulisan dengan tinta merah:

"Kamu tahu, Diary… Ada seorang kakak tampan di kampusku, tetapi aku hanya bisa melihatnya dari jauh. Mana mungkin aku berani mendekat, aku dan dia bagaikan langit dan bumi."

"Apakah yang dimaksud Amarta ini adalah Tuan Dirga?" gumam Astina. Karena penasaran, Astina memutuskan untuk membacanya lebih jauh. Isinya hanya pujian-pujian tentang Dirga Wijaya, tentang kekaguman adiknya kepada sosok pria kaya tersebut.

Sampai kemudian Astina tiba pada sebuah tulisan yang lagi-lagi bertinta merah:

"Kamu tahu, Diary? Hari ini aku membeli sekotak cokelat, lalu aku bungkus dengan kertas kado yang cantik. Aku sangat menginginkan Tuan Dirga, tetapi tentu saja aku sadar, aku bagaikan pungguk yang merindukan bulan; tidak mungkin tersampaikan. Jadi aku ingin menghibur diriku sendiri. Anggap saja cokelat ini adalah hadiah darinya!"

Deg

Mata Astina terbelalak membaca kalimat tersebut dan juga tulisan-tulisan setelahnya: tentang bunga mawar, tentang pita cantik, tentang jepit rambut, tentang suvenir-suvenir, tentang boneka-boneka lucu, dan juga banyak hadiah-hadiah lainnya yang pernah diceritakan oleh Amarta, yang semuanya ternyata dibeli oleh Amarta sendiri.

Hingga sampailah Astina pada lembar terakhir dari buku tersebut:

"Diary, aku sudah tidak sanggup lagi. Hari ini orang yang paling aku kagumi menikah dengan orang lain. Hatiku sakit, Diary. Aku sudah mencoba melupakan pria kaya itu, tetapi aku tidak mampu. Aku terbelenggu oleh obsesiku sendiri. Aku tidak ingin terus berada dalam kebohongan ini, Diary. Aku tidak ingin terus berada dalam harapan semu ini.

Kakak, maafkan aku yang telah berbohong kepadamu selama ini. Jangan marah dan membenciku, Kak…

Selamat tinggal… Aku sangat mencintai Kakak!!"

"Ya Tuhan…!" Astina menutup mulutnya dengan telapak tangan. Air matanya merembes keluar. Ternyata selama ini dia… Ternyata selama ini adiknya…

Terpopuler

Comments

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

maaf si astina memangnya luka2 karena apa y kok byk sayatan bhkn tangannya sprti itu

2025-01-08

1

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

nah betul dirga kl g mgkn dia ngasih perhatian ke amarta yg Nb g dia kenal..apalagi ngasih bunga coklat ktnya org kaya kl mau ngasih hadiah apartemen, brg branded, mobil😁

2025-01-08

1

FT. Zira

FT. Zira

menciptakan drama buat diri sendiri sih yg kek gini

2024-10-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!