Itulah mengapa dia sulit berempati pada vio mengenai ibunya.
Vio tidak melakukan apa-apa. Dia hanya terus menatap nisan almarhumah ibunya dan mengelusnya tanpa bicara apa-apa. Tatapannya begitu sendu dan sebentar lagi dia mungkin akan menangis.
Tapi, dia tetap tidak bicara apa-apa. Lama dia menatap nisan ibunya dan kembali berdiri.
“Ayo kita pulang rent.” Tanpa menunggu jawaban Irent, Vio berjalan menjauhi makam almarhumah ibunya. Mobil mereka melaju membelah jalan raya menuju rumah. Tidak ada pembicaraan sama sekali antara mereka selepas pergi ke pemakaman ibu Vio.
*****
Hari-hari berjalan seperti biasa. Irent ingat hari ini dia akan latihan balapan bersama justin.
Dia menyelesaikan semua tugas sekolahnya lebih cepat dan mulai bersiap-siap. Dia sudah menyelesaikan urusan gang motornya.
Ada beberapa masalah pada gang motornya karena keputusan balapan yang keliru beberapa waktu lalu, tapi semua sudah teratasi dengan baik tanpa ada tawuran.
Sekitar dua puluh menit dia akhirnya siap. Kali ini dia mencepol rambut wolf cutnya itu. Setiap latihan memang irent terbiasa mencepol rambutnya karena dia tidak memakai helm.
Selesai dengan siap-siapnya, ponselnya berdering, Justin yang menelponnya.
“Gue udah depan rumah lo nih.” Beritahu justin dari balik sambungan telepon.
“Iya-iya, ini gue udah mau keluar.” Irent memakai jaket kulit dan mengambil tasnya lalu berjalan keluar rumah tanpa mematikan sambungan telponnya.
“Lo dimana?” tanya Irent
“Depan gerbang,” jawab Justin.
“Ya udah gue ambil motor dulu.” Irent langsung memutuskan sambungan telpon dan mengambil motornya menuju ke luar gerbang.
Di situ dia bertemu justin.
“Lo nggak make helm?” tanya Justin karena melihat Irent tidak memakai helm.
“Nggaak. Kan tempat latihannya deket.”
“Ya lo tetap harus pake helm Irent biar selamat.”
“Nggak mau. Rambut gue udah gue cepol. Nggak bisa make helm kalo rambut di cepol.” Irent kekeh tidak ingin memakai helm.
“Ckk.” Justin berdecak lalu turun dari motornya.
“Lo mau ngapain?” Irent bertanya saat Justin turun.
Justin langsung mendekat ke Irent lalu melepas cepol Irent dan mengaitkannya ke tas Irent.
Setelah itu, dia mengambil helm cadangan yang ada di motornya lalu dengan hati-hati memakai helm tersebut di kepala Irent.
“Kalo dibilangin tuh nurut. Jangan ngebantah mulu.” Justin kembali ke motornya dan mereka pun melaju membelah jalanan menuju tempat latihan balap.
Tak butuh waktu lama mereka tiba di tempat tersebut.
Irent masih terlihat kesal karena justin tadi bertindak tanpa persetujuannya dan enggan menatap Justin.
Irent langsung turun dari motor untuk melihat anak-anak lain latihan. Di arena latihan itu ternyata sudah ada Kean dan Theon. Saat ingin pergi, Justin menahan tangan Irent.
“Apa lagi sih Tin!” Kali ini Irent sangat kesal. Kenapa sih pemuda di depannya ini bertindak semaunya.
Dan dia juga kesal pada dirinya yang tidak bisa melarang atau mengehentikan Justin yang berbuat sesukanya.
Justin tidak menjawab dan mendekatkan dirinya pada Irent. Irent gugup kenapa Justin mendekat perlahan-lahan begini.
“Lo mau ngapain?” tanya Irent lagi karena Justin terus mendekat.
Jantung Irent berdegup kencang karena sikap Justin yang seperti ini.
“Balik belakang,” perintah Justin.
“Hah?” Irent bingung.
“Balik belakang. Gue jepitin lagi rambut lo biar nggak berantakan.”
Irent pun membalikkan tubuhnya mengikuti arahan Justin masih dalam keadaan kesal.
Justin pun mulai menyisir rambut Irent dengan jarinya, merapikannya dan terakhir menjepitnya dengan rapih. Irent kembali berbalik menghadap Justin.
“Nah, sudah. Muka lo jangan ditekuk gitu. Jelek banget tau.” Komentar Justin sambil mengelus kepala Irent melihat sedari tadi wajah Irent yang terlihat kesal.
“Ya gue mau jelek mau enggak juga bukan urusan lo.” Irent berbicara dengan intonasi datar menandakan dia memang sangat kesal. Justin hanya bisa menghela napas.
“Cie-cie. Ada yang lagi pdkt nih.” Celoteh Theon tiba-tiba.
Mereka memang sudah berada di sana sejak tadi, tapi mereka membiarkan kedua remaja itu bermesraan.
“Lo jangan ngasal deh. Nih kasih tau temen lo nggak usah banyak ikut campur.” Ujar irent masih dengan intonasi datar dan wajah kesalnya.
“Udah-udah. Jezz, Rent kalian udah bisa latihan kita udah selesai nih.” Kean berusaha mencairkan suasana dengan memberi tau bahwa mereka sudah bisa balapan.
“Kalian nggak ikut latihan bareng kita?” Tanya irent.
“Nggak. Lagian kalo kita ikut juga tetep cuman kalian yang akan latihan, karena mau itu pertandingan atau hanya latihan kalian pasti nggak ada yang mau kalah.” Jelas Kean lagi.
Irent mangut-mangut mengiyakan pernyataan Kean. Balapan terakhir kali saja terlihat jelas kalau hanya mereka berdua yang bertanding.
Irent langsung kembali menaiki motornya menuju ke dalam Arena Latihan dan meninggalkan Justin dan teman-temannya.
“Lo apain anak orang? Dia keliatan kesal banget tuh.” Tanya Kean pada Justin.
“Iya. Gue ngira tadi kalian lagi pdkt-an gitu. Gue becandain, eh malah aura iblisnya keluar.” Sahut Theon menimpali.
Justin tidak menjawab dan hanya menghela napas sambil tersenyum. Wajah kesal Irent memang cukup mengerikan, tapi entah mengapa baginya itu terlihat lucu.
Kean dan Theon saling tatap melihat tingkah teman mereka. Tanpa berbicara apa-apa, Justin menyusul Irent masuk ke dalam Arena Latihan.
“Ready guys? Tri, two, one go!” peluru di tembakkan oleh Kean pertanda kalo balapan dimulai.
Irent dan justin melaju dengan sangat cepat melintasi arena yang berkelok-kelok.
Persis seperti yang dikatakan Kean, entah itu balapan atau hanya latihan tidak ada yang mau kalah antara mereka berdua.
Di latihan mereka bebas melakukan apa pun untuk mengalahkan lawannya.
Irent mencoba gaya balap yang baru-baru ini dipelajarinya yaitu gaya balap Marc Marquez yang terkenal agresif.
Irent membuntuti Justin dari belakang dan terus menabrak-nabrakkan motor mereka. Irent mempersempit dan memperlebar jarak antara mereka dengan benturan yang cukup keras.
Justin kaget dengan gerakan tiba-tiba Irent. Sepertinya dia tidak bisa menganggap kemarahan Irent adalah hal yang sepele.
Justin berusaha menyamakan posisi mereka dan berada di belakang Irent atau setidaknya di sampingnya agar saat motor mereka berbenturan dia tidak terlalu rugi dan lebih bisa mengambil kontrol.
Setelah perhitungan kecepatan yang cukup cermat akhirnya, Justin berada di samping Irent.
Naasnya bukannya berhenti, Irent malah berusaha menghimpit Justin yang memang dekat dengan pembatas Arena.
Irent tidak membiarkan Justin berpikir bahkan bernapas dan terus mendesak Justin.
Justin bahkan tak bisa mengendalikan motornya sendiri karena Irent menendang bagian mesin motornya dengan sepatu boot nya itu. Kali ini Justin tidak bisa menganggap ini sepele dan hanya menerimanya begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments